(Dimensi Bumi)Dua sosok berpakaian hitam bersembunyi di dalam bayangan, yang bergerak dengan sangat cepat. Hingga mereka tertangkap oleh sepasang mata, dari seorang pria paruh baya yang berjalan dengan sempoyongan. Tanpa aba-aba salah satu sosok hitam mengeluarkan pedang dari sarungnya, dan langsung menodongkan kearah pria itu.Pria asing itu langsung tersadar dari mabuknya, dan seketika ekspresinya berubah menjadi pucat pasi. Dia tidak bisa mengeluarkan suara sedikitpun, karena rasa takut yang dia rasakan. Dan dia hanya melihat ujung pedang, beserta sosok hitam di hadapannya yang sedang menodongkan pedang itu secara bergantian. Rasa takutnya semakin menjadi, saat dia menatap mata sosok hitam itu yang berbentuk api menyala."Tolong ampuni saya! Jangan bunuh saya!""Sudah sewajarnya kamu hilang dari dunia ini, setelah melihat sosok kami. Jangan salahkan kami yang mengambil nyawamu, tapi salahkan keberuntungan yang tidak berpihak padamu.""Ampunnnnn.....!!!! Tolong...tolong jangan bunu
"A-a-apakah Pangeran memiliki sesuatu dari tempat asal? Mungkin yang Pangeran banyak miliki, jadi kehilangan satu tidak terlalu berpengaruh?"Pria itu mencoba mengorek kekayaan yang dimiliki oleh Kenzo, tanpa dia sadari itu akan menjadi senjata yang berbalik untuk dirinya nanti. Namun saat ini Kenzo yang belum mengetahui apapun, mencoba memikirkan apa yang dikatakan oleh pria itu.Kenzo tampak membuka inventori yang tidak terlihat oleh pria itu, sambil mencari barang yang dia pikirkan. Tidak beberapa lama tangan Kenzo keluar, sambil memegang sebuah batu zamrud merah. Batu itu yang biasa dia gunakan untuk campuran ramuan, ataupun untuk menambah energi saat menyerap kandungan batu itu."Apakah ini bisa dijual di dimensi ini?"Melihat bongkahan batu zamrud merah, mata pria itu langsung berbinar. Walaupun dia orang miskin tapi dia sudah lama berkecimpung di pasar gelap, jadi dia tahu harga jual untuk sebuah bongkahan batu zamrud merah itu. Dia sudah membayangkan bisa menjadi kaya raya, han
Kenzo langsung bertanya tanpa berbasa-basi, sambil mendekat kearah pria paruh baya bernama Beno itu. Sebenarnya Kenzo tahu apa yang telah terjadi sebelumnya, karena ramuan yang telah diminum Beno akan tersambung dengan inderanya.Jadi semua preman itu terbunuh, karena kekuatan magic milik Kenzo. Namun dia berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi, untuk memastikan pria ini akan mengkhianatinya atau tidak. Walaupun pada akhirnya pria itu juga akan kehilangan nyawanya di tangan Kenzo, setelah dia sudah tidak berguna lagi nanti."Saya sudah membawakan yang Pangeran minta."Beno mengatakannya sambil bersimpuh dihadapan Kenzo, dengan wajah yang kembali pucat karena cemas. Dia bahkan tidak berani mendongakkan kepala sedikitpun, karena apa yang terjadi sebelumnya, dia yakin kalau itu berhubungan dengan kedua sosok itu."Sebelumnya apakah saya boleh bertanya, Pangeran?""Apa Pangeran tahu apa yang tadi saya alami? Apakah itu perbuatan Pangeran?"Kenzo hanya berdecak, mendengan pertanyaan Beno
***Entah kenapa tiba-tiba aku berada di sebuah ruangan yang cukup terang, tapi aku sama sekali tidak mengenali tempat ini. Disini banyak tiang-tiang tinggi dan tanaman, tapi semua terlihat berwarna putih. Aku merasa tidak pernah sekalipun datang ke tempat seperti ini, tapi anehnya aku merasa sangat familiar dengan semuanya. Bahkan aku seperti tahu tapi juga tidak tahu dengan ruangan apa itu, aku sendiripun bingung dengan perasaan aneh yang aku rasakan sekarang.Padahal yang terakhir kali aku ingat, aku sedang tidur di kamarku. Tapi saat ini aku terbangun di antah berantah, dan aku tidak tahu apa yang aku lakukan di tempat ini. Aku bangun dari tempatku, dan mulai berjalan menyusuri ruangan itu. Seperti ada sesuatu yang menarikku, tapi aku tidak tahu apa yang sedang menungguku di ujung sana. Yang pasti, aku harus menemukan orang lain untuk menanyakan dimana aku saat ini."Apa ini sebuah istana? Kenapa semua tembok terlihat sangat tinggi-tinggi? Bahkan atapnyapun hampir