POV Sekar Tidak terasa waktu magangku di perusahaan Garmen ini kurang dari dua minggu lagi. Skripsiku juga sudah rampung berkat bantuan dari Sandy, bule yang tengah tinggal bersamaku. Anehnya meski kami tinggal bersama hampir dua bulan, ia tak pernah menyentuhku bahkan bersikap seperti pelindungku. Semenjak kedekatan si bule, Sulastri seperti perlahan menjauh. Bahkan ketika tiap kali aku iseng-iseng memanggilnya, dia tak kunjung juga menampakkan wujudnya, apa ia semedi di gunung lagi? Entahlah. Keberadan Sandy seringkali memudahkan pekerjaanku dalam menuliskan laporan atau pencarian data saat skripsi, maklum saja, dengan wajah tampan yang mempesona tentu membuat setiap orang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan ingin berbicara dengannya. "Sekar, aku ingin mengajakmu ke rumah nenek buyutku yang katanya keturunan orang indonesia, apakah kamu bersedia?" tanya Sandy dengan senyum ramahnya. aku hanya menganggukkan kepala, senang jika diperkenalkan dengan keluarga Sandy yang
Sandy mengernyitkan dahinya, tak percaya dengan apa yang baru saja di katakan oleh Sekar. Matanya berbinar menandakan terkejut dan terharu jika yang dikatakan gadis jawa ini adalah kebenaran. "Apakah benar yang kau katakan? Jadi kamu adalah titisan getih wangi yang terakhir?" tanya Sandy sambil memegang tangan Sekar. Sekar hanya menganggukkan kepala, ternyata pengakuannya bukanlah hal yang buruk. "Aku tidak percaya ini! Ya Tuhan, terima kasih! Aku sudah mencarimu sejak pertama kali menginjakkan kaki di indonesia, tanah kelahiran leluhurku yang menyimpan banyak misteri," sahutnya dengan tatapan penuh kesedihan, lalu mengajak Sekar untuk duduk di sebelahnya. "Lukisan ini adalah leluhurku, aku adalah keturunan genarasi ketiga dari Jenderal Van Derr dan Nyai Kartini. Aku ingat saat nenekku bercerita tentang kutukan dari seorang gundik bernama Suratmi. Ia sakit hati akibat buyutku tidak mengajaknya dalam upaya menyelamatkan diri, ia justru dibiarkan sendiri bersama bayi yang baru s
POV Sekar Arum Aku terbangun dari mimpiku, yah... sebuah mimpi yang terasa sangat nyata. Kini aku berada di tengah-tengah pemakaman yang masih berada di area pabrik garmen. Aku menatap sekelilingku yang dipenuhi kerumunan orang berjubah hitam, aku tidak bisa melihat wajah mereka karena malam pekat sangat membatasi penglihatanku. Aku hanya mengandalkan pendengaranku, mencoba memperhatikan apa yang mereka bicarakan. Aku merasa tubuhku sulit digerakkan, ternyata mereka mengkafani tubuhku, mirip seperti mayat yang akan dikubur dengan kain warna hitam. Aku mendengar sesosok manusia berjalan mendekatiku, sepertinya mereka berdua adalah pemimpin sekte ini. Aku terus menerus memanggil Sulastri tapi nihil, aku sama sekali tidak bisa merasakan keberadaannya. "Aku tidak mengira kamu memilih untuk memimpin upacara persembahan ini, apa kamu yakin akan mengorbankan gadis yang begitu kamu cintai?" ujar seorang wanita yang tidak asing di telingaku. "Aku tidak punya pilihan, aku harus memilih di
