Setelah menuntaskan hasratnya, Sekar beranjak dari kamar Aryo. Ia segera berlari ke kamar mandi hendak membersihkan diri, tubuh rasanya penat pasca bertarung dengan iblis yang ternyata adalah musuh dari neneknya. "Bagaimana perasaanmu Sekar? Apakah kamu menikmati kesempatan bercinta dengan Aryo? Kamu sudah dua kali berhubungan badan dengannya jika kamu melakukan ketiga kalinya, jiwanya akan tertawan di istanaku dan menjadi budakku," ucap Sulastri dengan wajah yang semakin muda sebab Sekar kini telah menjadi budaknya juga tanpa disadarinya. Sekar hanya mengusap tubuhnya dengan sabun seolah tak mendengar ucapan Sulastri. Setelah usai membersihkan tubuhnya, ia menuju kamar Aryo untuk meminjam kemejanya sebab pakaiannya sendiri sudah kotor akibat pertempuran gaib maupun pertempuran ranjang. Langkah kakinya terlihat santai, ia membuka pintu yang sedang terkunci dari dalam. "Sekar, bagaimana keadaanmu Nak?" ucap Surti yang sangat mencemaskan putrinya. Ia memeluk dengan erat, khawatir a
"Ibu, aku ingin berhenti kuliah lalu menjadi sinden seperti nenek," ujar Sekar di tengah makan sore bersama anggota keluarganya. Sang ibu dan adik laki-lakinya melongo mendengar pernyataan itu, mereka tak mengira bahwa Sekar yang dulunya semangat kuliah dengan tujuan ingin meningkatkan status keluarga malah ingin putus di tengah jalan. "Kamu kenapa Nak, apakah itu membebanimu? Bukankah beasiswa dan kiriman ibu cukup untuk biaya hidup di kota?" tanya sang ibu yang terdengar menentang keinginan Sekar, tentu disayangkan jika ia hendak berhenti padahal sebentar lagi juga ujian skripsi. "Mbak jangan berhenti kuliah dong, aku sudah cerita ke teman-temanku kalau punya mbak yang kuliah, malu aku kalau mbak tiba-tiba berhenti gitu aja," celoteh adik laki-laki Sekar yang berpikiran sama dengan sang ibu. Mendengar pertentangan dari kedua orang yang begitu disayanginya, ia mulai mengurungkan niatnya untuk berhenti kuliah, mungkin harus mencari ide bagaimana caranya mengerjakan skripsi sam
Sekar hendak bersiap kembali ke kota bersama Galih. Ia tengah mengangkat tas yang berisi pakaian dan beberapa makanan yang dibuat oleh sang ibu. Surti, Ibu dari Sekar nampak bahagia saat mengetahui ada seorang dosen yang tulus mencintai anaknya."Ibu, saya pergi dulu, mulai sekarang Ibu tak perlu khawatir karena saya akan menjaga Sekar sepenuh hati," ujar Galih sambil mencium tangan calon ibu mertuanya dengan penuh rasa hormat.Surti hanya mengangguk dan tersenyum sumringah menanggapi perkataan Galih."Sekar ...." terdengar suara pria yang berteriak begitu kerasnya hingga membuat semua orang yang ada di sana mencari-cari sumber suara itu.Terlihat Aryo sedang mengendarai motornya berharap masih memiliki kesempatan untuk bertemu dengan pacarnya."Mas Aryo, mengapa kamu tiba-tiba datang ke sini?" tanya Sekar yang sangat terkejut, usahanya untuk kabur dari komitmen sang pacar nampaknya sia-sia."Apa maksudmu, Sekar? Kenapa kamu justru pergi dengan Om-Om ini? Sama sekali tidak pantas!" b
