Sekar dan Galih segera menuju rumah mantan ibu kosnya untuk melakukan negosiasi. Keduanya optimis mampu mengubah pikiran sang ibu kos sebab mereka memiliki bukti bahwa Sekar tidak bersalah. Kasus ini berbeda dengan kasus KKN lalu yang memakan banyak korban dan terdapat banyak saksi bahwa yang dilakukan Sekar adalah bentuk penyelamatan diri. Ia terdesak karena diserang anak buah Ki Ageng hingga ia tak segan untuk membalas setiap kekerasan yang dialami. Kasus kesurupan yang kembali terjadi pada Sekar saat ini adalah murni pengaruh dadi arwah nenek penunggu kos yang memiliki dendam pada menantunya yakni sang ibu kos. Maka penyerangan yang dilakukan Sekar ialah dalam kondisi tak sadar dan bukan kesengajaan meski sulit dibuktikan karena tidak ada saksi mata. Kalaupun ada, saksi mata hanya tau bahwa Sekar kesurupan dan tiba-tiba menyerang ibu kos sehingga hal ini mudah dijadikan kasus kriminal oleh sang ibu kos yang merasa dirugikan. Kos itu terlihat sepi seolah tak ada penghuninya. Seka
Sekar merasa bersyukur saat problemnya dengan ibu kos telah usai. Wanita dan suami keduanya itu terlihat pasrah ketika pihak kepolisian membawa keduanya menuju kantor polisi. Wanita itu hanya memandangi Sekar dengan penuh kebencian, ia tak terima jika berakhir dalam jeruji besi. Ia merasa sudah bersusah payah mencapai semuanya namun harus kandas seketika itu juga. Tatapan mata yang menyala mengisyaratkan ia akan kembali membalaskan dendam pada perempuan yang pernah menjadi salah satu penghuni kosnya. Sekar seolah membalas tatapan wanita itu tanpa rasa takut, baginya kebenaran diatas segalanya. Ia yang tumbuh tanpa kasih sayang ayah sebab ayahnya telah meninggal saat masih kanak-kanak, merasa bahwa kebenaran juga bagian dari tanda kasih sayang antar manusia. Oleh karena itu, saat ia tahu jika sang ibu adalah dalang di balik khodam sinden yang selalu mengikutinya, hatinya terasa hancur. Sosok ibu yang begitu ia teladani, hormati dan sayangi tak berbeda seperti sang nenek yang penuh am
Sudah seminggu Sekar bekerja di restoran milik Nendra, teman Galih. Semua nampak baik-baik saja. Restoran itu selalu ramai dengan pelanggan yang datang silih berganti. Sekar terlihat lelah namun semangatnya tidak pudar. Ia sebagai karyawan serabutan harus mampu membagi waktu kuliah dan kerja. Sekar mulai bekerja saat ia telah selesei dengan urusan kuliahnya, awalnya memang tidak mudah sebab ia seringkali kelelahan. Namun, berkat semangat juang yang tinggi ia berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik. Galih seringkali mampir untuk pesan makanan atau sekedar melihat Sekar yang sedang bekerja. "Wah, rutin nih jengukin calon istri," goda Nendra pada sahabatnya. Ia tidak heran melihat kelakukan sahabatnya sebab Galih memang tipe yang mencintai secara ugal-ugalan. Waktu mereka masih berkulih, Nendra menjadi saksi saat Galih jatuh bangun mengejar dosen yang ia kagumi. Namun, ketika tahu sang dosen telah bersuami, ia mundur perlahan sebab tak ingin menghancurkan rumah tangga ses