"Tuan, ada berita buruk! Galih mencoba mengakhiri hidupnya saat ritual penyatuan dua kerajaan utara dan selatan!" tegas Patih Andara, salah satu orang kepercayaan sang raja. "Apa maksudmu? Tidak mungkin Tuan Galih melakukan tindakan sebodoh itu!" sanggah Raja Jawa, khodam yang selama ini membersamai keluarga Galih. "Mata-mata baru saja melihat kejadian saat dia menghunuskan pedang tepat di jantungnya, kecil kemungkinan akan selamat," ucap Patih yang semakin membuat sang khodam cemas. Khodam Raja Jawa segera memutuskan untuk terbang ke alam manusia. Kekuatannya semakin melemah akibat serangan membabi buta dari pihak Kerajaan Ratu Jawa. "Maafkan aku, Tuanku. Aku tidak bisa melindungimu bahkan di saat nyawamu dalam bahaya," gumam sang khodam dengan penuh penyesalan. Flashback sebelum Ritual penumbalan Sekar ... "Apa tidak ada cara lain menyelamatkannya?" tanya Galih yang sebenarnya masih sakit hati dengan kelakuan Sekar yang tega mengkhianatinya dengan bercinta dengan pria la
POV Raja Jawa Aku adalah pelindung keturunan Raden Wijaya. Janji padanya akan aku pegang sampai akhir masa hidupku. Hal ini kulakukan atas seluruh dedikasinya dalam membantu untuk mempertahankan kerajaan yang saat itu di kepung oleh pasukan jin musrik, ternyata di pimpin oleh patihku sendiri. Dulunya aku adalah seorang raja yang dinilai berhasil mensejahterakan rakyatnya. Niatku kala itu hanya untuk penyebaran islam di kalangan jin-jin yang awalnya masih non muslim. Namun, dengan gaya berdakwahku yang dinilai mampu membuat mereka luluh, semakin banyak pengikutku membuat kerajaanku semakin besar pula. Kala itu Patih Baasyir sedang mengalami sakit yang tak biasa, kekuatannya semakin lemah hingga akhirnya tak mampu lagi membantuku dalam menjalankan pemerintahan. Di saat aku kebingungan mencarinya, muncullah pemuda bernama Angkara yang membantuku menumpas beberapa pemberontakan di daerah perbatasan. Aku terpesona dengan pemikirannya yang matang dan gaya komunikasinya yang cakap, h
"Dok, bagaimana kondisi tunangan saya?" tanya Rika yang cemas dengan kondisi pacarnya yang masih kritis dan belum menunjukkan perubahan lebih baik. "Berdasarkan observasi yang sudah kita lakukan, belum ada tanda-tanda kondisi pasien membaik, hanya keajaiban yang bisa menyelamatkannya," sahut dokter yang membuat semua orang yang berada di sana semakin sedih. "Dok, lakukan sesuatu! Aku tidak ingin kehilangan anak lelakiku satu-satunya!" teriak Ibu Galih yang baru tiba di rumah sakit, bersama dengan anak perempuan dan suaminya. "Bu, tenanglah, ini rumah sakit jangan berbuat keributan," ujar Ayah Galih yang mencoba menenangkan istrinya. Tiba-tiba beberapa polisi mendatangi rumah sakit, mereka hendak menangkap Rika atas tuduhan dalang dari menghilangnya orang-orang di pabrik garmen dan kematian para pekerja yang dinilai janggal oleh keluarga. Rika nampak pasrah saat di gelandang ke kantor polisi. Ibu Galih yang mendengar alasan penangkapan, mendadak pingsan sebab shock saat menge
"Bu, tenanglah! Kita ke sini ingin menyampaikan amanat terakhir anak kita agar dia bisa tenang di alam sana, bukan malah membuat keributan seperti ini!" bentak Ayah Galih mencoba menenangkan istrinya yang justru melabrak Sekar. "Pak! Gara-gara menolong gadis ini, anak kita mati Pak! Apa kamu nggak paham perasaanku?" teriak Ibu Galih yang masih berduka, ia memperoleh informasi dari Rika jika ritual itu gagal karena Galih hendak menyelamatkan Sekar dengan mengorbankan dirinya sendiri. "Kalian jika ingin menyakiti anakku, pergilah! Jangan buat kekacauan di rumahku!" bentak Surti yang geram melihat tindakan semena-mena tamu tak di undang itu. "Bu, Maafkan kami, ijinkan saya meminta maaf pada kalian atas nama keluarga saya. Tujuan kami datang ke mari hanya untuk memberikan sebuah surat wasiat dari anak kami, Galih," ujar Ayah Galih dengan wajah penuh kesedihan, menyesal karena tidak bisa menyelamatkan anaknya. Ibu Galih nyaris pingsan, tubuhnya semakin lemah. Dengan kebesaran hati Surt
