Share

6. Pertemuan Pertama

Emi terseyum getir, mematung di ambang pintu ketika suaminya kembali pergi tanpa berbalik sekalipun.

Perasaan Emi terluka, mengingat sebelumnya ia tak pernah diabaikan seperti ini oleh Mike. Atau mungkin, selama ini Mike hanya berpura-pura untuk menyanjung hati Emi, agar perjodohan mereka dapat berjalan lancar.

"Lakukan sesukamu, Mike. Karena setelah rencanaku berhasil, kamu bahkan tak akan bisa mengatakan 'tidak' padaku." batin Emi mantap.

.

.

.

Menjalankan rencananya untuk menjebak dan menemui selingkuhan Mike secara langsung. Emi memutuskan untuk datang lebih awal.

Keberadaannya begitu ganjil di tengah orang-orang yang tengah bersantai di taman Acradia pagi hari itu. Tampilan sederhananya tak mampu menutupi kemewahan status yang dimilikinya.

Emi duduk di kursi taman yang menghadap ke tempat bermain anak-anak. Mengamati sekelilingnya di balik kacamata hitam yang bertengger di telinganya dengan elegan.

Tawa riang para bocah terdengar ringan di tengah kesibukan hari kerja, seolah dunia mereka berada di dimensi yang berbeda. Dan, seorang ayah dengan canggung berdiri di sana—di antara kumpulan para ibu—memantau gadis cilik berusia 2 tahunan yang begitu anteng menduduki tiruan kuda poni yang bahkan tidak bergerak samasekali. Pria itu jika bukan duda, pasti lah seorang pengangguran.

Emi masih duduk rapi di kursi taman yang lembap bekas gerimis mengguyur di malam sebelumnya. Tak ada yang tahu bahwa wanita itu tengah dibendungi rasa marah dan gelisah. Emi berharap Laura tidak menghubungi Mike lagi atau rencananya akan gagal.

Jarum pada jam tangannya telah menunjukkan pukul sepuluh lewat. Matanya kini menelisik ke setiap sudut taman, mengamati setiap wanita, mengandalkan instingnya untuk mencari sosok Laura yang mungkin sudah datang di antara banyaknya wanita yang tengah berada di taman itu.

Saat sibuk dalam pencariannya, seolah ada energi yang membawa pandangan Emi pada sosok wanita muda di arah jam dua, yang tengah berdiri mematung dan dengan jelas sedang memperhatikan ke arahnya.

Belum saja Emi melepas kacamata-nya untuk memastikan dengan jelas sosok gadis itu, tampaknya sang objek terkejut menyadari bahwa kehadirannya sudah diketahui. Gadis itu langsung berbalik arah dan melangkah dengan cepat.

Emi pun langsung beringsut dari tempat duduknya dan mencoba mengejar wanita yang ia yakini merupakan sosok Laura.

"Tunggu!" teriak Emi saat hampir berhasil menyamai langkah wanita yang tampak kesakitan untuk berjalan.

Emi menarik lengan wanita itu hingga berbalik menghadapnya.

Wajahnya sudah berlinang airmata saat menatap Emi. Mereka saling memandang penuh arti, seolah sudah saling paham maksud masing-masing.

"Kamu... Laura?" tanya Emi, suaranya bergetar meskipun ia berusaha untuk tenang.

Laura menepis tangan Emi dengan marah, di matanya terdapat ketakutan.

Emi mencoba mengatakan sesuatu sebelum Laura lebih dulu berkata, "Kamu tak akan pernah bisa memisahkan aku dengan Mike!" cecar gadis itu, mengacungkan telunjuknya pada Emi dengan murka, suaranya tercekat karena menahan tangis.

Emi terdiam sejenak, mencoba memegang kendali situasi saat ini, yang tampaknya Laura merupakan sosok yang emosional.

Dipandangnya, betapa pucat dan lesunya gadis itu, seolah melahirkan bayi telah mengambil masa mudanya, membuat wajah cantiknya tampak kosong.

"Ke mana bayimu?" tanya Emi mengingat Laura baru saja melahirkan beberapa hari yang lalu.