Sekar terbangun dengan napas tersengal, keringat dingin membasahi pelipis dan tengkuknya. Terdengar irama jantung yang berdetak kencang, seolah baru saja ia dikejar sesuatu yang tak kasat mata. Sekujur tubuhnya terasa berat, seakan sisa mimpi buruk masih mencengkram dan terasa mengerikan. Dalam mimpi itu, Sekar tergeletak di tengah lingkaran tanah lapang yang berbau anyir. Cahaya redup dari lilin-lilin hitam berkedip tak menentu, menampilkan sosok-sosok berjubah gelap yang menggumamkan mantra dengan suara yang bergema di seluruh penjuru. Ia ingin berlari, berteriak, tapi kakinya seolah terpaku ke tanah. Seseorang mendekat. Wajahnya samar, tapi sorot matanya menusuk jantung. Sekar melihat bayangannya sendiri memantul di mata mereka—bukan sebagai manusia, melainkan sebagai tumbal. Sekar meronta, berusaha melepaskan diri, tapi semakin keras ia melawan, semakin erat cengkeraman itu. Lalu, ada cahaya merah menyala, suara jeritan nyaring yang bukan berasal darinya lalu ada tombak yan
Sekar yang sejak pagi telah bergulat dengan tenaganya yang kian menipis, mencoba menghubungi Aryo pacarnya atau Galih sang dosen. Ia merasa tubuhnya terasa berat sehingga sulit untuk digerakkan, seolah ajalnya telah dekat. Ia mencoba mengambil ponsel yang ada di meja sebelah ranjang namun gagal, ia malah terjatuh ke lantai dengan posisi terlentang. "Sekar, apa yang terjadi? Mengapa kamu tiduran di lantai?" Sapa Galih yang tiba-tiba memasuki kamarnya. Tatapannya terlihat penuh kekhawatiran, ia mencoba membopong Sekar agar terbangun dari tempat ia terjatuh. "Terima kasih, Pak Nedra...." ucap Sekar lirih, ia tak bisa banyak berkata-kata sebab merasa tak bertenaga. "Ayo kita pergi agar kamu bisa makan dan memulihkan tenagamu," ajak Nendra sambil menuntun Sekar secara perlahan menuju restoran. Setibanya di restoran, Nendra memesan bubur ayam untuk Sekar agar tenaganya kembali pulih. Namun ketika gadis itu mulai menyantap apa yang dimakannya, perutnya terasa menolak, ia malah memunta
Sekar yang masih lemas, mulai mencoba untuk bangkit dari tempat duduknya, Ia melihat Nendra sedang keluar dari mobil untuk mengambil uang di ATM. Namun, saat ia mulai menginjakkan kakinya keluar mobil, langkahnya tertahan oleh tubuhnya yang terasa berat, akhirnya dia ambruk. Gadis itu mulai membuka matanya, tubuhnya nyaris tak bertenaga namun ia mencoba untuk memperhatikan sekitar, terlihat mobil yang tengah ia tunggangi masih melaju dengan kecepatan sedang. "Kenapa kau mencoba kabur? bukankah sudah ku katakan kau tak akan bisa lari dariku?" Ujar Nendra sambil menyeringai, ia tahu bahwa kabur darinya adalah kesia-siaan. "Kenapa bapak melakukan ini padaku? apa salahku?" sahut Sekar dengan penuh kesedihan, ia tak menyangka bahwa hidupnya akan berakhir setragis ini. Dalam benaknya, Sekar terus menerus berdoa, ia berharap Tuhan segera menolongnya. Namun, ia merasa doanya tak juga didengar sebab ajalnya terasa sudah dekat, padahal ia enggan untuk pergi. Akhirnya ia terus menerus mem
Aryo yang tengah dirasuki Diandra mulai melakukan aksi heroiknya, ribuan pedang dan peluru tak mampu menembus tubuhnya seolah ia telah memiliki kemampuan tak terkalahkan. Lelaki itu terus membantai lawannya tanpa ampun, terlihat puluhan orang telah tumbang dengan beberapa kali pukulan. Galih segera mendekat ke arah Sekar namun ia terhalang Nendra. Terjadi perdebatan sengit diantara keduanya sebelum baku hantam terjadi. "Kau! Lelaki brengsek! ini balasan atas persahabatan kita selama ini! kenapa kau tega!" teriak Galih mengungkapkan segala kekesalannya, ia tak menyangka orang yang dianggap saudara kini menjadi musuh yang begitu kejam! "Kau jangan pernah bicara saudara padaku! apa kau tahu rasanya kehilangan kedua orang tua, hah?!" sahut Nendra tak kalah bengisnya, ia nampak tak merasa bersalah malah terkesan adu nasib. "Lantas apa aku yang harus bertanggung jawab untuk itu? apa kau lupa siapa yang membantumu saat kau tak punya uang untuk sekedar makan atau membayar uang spp? kat