"Nak, apa kamu yakin pergi bersama keluarga dosen itu? Ibu khawatir akan terjadi hal buruk padamu," tanya Surti kembali memastikan keputusan anaknya. Sekar terdiam sejenak, menatap ibunya dengan tatapan penuh keyakinan meski air matanya belum mengering. Ia menghentikan aktivitasnya yang tengah sibuk memasukkan pakaian ke dalam tasnya. "Bu, aku sudah banyak melewati kesulitan hidup, hampir mati berkali-kali tapi untungnya, aku masih bisa bertemu ibu saat ini. Anggap saja sudah saatnya aku membalas budi Mas Galih, orang yang selama ini telah menolongku," sahut Sekar sambil memegang tangan ibunya, seolah meminta restu. Surti tak bisa lagi menahan keinginan anaknya, meski dalam hati rasanya berat. Ia mencoba mengikhlaskan kepergian anaknya dan berharap sang anak dapat pulang dengan selamat. "Mbak, tolong hubungi aku jika butuh bantuan, aku dan Mas Aryo akan siap membantu," ujar Seno, adik laki-lakinya yang selama ini selalu mengkhawatirkan kakaknya. "Kamu nggak perlu khawatir, c
Pertempuran antara Seruni dan Sekar sangatlah tidak seimbang! Seruni yang telah menerima penuh kekuatan dari Sari nampak lebih kuat daripada Sekar yang masih setengah hati menerima kehadiran khodamnya."Bagaimana Sekar? Sebentar lagi sukmaku akan tertawan dalam kerajaan Dewi Kesuburan dan kamu akan mati!"Sekar yang tergeletak, hampir menyatu dengan tanah, tubuhnya tak bisa digerakkan akibat lilitan tali gaib yang tak kasat mata."Seruni, siapakah kau sebenarnya, apa salahku padamu?"Seruni yang tersenyum penuh kemenangan, memutuskan untuk memberikan penglihatan masa lalunya pada Sekar.Flash back Seruni...Kala itu Kades Slamet, ayah dari Seruni sangat cemas menanti kelahiran anak terakhirnya. Ia mondar-mandir di depan kamar, menunggu sang istri lahir dengan bantuan dukun. Ia terus menerus memainkan jari jemarinya, berdoa berkali-kali agar tidak dikaruniai anak laki-laki.Bukannya sang kades tak ingin, dia hanya ingin melindungi anak-anaknya. Masih teringat jelas detik-detik kematian
Pov Sekar Arum Aku terkejut melihat nenek yang terlihat seperti ingin membunuhku. Aroma melati menusuk hidungku, hingga aku bersin berkali-kali. Kutatap ular itu semakin membesar, sangat menyeramkan. Dilema menyapaku, mana jalan yang harus kupilih? Bertarung dengan ular atau nenekku sendiri? "Sekar, ke marilah! Aku merindukannmu!" ucapnya sekali lagi, hendak mempengaruhiku. "Sulastri, katakan sesuatu! Aku bingung harus memilih yang mana?" Masih tak ada jawaban dari sana. Aku kembali memusatkan pikiranku, lagi-lagi nihil. Akhirnya kuputuskan untuk masuk ke terowangan di mana nenekku berada. "Bagus, kamu memang cucu terbaikku," Wanita muda itu berjalan diiringi suara gamelan yang membuat Sekar justru meras sesak, bahkan berkali-kali terjatuh, langkahnya terasa berat, kepala mau pecah."Nenek? Apa yang kamu lakukan padaku?" "Aku bukan nenekmu ..." teriaknya lalu wajah perlahan berubah menjadi tua, rambutnya memutih! Dialah Sari! Orang yang telah menghancurkan hidup Ningsih!