Namun sepertinya, Laura menyimpulkan pertanyaan Emi sebagai ancaman. Tersirat keterkejutan dalam ekspresinya dan sikapnya berubah menjadi lebih agresif.

"Jangan pernah kamu melibatkan semua ini dengan bayiku!" teriak gadis itu membuat orang-orang di sekitar dalam seperkian detik menengok ke arah mereka.

"Aku tak punya urusan dengan anakmu, " Emi menimpali dengan cepat dan langsung memakai kembali kacamatanya, berharap tak ada orang yang mengenali sosoknya sebagai 'Emi si Peri Donasi.'

"Dengar, aku ingin menegaskan kembali bahwa posisiku di sini adalah istri sah Mike," tegas Emi dengan wajah serius, namun tidak dengan Laura.

"Memangnya, ada orang yang tak tahu?" Laura menyindir dengan nada sarkastis, "Pernikahanmu muncul di setiap berita, jadi berhentilah bersikap sok rendah hati."

Emi melipatkan lengannya di dada dengan senyum sinis menanggapi sikap Laura yang sarkas seraya berkata, "Kalau begitu, kamu pasti sudah tahu sejak lama—"

"Jika kamu berpikir aku perusak hubunganmu, mohon maaf, kamu salah besar!" potong Laura yang tampak tidak segan untuk bersikap tidak sopan pada Emi yang jelas lebih tua darinya.

"Kamu bersikap defensif saat ini, Laura." Emi menegaskan betapa memalukannya sikap Laura saat ini.

Laura melengos merasa sedikit malu pada dirinya sendiri.

"Apa kamu memang biasa bertemu di luar seperti ini, dengan suamiku?" tanya Emi yang menyadari bahwa apabila hal itu benar, maka reputasi Mike bisa rusak jika tertangkap paparazi.

"Tidak sejak perjodohan kalian dimulai." jawab Laura dengan kepala menunduk, sikapnya lebih tenang.

"Ayo, kita bicara sebentar." Emi menyarankan untuk bicara di suatu tempat yang lebih nyaman. Namun, Laura menggelengkan kepalanya.

"Tidak... aku... meninggalkan bayiku," ucap gadis itu ragu-ragu.

Mendengar kata 'meninggalkan bayi' membuat alis Emi berkerut tak percaya.

"Kamu tinggal di sekitar sini?" tanya Emi setelah sadar betapa penampilan Laura terbilang sangat santai dengan sweater biru yang membalut gaun pajama dan sandal rumahan.

"Ya... "

Emi berpikir sejenak. Memang ada beberapa apartemen di sekitar taman ini.

"Bisakah kita bicara di tempatmu?"

"Jangan konyol..." sergah Laura mendengar saran Emi.

"Aku tak akan menyakitimu ataupun bayimu, Laura." Emi menatap Laura dengan serius dan cukup hangat, "Aku janji."

Laura menarik napas panjang sebelum berjalan dan memberi gestur pada Emi untuk mengikutinya.

.

.

.

"Jadi... Sudah berapa lama hubungan kalian?" tanya Emi yang kini tengah duduk di sofa apartemen tempat Laura dan bayinya tinggal.

Betapa Emi ingin memporak-porandakan ruangan itu, di mana terpajang potret sosok pria yang selama ini ia banggakan tampak begitu bahagia dalam foto itu, bersama dengan wanita lain.

Belum lagi, Emi harus menahan rasa sakitnya saat melihat bayi di pangkuan Laura, yang pada faktanya merupakan hasil hubungan suaminya dan wanita yang lebih muda darinya.

"Aku mengenal Mike selama 7 tahun, tapi..." jawab Laura yang kini tampak berbeda dengan saat pertama kali bertemu, "tapi... aku tak tahu tepatnya hubungan kami dimulai."

Emi merasa hatinya terhenyak, ia tidak menyangka sudah selama itu Laura dan Mike saling mengenal. Emi menciut merasa dirinya hanya berada seujung kuku dalam mengenal suaminya sendiri dibandingkan dengan Laura.

"Di mana kamu bertemu dengannya?" tanya Emi berusaha tidak menunjukkan kerentanan sedikitpun.

Laura tersenyum penuh arti, "Di panti asuhan," ucapnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status