Galih dan Aryo segera membawa Sekar ke rumah sakit, mereka terus berdoa dan berharap jika yang dilakukan belumlah terlambat. Gadis itu masih pingsan tak sadarkan diri. Wajahnya memucat dan tubuhnya dingin. Sesampainya di rumah sakit, Sekar segera dilarikan di UGD kala itu jam masih menunjukkan pukul 02.00 dinihari. Kedua lelaki itu nampak kelelahan dan tertidur di kursi ruang tunggu. Keesokan paginya, terdengar suara lelaki yang berhasil membangunkan mereka berdua. "Permisi, siapa wali pasien atas nama Sekar?" tanya dokter pada kedua lelaki yang nampak saling berebut dan mengaku sebagai pacar. Tiba-tiba terdengar derap langkah kaki yang kian mendekat, terlihat dua orang sedang berjalan menuju depan ruang UGD. "Saya ibunya, bagaimana kondisi anak saya dok?" tanya sang ibu yang nampak panik, ia datang bersama anak lelaki yang merupakan adik kandung Sekar. Sang ibu mendapat kabar saat Aryo tengah perjalanan menjemput Sekar, ia terus mengirim pesan pada sang adik lelaki agar be
Sekar mencoba memikirkan kembali apa yang diucapkan oleh Sulastri. Akankah ia merelakan begitu saja orang yang dulu sangat dicintainya? Hatinya gamang, ia terus menatap ke jendela kamarnya, resah dan gelisah.Sementara itu di ruang tamu, Wiryo nampak putus asa. Mungkin ia harus meminta tolong pada orang lain karena Sekar telah menolaknya."Baiklah Surti, kami harus pergi, mungkin selama ini kami selalu merepotkan keluargamu," ujarnya dengan tatapan menunduk, bergegas untuk pulang.Pagi itu cuaca mendung, awan hitam menyelimuti desa seolah hujan akan segera turun, kedua orang tua yang cemas itu bingung, bagaimana cara menyelamatkan Aryo yang tersandera oleh makhluk halus."Pak, gimana nasib anak kita? Kita harus bergegas," ucap wanita yang telah menyelamatkan Aryo.Wiryo, berpikir keras hingga ia tak sempat menyalakan mobil. Ia, istri dan Siti tengah melamun, mencari cara untuk menyelamatkan Aryo hingga hujan deras akhirnya mengguyur desa, aroma tanah mulai tercium seolah memberikan se
Siti bergegas turun dari motor kang ojek yang ditemuinya di jalan, tak lupa ia membayar dan tak mengambil kembaliannya. Waktunya terbatas! Dengan langkah kaki penuh harap, ia belari menyibak dinginnya pagi, fajar baru saja menyingsing tak mengurungkan langkahnya untuk menyelamatkan mantan tunangannya, Aryo yang kini berada dalam genggaman adiknya sendiri, Seruni! Napasnya terengah-engah, ia terus mengetuk pintu rumah yang pernah menjadi saksi bisu atas batalnya pernikahan yang seharusnya terjadi padanya. "Mau apa kamu datang ke sini?" tanya Ibu Aryo yang belum mengetahui jika nasib anaknya sedang di ujung tanduk. "Bu, Aryo dalam bahaya, kita harus menyelamatkannya," ujarnya sambil mengatur nafas yang terus memburu. Wanita paruh baya tertegun saat mendengar mantan calon menantunya mengatakan hal buruk tentang anaknya, ia bergegas menyuruhnya masuk untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Tak lupa ia terus memanggil Wiryo, suaminya. Hatinya mulai gelisah ternyata fira