"Sekar, bangunlah! Kita sudah sampai," ucap Galih sambil menggoyangkan tubuh pacarnya, mulai hari itu mereka resmi berpacaran. Sekar mencoba membuka mata yang masih berat, sesekali ia menguap, masih ngantuk. Ternyata mereka baru saja sampai di apartemen Galih. Gadis itu berjalan dengan sempoyongan, badannya masih terasa lemas. Sang pacar yang sibuk membawa barang bawaannya hanya bisa tersenyum, lucu pikirnya. Akhirnya mereka tiba di ruang apartemen yang menjadi saksi kedekatan hubungan mereka. Romansa cinta terlarang yang telah membutakan keduanya, berlagak suami istri meski belum sah secara agama. "Mas Galih, aku masih ngantuk bolehkah aku tidur lagi?" pinta Sekar dengan mata yang masih memerah, seolah ia lupa dengan mimpi buruk yang baru saja dialaminya. "Tidurlah Sayang, biarkan aku yang beberes dan memasak untuk makan malam kita," sahut Galih sambil sibuk menata barang-barang bawaan sang pacar. Sekar mengangguk lalu menuju ke kamar untuk kembali merebahkan tubuhnya. Ma
POV Sekar Sudah lama aku tak berjumpa dengan dosen kesayanganku. Ntahlah, sulit sekali untuk jauh darinya. Mungkin aku benar-benar tergila-gila padanya. Kehidupan kami ibarat pasutri yang sedang di mabuk cinta, tak ada hari tanpa jamahan manja. Namun, semua berubah saat Sulastri mengingatkanku tentang masa aktifku bersama seorang pria. Dia mengatakan padaku bahwa akulah penerus sang nenek yang kelak akan menyumbang pada kesempurnaan kekuatang sang khodam pesinden. Nenekku, Ningsih telah melakukan hubungan badan dengan setidaknya puluhan pria yang aku bahkan lupa berapa jumlah tepatnya. Intinya hanya tersisa sepuluh pria lagi untuk mendapatkan kesempurnaan kekuatan. Sudah dua pria yang aku takhlukkan dalam panasnya bercinta, tubuhku benar-benar merasakan sensasi yang luar biasa setelahnya. Aku mengingat kejadian pertama kali saat bercinta dengan sang dosen, dia memang tidak tahan lama seperti Aryo tapi caranya memanjakanku benar-benar membuatku tergila-gila padanya. Sepertinya
POV SekarMobil kami melaju dengan kecepatan tinggi, Galih terlihat fokus mengendara sebab Ia ingin segera sampai ke kampus, seorang mahasiswa sedang menunggunya untuk bimbingan. Itulah yang dikatakan padaku bahwa dia harus segera menuju ke kampus.Aku hanya mengangguk karena pikiranku masih terbayang area pabrik yang di tengah-tengah pemakaman. Saat aku menginjakkan kaki di sana, aku merasa hawa dingin yang membuat bulu kudukku meremang seperti penghuni gaib sangat menentang keberadaanku, bahkan aku tidak mendengar bisikan Sulastri sama sekali."Bukankah aku sudah bilang, jangan pergi ke sana! Jangan ikut campur tapi kamu malah nekat!" bisik Sulastri yang mungkin hanya mampu di dengarku."Aku tidak merasakan keberadaan khodammu, apa dia sedang pergi?" tanyaku penasaran, sudah berapa kali aku tidak merasakan sosok gaib yang selama ini melindungi pacarku."Dia sedang bersemedi, memulihkan tenaganya, apa yang kita lakukan kemarin merusak pagar yang selama ini melindungiku," ujar pacarku
Rika yang merasa tersudut, memilih untuk pergi meninggalkan Galih dengan senyum tipisnya. Ia melirik ke arah Sekar seolah pertikaian mereka tidak akan berhenti begitu saja. Sekar balik menatap tajam seolah tak takut dengan tatapan penuh intimidasi bosnya. "Sekar, apa kamu yakin bekerja di pabrik garmen milik Rika? Sepertinya kalian tidak cukup akrab?" tanya Galih yang mulai meragukan kerjasama yang mungkin terjalin di antara keduanya."Aku bisa profesional, tenanglah," balas Sekar dengan nada penuh keyakinan, ia berjalan keluar ruang dosen untuk menyembunyikan rasa kesalnya."Kau kira aku perempuan yang lemah? Sudah berapa demit yang ku lawan? Apalagi seorang Ratu Jawa sekalipun! Aku tidak takut! Aku adalah Ratu untuk diriku sendiri!" teriak Sekar di sepanjang koridor, ia paling tidak suka jika ada yang meremehkannya."Kau jangan takabur Sekar! Aku yang sudah berusia ribuan tahunpun tidak berani masuk ke pabrik garmen itu. Dalam pandanganku, pabrik itu adalah kerajaan besar yang di p