Pov Sekar Jantungku berdengup kencang. Hawa dingin menghampiriku, membuat tubuhku terasa ngilu, susah digerakkan. Langkah terasa berat hingga tetesan darah mulai membasahi kaki dan tanganku. Darah ini ibarat kulitku yang robek karena melawan angin yang terasa menghalangi langkahku. Kulihat dua terowongan besar, sisi kanan kosong dan sisi kiri terdapat siluet pria yang berjalan mendekatiku "Galih ...." gumamku. Aku tak percaya bisa melihatnya di sini. Sosok yang sangat kucintai dan kurindukan. "Sekar, kenapa kau berdiri di situ? Tidakkah kau ingin memelukku?" Ucapan itu membuatku kembali mengenang manisnya hubungan kita yang telah lalu. Dia adalah sosok pelindungku yang selalu menemani dan mejagaku saat makhluk astral hendak menguasai tubuhku. Aroma tubuhnya masih sama sepeti kita terakhir kali bercinta, melepaskan seluruh hasrat di jiwa. Dia adalah sosok yang apa adanya, memperlakukanku bak ratu dan selalu memujiku terlebih saat permaianan ranjang yang membara. Dia berkali-kal
Sekar mencoba memikirkan kembali apa yang diucapkan oleh Sulastri. Akankah ia merelakan begitu saja orang yang dulu sangat dicintainya? Hatinya gamang, ia terus menatap ke jendela kamarnya, resah dan gelisah.Sementara itu di ruang tamu, Wiryo nampak putus asa. Mungkin ia harus meminta tolong pada orang lain karena Sekar telah menolaknya."Baiklah Surti, kami harus pergi, mungkin selama ini kami selalu merepotkan keluargamu," ujarnya dengan tatapan menunduk, bergegas untuk pulang.Pagi itu cuaca mendung, awan hitam menyelimuti desa seolah hujan akan segera turun, kedua orang tua yang cemas itu bingung, bagaimana cara menyelamatkan Aryo yang tersandera oleh makhluk halus."Pak, gimana nasib anak kita? Kita harus bergegas," ucap wanita yang telah menyelamatkan Aryo.Wiryo, berpikir keras hingga ia tak sempat menyalakan mobil. Ia, istri dan Siti tengah melamun, mencari cara untuk menyelamatkan Aryo hingga hujan deras akhirnya mengguyur desa, aroma tanah mulai tercium seolah memberikan se
Siti bergegas turun dari motor kang ojek yang ditemuinya di jalan, tak lupa ia membayar dan tak mengambil kembaliannya. Waktunya terbatas! Dengan langkah kaki penuh harap, ia belari menyibak dinginnya pagi, fajar baru saja menyingsing tak mengurungkan langkahnya untuk menyelamatkan mantan tunangannya, Aryo yang kini berada dalam genggaman adiknya sendiri, Seruni! Napasnya terengah-engah, ia terus mengetuk pintu rumah yang pernah menjadi saksi bisu atas batalnya pernikahan yang seharusnya terjadi padanya. "Mau apa kamu datang ke sini?" tanya Ibu Aryo yang belum mengetahui jika nasib anaknya sedang di ujung tanduk. "Bu, Aryo dalam bahaya, kita harus menyelamatkannya," ujarnya sambil mengatur nafas yang terus memburu. Wanita paruh baya tertegun saat mendengar mantan calon menantunya mengatakan hal buruk tentang anaknya, ia bergegas menyuruhnya masuk untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Tak lupa ia terus memanggil Wiryo, suaminya. Hatinya mulai gelisah ternyata fira