Aryo tengah tertidur lelap, terlihat seseorang tengah mengendap-endap ke dalam kamarnya. Ia kini duduk di tepi ranjangnya sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya. "Mas Aryo, bangunlah," bisik Siti lirih. Aryo yang belum sepenuhnya sadar, mulai mengusap-usap matanya. Ditatapnya mantan tunangannya yang terlihat panik."Siti, kamu kenapa?"Tanpa pikir panjang, ia menarik tangan Aryo secara paksa. Pria yang baru saja bangun itu terlihat pasrah saat dirinya hendak dibawa ke suatu tempat."Malam ini adalah malam ritual desa, kamu harus melihat siapa sebenarnya orang yang akan kau nikahi," sahut Siti dengan terus menarik tangan Aryo ke suatu tempat.Kini mereka sudah tiba di balai desa, hawa dingin menyeruak hingga terasa menusuk kulit. Aryo beberapa kali menggosok-gosok tangannya karena merasa kedinginan, berbeda dengan Siti dan orang-orang yang berkumpul itu, mereka terlihat baik-baik saja."Sebentar lagi upacara akan dimulai, biasanya ayah yang memimpin tapi sang gadis pilihan akan ditentu
Pov Aryo Malam itu telah menjadi awal petaka yang menghampiriku. Bagaimana tidak? Tubuhku terasa dikendalikan oleh sosok tak kasat mata yang seolah membimbingku untuk datang ke kamar gadis yang cukup menarik perhatianku, Seruni. Masih teringat awal pertemuanku dengannya di sebuah mobil saat aku hendak menjemput Sekar atas permintaan Seno, adiknya. Waktu itu hatiku masih tertaut padanya, mantan pacar yang sudah begitu lama bersemayam dihatiku harus berakhir sebab dia lebih memilih dosen mudanya. Awalnya aku masih berduka tatkala mengetahui fakta jika adik kandungku yang baru saja kuketahui, Setyo meninggal tidak wajar. Dengan tekad kuat dan bantuan Seruni mantan pacarnya, aku memutuskan untuk mencari tahu kebenaran atas kematian adikku dan membalaskan dendamnya. Seruni, gadis berparas manis dan lembut kuajak untuk menelusuri penyebab kematian pacarnya yang tidak lain adalah adikku. Kami sepakat menjalin hubungan palsu untuk meyakinkan ayahnya agar aku diijinkan masuk kembali pada k
"Seruni, maaf, aku sudah kelewatan," ujar Aryo sambil fokus mengemudikan motornya. "Mas, bukankah kita akan menikah, kenapa harus minta maaf?" sahut Seruni sambil memeluk tubuh pria yang kini telah memiliki ruang tersendiri di hatinya. Jantung Aryo berdegup kencang, ia merasa terhipnotis dengan segala ucapan Seruni, seolah hal itu adalah perintah yang tak bisa dilanggar. "Aku akan bicara pada ayah untuk mempercepat pertunangan kita," ucapnya sambil merapatkan tubuhnya. Di sisi lain, Sekar tengah memendam rasa cemburunya. Masih terngiang dibenaknya saat Aryo bercumbu dengan Seruni di sebuah warung yang nampak tutup. Nafasnya memburu seolah menahan amarah atas adegan yang mencabik perasaannya. "Sepertinya kau cemburu, sayang sekali jika Aryo berhasil masuk perangkap Seruni padahal sedikit lagi dia akan menjadi budak di kerajaanku," bisik Sulastri yang selalu memprovokasi Sekar. Sesampainya di rumah, ia segera masuk kamar. Nafsu makannya seolah hilang sejak melihat sang manta
"Seruni, apa yang terjadi?" tanya Aryo yang baru saja dari pingsannya, kepalanya terasa berat. "Mas, tadi pingsan, mungkin kelelahan, ayo makan dulu," sahut Seruni sambil menyuapinya semangkok bubur yang telah dimasak. Itu bukanlah bubur biasa karena terdapat jampi-jampi pemikat yang membuat pemakannya akan menjadi tergila-gila pada si pemberi. Aryo terlihat kelaparan hingga bersih tak tersisa, tenaganya seperti terisi kembali. Ditatapnya Seruni, entah mengapa wajahnya terlihat cantik dan bersinar tapi dirinya mencoba mengabaikannya. "Bagaimana? Apakah kamu telah menemukan petunjuk kematian adikku?" tanya Aryo yang masih gelisah, sudah seminggu ia berada di sana tapi tak menemukan apa-apa. Senyum sumringah Seruni hilang, belum ada tanda-tanda peletnya bekerja, bukannya memuji dirinya malah menanyakan adiknya yang telah tewas, sial! Batinnya. "Mas, aku belum menemukan petunjuk apapun, sepertinya kita harus behubungan lebih dekat agar mereka percaya padaku," ujar Seruni bohong, di