"Bagaimana Mbak Sekar, apakah ada yang perlu ditanyakan?" ujar Leo pada Sekar yang terlihat sudah siap bekerja, sorot matanya menyiratkan bahwa dia sudah siap untuk bekerja. "Saya hanya ingin lebih tahu sejarah pabrik ini seperti luasnya, pembagian ruangannya dan kenapa mendirikan pabrik di tengah area pemakaman?" tanya Sekar yang tak mampu lagi menahan rasa penasarannya. "Kalau begitu mari ikut saya, kita sama-sama mengelilingi pabrik garmen ini," jawab Leo sambil tersenyum. Sekar hanya mengangukkan kepala mengikuti staf HR berjalan ke luar ruangannya. "Tadi Mbak lihat sendiri, staf HR hanya tiga orang karena kepala HR tidak masuk kerja, beliau sakit selama tiga hari," ujar Leo mulai membuka perbincangan. "Pabrik ini memiliki luas sekiar 1 hektar yang terbagi menjadi 3 bangunan utama. Bangunan tempat saya bekerja adalah gedung A, isinya terkait adminstrasi pabrik dan ruang kerja para eksekutif termasuk ruang Ibu Rika selaku Dirut dan CEO. Gedung B adalah ruang produksi dan
Pov Sekar Arum Aku terkejut melihat nenek yang terlihat seperti ingin membunuhku. Aroma melati menusuk hidungku, hingga aku bersin berkali-kali. Kutatap ular itu semakin membesar, sangat menyeramkan. Dilema menyapaku, mana jalan yang harus kupilih? Bertarung dengan ular atau nenekku sendiri? "Sekar, ke marilah! Aku merindukannmu!" ucapnya sekali lagi, hendak mempengaruhiku. "Sulastri, katakan sesuatu! Aku bingung harus memilih yang mana?" Masih tak ada jawaban dari sana. Aku kembali memusatkan pikiranku, lagi-lagi nihil. Akhirnya kuputuskan untuk masuk ke terowangan di mana nenekku berada. "Bagus, kamu memang cucu terbaikku," Wanita muda itu berjalan diiringi suara gamelan yang membuat Sekar justru meras sesak, bahkan berkali-kali terjatuh, langkahnya terasa berat, kepala mau pecah."Nenek? Apa yang kamu lakukan padaku?" "Aku bukan nenekmu ..." teriaknya lalu wajah perlahan berubah menjadi tua, rambutnya memutih! Dialah Sari! Orang yang telah menghancurkan hidup Ningsih!
Pov Sekar Jantungku berdengup kencang. Hawa dingin menghampiriku, membuat tubuhku terasa ngilu, susah digerakkan. Langkah terasa berat hingga tetesan darah mulai membasahi kaki dan tanganku. Darah ini ibarat kulitku yang robek karena melawan angin yang terasa menghalangi langkahku. Kulihat dua terowongan besar, sisi kanan kosong dan sisi kiri terdapat siluet pria yang berjalan mendekatiku "Galih ...." gumamku. Aku tak percaya bisa melihatnya di sini. Sosok yang sangat kucintai dan kurindukan. "Sekar, kenapa kau berdiri di situ? Tidakkah kau ingin memelukku?" Ucapan itu membuatku kembali mengenang manisnya hubungan kita yang telah lalu. Dia adalah sosok pelindungku yang selalu menemani dan mejagaku saat makhluk astral hendak menguasai tubuhku. Aroma tubuhnya masih sama sepeti kita terakhir kali bercinta, melepaskan seluruh hasrat di jiwa. Dia adalah sosok yang apa adanya, memperlakukanku bak ratu dan selalu memujiku terlebih saat permaianan ranjang yang membara. Dia berkali-kal