Aryo tengah tertidur lelap, terlihat seseorang tengah mengendap-endap ke dalam kamarnya. Ia kini duduk di tepi ranjangnya sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya. "Mas Aryo, bangunlah," bisik Siti lirih. Aryo yang belum sepenuhnya sadar, mulai mengusap-usap matanya. Ditatapnya mantan tunangannya yang terlihat panik."Siti, kamu kenapa?"Tanpa pikir panjang, ia menarik tangan Aryo secara paksa. Pria yang baru saja bangun itu terlihat pasrah saat dirinya hendak dibawa ke suatu tempat."Malam ini adalah malam ritual desa, kamu harus melihat siapa sebenarnya orang yang akan kau nikahi," sahut Siti dengan terus menarik tangan Aryo ke suatu tempat.Kini mereka sudah tiba di balai desa, hawa dingin menyeruak hingga terasa menusuk kulit. Aryo beberapa kali menggosok-gosok tangannya karena merasa kedinginan, berbeda dengan Siti dan orang-orang yang berkumpul itu, mereka terlihat baik-baik saja."Sebentar lagi upacara akan dimulai, biasanya ayah yang memimpin tapi sang gadis pilihan akan ditentu
Pov Aryo Malam itu telah menjadi awal petaka yang menghampiriku. Bagaimana tidak? Tubuhku terasa dikendalikan oleh sosok tak kasat mata yang seolah membimbingku untuk datang ke kamar gadis yang cukup menarik perhatianku, Seruni. Masih teringat awal pertemuanku dengannya di sebuah mobil saat aku hendak menjemput Sekar atas permintaan Seno, adiknya. Waktu itu hatiku masih tertaut padanya, mantan pacar yang sudah begitu lama bersemayam dihatiku harus berakhir sebab dia lebih memilih dosen mudanya. Awalnya aku masih berduka tatkala mengetahui fakta jika adik kandungku yang baru saja kuketahui, Setyo meninggal tidak wajar. Dengan tekad kuat dan bantuan Seruni mantan pacarnya, aku memutuskan untuk mencari tahu kebenaran atas kematian adikku dan membalaskan dendamnya. Seruni, gadis berparas manis dan lembut kuajak untuk menelusuri penyebab kematian pacarnya yang tidak lain adalah adikku. Kami sepakat menjalin hubungan palsu untuk meyakinkan ayahnya agar aku diijinkan masuk kembali pada k
"Seruni, maaf, aku sudah kelewatan," ujar Aryo sambil fokus mengemudikan motornya. "Mas, bukankah kita akan menikah, kenapa harus minta maaf?" sahut Seruni sambil memeluk tubuh pria yang kini telah memiliki ruang tersendiri di hatinya. Jantung Aryo berdegup kencang, ia merasa terhipnotis dengan segala ucapan Seruni, seolah hal itu adalah perintah yang tak bisa dilanggar. "Aku akan bicara pada ayah untuk mempercepat pertunangan kita," ucapnya sambil merapatkan tubuhnya. Di sisi lain, Sekar tengah memendam rasa cemburunya. Masih terngiang dibenaknya saat Aryo bercumbu dengan Seruni di sebuah warung yang nampak tutup. Nafasnya memburu seolah menahan amarah atas adegan yang mencabik perasaannya. "Sepertinya kau cemburu, sayang sekali jika Aryo berhasil masuk perangkap Seruni padahal sedikit lagi dia akan menjadi budak di kerajaanku," bisik Sulastri yang selalu memprovokasi Sekar. Sesampainya di rumah, ia segera masuk kamar. Nafsu makannya seolah hilang sejak melihat sang manta
"Seruni, apa yang terjadi?" tanya Aryo yang baru saja dari pingsannya, kepalanya terasa berat. "Mas, tadi pingsan, mungkin kelelahan, ayo makan dulu," sahut Seruni sambil menyuapinya semangkok bubur yang telah dimasak. Itu bukanlah bubur biasa karena terdapat jampi-jampi pemikat yang membuat pemakannya akan menjadi tergila-gila pada si pemberi. Aryo terlihat kelaparan hingga bersih tak tersisa, tenaganya seperti terisi kembali. Ditatapnya Seruni, entah mengapa wajahnya terlihat cantik dan bersinar tapi dirinya mencoba mengabaikannya. "Bagaimana? Apakah kamu telah menemukan petunjuk kematian adikku?" tanya Aryo yang masih gelisah, sudah seminggu ia berada di sana tapi tak menemukan apa-apa. Senyum sumringah Seruni hilang, belum ada tanda-tanda peletnya bekerja, bukannya memuji dirinya malah menanyakan adiknya yang telah tewas, sial! Batinnya. "Mas, aku belum menemukan petunjuk apapun, sepertinya kita harus behubungan lebih dekat agar mereka percaya padaku," ujar Seruni bohong, di