"Pak, kenapa Mas Aryo belum sadar juga?" ujar Seruni yang gelisah. Seruni khawatir jika hal buruk menimpa Aryo, kehilangan Setyo sudah memberi luka dalam untuknya, jangan sampe hal serupa terjadi pada kakaknya. Aryo perlahan membuka mata, tubuhnya terasa lemah. Perlahan ia menggerakkan tangannya, menunjuk ke arah pintu yang terdapat nenek sedang tersenyum kecil padanya. Seruni lega melihat pacar palsunya telah siuman tapi ia terkejut melihat Aryo yang menunjuk ke arah pintu seoalah ada seseorang di sana padahal tidak ada siapa pun. "Ada apa, Mas?" "Nenek Sari ..." Aryo pingsan kembali membuat seisi rumah panik kecuali sang kades, pemilik murah. "Dia pasti terkejut melihat ibu, biarlah," ujar sang kades terlihat acuh. "Apa maksud ayah? Bukankah nenek sudah meninggal?" sahut Seruni yang kebingungan. Ayahnya tak menjawab, dia justru duduk di meja makan. Menyalakan rokoknya dengan tatapan kosong. Pria itu sepertinya lelah, ternyata sang ibu belum mengakhiri "perburuannya
Aryo tertegun melihat sekelilingnya, sebuah rumah tua yang ditinggal seorang perempuan muda. Ia nampak gelisah, hanya duduk termenung di depan pintu. "Sari, apa yang kamu lakukan? Minggir, Aku mau lewat!" bentak seorang perempuan yang membawa sebuah tas besar, sepertinya dia hendak pergi. "Bu, mau ke mana? Jangan tinggalkan Sari, Bu!" ucapnya sambil menahan tangis, mencoba menghalangi ibunya yang hendak pergi. "Aku nggak sudi hidup miskin dengan bapakmu, aku akan pergi mencari kebahagiaan," sahutnya lalu mendorong anak gadisnya hingga jatuh tersungkur. Di luar terdapat seorang pria yang sedang berada di dalam mobil, wajahnya tampan seperti blasteran bule. Ia melambaikan tangan semacam kode agar sang wanita segera masuk. Sari berlari mengejar mobil itu tapi sia-sia, mobil itu terus melaju dengan kecepatan tinggi hingga sulit digapai. Sari yang terduduk di tanah hanya bisa meratapi kesedihannya, ibunya pergi meninggalkan pria lain sedangkan sang ayah tengah sakit keras. Ga
Aryo dan Seruni memutuskan untuk bergegas kembali ke Desa Seberang, mereka sepakat untuk memainkan sandiwara agar bisa diterima di sana. Surti mengantar kepergian Seruni, rasa terima kasih tak terhingga sebab gadis itu telah menemaninya selama kedua anaknya pergi. "Bu, titip salam ke Mbak Sekar ya, terima kasih untuk kebaikannya selama ini," ujar Seruni berpamitan. Surti hanya tersenyum lalu melambaikan tangannya. "Kasihan Mbak Sekar ya Bu, setelah ditinggal mati pak dosen sekarang ditinggal Mas Aryo juga, takutnya malah perawan tua," ungkap Seno yang justru terkesan meledek Sekar. "Seno, jodoh, rejeki itu sudah ada yang mengatur, kamu jangan bicara sembarangan tentang Mbakmu," sahut Surti yang jengah melihat anak lelakinya justru meledek kakaknya. Seno hanya tersenyum lalu menuju kamar kakaknya, ia beberapa kali mengetuk pintu kamarnya lalu akhirnya di buka. "Ada apa? pagi-pagi berisik kali!" bentak Sekar yang terganggu dengan keusilan adiknya. "Gawat Mbak! Mas Aryo dir