Sekar mencoba memikirkan kembali apa yang diucapkan oleh Sulastri. Akankah ia merelakan begitu saja orang yang dulu sangat dicintainya? Hatinya gamang, ia terus menatap ke jendela kamarnya, resah dan gelisah.Sementara itu di ruang tamu, Wiryo nampak putus asa. Mungkin ia harus meminta tolong pada orang lain karena Sekar telah menolaknya."Baiklah Surti, kami harus pergi, mungkin selama ini kami selalu merepotkan keluargamu," ujarnya dengan tatapan menunduk, bergegas untuk pulang.Pagi itu cuaca mendung, awan hitam menyelimuti desa seolah hujan akan segera turun, kedua orang tua yang cemas itu bingung, bagaimana cara menyelamatkan Aryo yang tersandera oleh makhluk halus."Pak, gimana nasib anak kita? Kita harus bergegas," ucap wanita yang telah menyelamatkan Aryo.Wiryo, berpikir keras hingga ia tak sempat menyalakan mobil. Ia, istri dan Siti tengah melamun, mencari cara untuk menyelamatkan Aryo hingga hujan deras akhirnya mengguyur desa, aroma tanah mulai tercium seolah memberikan se
Siti bergegas turun dari motor kang ojek yang ditemuinya di jalan, tak lupa ia membayar dan tak mengambil kembaliannya. Waktunya terbatas! Dengan langkah kaki penuh harap, ia belari menyibak dinginnya pagi, fajar baru saja menyingsing tak mengurungkan langkahnya untuk menyelamatkan mantan tunangannya, Aryo yang kini berada dalam genggaman adiknya sendiri, Seruni! Napasnya terengah-engah, ia terus mengetuk pintu rumah yang pernah menjadi saksi bisu atas batalnya pernikahan yang seharusnya terjadi padanya. "Mau apa kamu datang ke sini?" tanya Ibu Aryo yang belum mengetahui jika nasib anaknya sedang di ujung tanduk. "Bu, Aryo dalam bahaya, kita harus menyelamatkannya," ujarnya sambil mengatur nafas yang terus memburu. Wanita paruh baya tertegun saat mendengar mantan calon menantunya mengatakan hal buruk tentang anaknya, ia bergegas menyuruhnya masuk untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Tak lupa ia terus memanggil Wiryo, suaminya. Hatinya mulai gelisah ternyata fira
Aryo tengah tertidur lelap, terlihat seseorang tengah mengendap-endap ke dalam kamarnya. Ia kini duduk di tepi ranjangnya sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya. "Mas Aryo, bangunlah," bisik Siti lirih. Aryo yang belum sepenuhnya sadar, mulai mengusap-usap matanya. Ditatapnya mantan tunangannya yang terlihat panik."Siti, kamu kenapa?"Tanpa pikir panjang, ia menarik tangan Aryo secara paksa. Pria yang baru saja bangun itu terlihat pasrah saat dirinya hendak dibawa ke suatu tempat."Malam ini adalah malam ritual desa, kamu harus melihat siapa sebenarnya orang yang akan kau nikahi," sahut Siti dengan terus menarik tangan Aryo ke suatu tempat.Kini mereka sudah tiba di balai desa, hawa dingin menyeruak hingga terasa menusuk kulit. Aryo beberapa kali menggosok-gosok tangannya karena merasa kedinginan, berbeda dengan Siti dan orang-orang yang berkumpul itu, mereka terlihat baik-baik saja."Sebentar lagi upacara akan dimulai, biasanya ayah yang memimpin tapi sang gadis pilihan akan ditentu
Pov Aryo Malam itu telah menjadi awal petaka yang menghampiriku. Bagaimana tidak? Tubuhku terasa dikendalikan oleh sosok tak kasat mata yang seolah membimbingku untuk datang ke kamar gadis yang cukup menarik perhatianku, Seruni. Masih teringat awal pertemuanku dengannya di sebuah mobil saat aku hendak menjemput Sekar atas permintaan Seno, adiknya. Waktu itu hatiku masih tertaut padanya, mantan pacar yang sudah begitu lama bersemayam dihatiku harus berakhir sebab dia lebih memilih dosen mudanya. Awalnya aku masih berduka tatkala mengetahui fakta jika adik kandungku yang baru saja kuketahui, Setyo meninggal tidak wajar. Dengan tekad kuat dan bantuan Seruni mantan pacarnya, aku memutuskan untuk mencari tahu kebenaran atas kematian adikku dan membalaskan dendamnya. Seruni, gadis berparas manis dan lembut kuajak untuk menelusuri penyebab kematian pacarnya yang tidak lain adalah adikku. Kami sepakat menjalin hubungan palsu untuk meyakinkan ayahnya agar aku diijinkan masuk kembali pada k