tidak terlihat,
""Tidak, Deffa. Kamu tidak bermimpi.""Bagaimana mungkin aku tidak bermimpi, jika melihat Nenek disini dan sedang berbicara padaku?"Aku mencoba untuk mengucek mataku berkali-kali, untuk meyakinkan apa yang sedang aku lihat saat ini. Karena yang aku lihat tidak mungkin benar-benar terjadi, apalagi ini nenek yang benar-benar aku rindukan setelah kepergiannya."Nenek memang sudah meninggal, tapi di tempat ini Nenek masih memiliki energi yang tersisa untuk menemuimu, Deffa.""Aku tidak mengerti maksud Nenek, tapi aku sangat bahagia bisa bertemu dengan Nenek lagi. Aku sangat merindukanmu, Nek."Aku mendekat dan mencoba memeluk Nenek, dan saat tubuhku memeluknya ada perasaan hangat yang mengalir kedalam tubuhku. Aku menikmati pelukan itu, karena cukup untukku melepas rasa rinduku kepada beliau yang membuatku merasa sangat kehilangan. Aku benar-benar sangat bersyukur saat ini, bisa bertemu kembali seperti ini. Aku merasa seperti kembali menjadi anak-anak, dan saat aku melihat dari pantulan
Aku melihat Ara sedang berada di sampingku, sambil melihatku dengan tatapan panik. Aku teringat kejadian yang baru saja aku alami, tapi melihat kini aku terbangun apa itu artinya kejadian tadi hanya mimpi. Tapi pembicaraanku dengan Nenek cukup terasa nyata,bahkan aku masih ingat dengan jelas setiap kata yang di sampaikan oleh beliau."Tidak apa-apa, Ara. Kenapa kamu bisa berada disini?""Aku tadi mendengarmu teriak-teriak, jadi aku langsung masuk kesini untuk membangunkanmu. Sebenarnya mimpi apa yang membuatmu berteriak-teriak seperti tadi?""Aku sendiri masih belum yakin dengan apa yang barusan terjadi, bisa beri aku waktu? Aku janji akan menceritakan semuanya setelah aku siap.""Baiklah, aku akan menunggumu di luar. Aku akan menonton televisi di ruang keluarga kalau kamu mencariku.""Baiklah. Terima kasih sudah mau mengerti."Aku duduk dengan badan masih bersender di senderan ranjang, sambil menatap lurus ke arah depan tapi pikiranku tidak fokus dengan apa yang aku lihat. Apakah sem
"Begini. Entah kalian akan percaya atau tidak, tapi aku yakin karena semua terasa sangat nyata.""Sebenarnya ini tentang apa?""Biarkan Deffa menjelaskan dulu, Sayang."Begitulah mereka saling melengkapi, yang satu tidak sabaran sedangkan yang satunya lagi sangat penyabar. Sebenarnya aku cukup bingung harus memulainya dari mana, yang kutakutkan mereka akan menganggap semua yang aku ceritakan hanya mimpi semata. Tapi jika aku tidak menceritakannya pada mereka, aku tidak akan bisa menemukan cara mencari teka-teki dari ingatan yang aku lupakan itu. "Mungkin ceritaku ini akan sedikit panjang, apa kalian tidak masalah?""Tenang saja, kita gak akan menyela ceritamu kali ini.""Terima kasih, El.""Cepatlah cerita, kita semua sudah sangat penasaran dengan apa yang terjadi."Semua tampak menunggu aku bercerita, dengan tatapan tertarik dan penasaran yang terlihat dengan jelas."Sebenarnya semalam aku bermimpi. Dan di dalam mimpiku itu, aku berada di sebuah ruangan yang aneh tapi juga terasa fa
"Tentu aku percaya. Walaupun sulit, tapi kita sudah melihat Ara secara langsung. Jadi ceritamu bisa masuk akal dengan semua kejadian ini, apalagi ditambah dengan cerita Ara barusan."Aku cukup terharu dengan ucapan Bima, dia langsung percaya dengan ceritaku tanpa meragukannya sedikitpun. Padahal aku yang memimpikannya saja, masih merasa ragu dan tidak percaya."Kalau begitu, apa kata-kata Nenek yang kamu ingat, Bim?""Itu sudah cukup lama, jadi aku sudah sedikit lupa dan kurang yakin juga."Bima tampak berpikir dengan keras, aku mengerti jikapun dia lupa apa yang dikatakan Nenek padanya. Apalagi pekerjaannya sudah mengharuskannya mengingat segala macam hal, jadi sangat wajar jika dia lupa."Ayolah, Sayang. Kamu pasti bisa mengingatnya, pasti itu akan sangat membantu kita memecahkan salah satu teka-teki yang ada.""Tidak perlu dipaksakan El, jika memang Bima tidak ingatpun tidak masalah.""Sepertinya aku ingat, Deff!""Benarkah, Bim?""Benarkah, Sayang?"Aku dan Eli bertanya secara ber