"Seruni, maaf, aku sudah kelewatan," ujar Aryo sambil fokus mengemudikan motornya. "Mas, bukankah kita akan menikah, kenapa harus minta maaf?" sahut Seruni sambil memeluk tubuh pria yang kini telah memiliki ruang tersendiri di hatinya. Jantung Aryo berdegup kencang, ia merasa terhipnotis dengan segala ucapan Seruni, seolah hal itu adalah perintah yang tak bisa dilanggar. "Aku akan bicara pada ayah untuk mempercepat pertunangan kita," ucapnya sambil merapatkan tubuhnya. Di sisi lain, Sekar tengah memendam rasa cemburunya. Masih terngiang dibenaknya saat Aryo bercumbu dengan Seruni di sebuah warung yang nampak tutup. Nafasnya memburu seolah menahan amarah atas adegan yang mencabik perasaannya. "Sepertinya kau cemburu, sayang sekali jika Aryo berhasil masuk perangkap Seruni padahal sedikit lagi dia akan menjadi budak di kerajaanku," bisik Sulastri yang selalu memprovokasi Sekar. Sesampainya di rumah, ia segera masuk kamar. Nafsu makannya seolah hilang sejak melihat sang manta
"Seruni, apa yang terjadi?" tanya Aryo yang baru saja dari pingsannya, kepalanya terasa berat. "Mas, tadi pingsan, mungkin kelelahan, ayo makan dulu," sahut Seruni sambil menyuapinya semangkok bubur yang telah dimasak. Itu bukanlah bubur biasa karena terdapat jampi-jampi pemikat yang membuat pemakannya akan menjadi tergila-gila pada si pemberi. Aryo terlihat kelaparan hingga bersih tak tersisa, tenaganya seperti terisi kembali. Ditatapnya Seruni, entah mengapa wajahnya terlihat cantik dan bersinar tapi dirinya mencoba mengabaikannya. "Bagaimana? Apakah kamu telah menemukan petunjuk kematian adikku?" tanya Aryo yang masih gelisah, sudah seminggu ia berada di sana tapi tak menemukan apa-apa. Senyum sumringah Seruni hilang, belum ada tanda-tanda peletnya bekerja, bukannya memuji dirinya malah menanyakan adiknya yang telah tewas, sial! Batinnya. "Mas, aku belum menemukan petunjuk apapun, sepertinya kita harus behubungan lebih dekat agar mereka percaya padaku," ujar Seruni bohong, di
"Pak, kenapa Mas Aryo belum sadar juga?" ujar Seruni yang gelisah. Seruni khawatir jika hal buruk menimpa Aryo, kehilangan Setyo sudah memberi luka dalam untuknya, jangan sampe hal serupa terjadi pada kakaknya. Aryo perlahan membuka mata, tubuhnya terasa lemah. Perlahan ia menggerakkan tangannya, menunjuk ke arah pintu yang terdapat nenek sedang tersenyum kecil padanya. Seruni lega melihat pacar palsunya telah siuman tapi ia terkejut melihat Aryo yang menunjuk ke arah pintu seoalah ada seseorang di sana padahal tidak ada siapa pun. "Ada apa, Mas?" "Nenek Sari ..." Aryo pingsan kembali membuat seisi rumah panik kecuali sang kades, pemilik murah. "Dia pasti terkejut melihat ibu, biarlah," ujar sang kades terlihat acuh. "Apa maksud ayah? Bukankah nenek sudah meninggal?" sahut Seruni yang kebingungan. Ayahnya tak menjawab, dia justru duduk di meja makan. Menyalakan rokoknya dengan tatapan kosong. Pria itu sepertinya lelah, ternyata sang ibu belum mengakhiri "perburuannya