Home / Rumah Tangga / Perempuan Gila / 6. Pertemuan Pertama

Share

6. Pertemuan Pertama

Author: La Violetta
last update Last Updated: 2023-11-23 20:38:18

Emi terseyum getir, mematung di ambang pintu ketika suaminya kembali pergi tanpa berbalik sekalipun.

Perasaan Emi terluka, mengingat sebelumnya ia tak pernah diabaikan seperti ini oleh Mike. Atau mungkin, selama ini Mike hanya berpura-pura untuk menyanjung hati Emi, agar perjodohan mereka dapat berjalan lancar.

"Lakukan sesukamu, Mike. Karena setelah rencanaku berhasil, kamu bahkan tak akan bisa mengatakan 'tidak' padaku." batin Emi mantap.

.

.

.

Menjalankan rencananya untuk menjebak dan menemui selingkuhan Mike secara langsung. Emi memutuskan untuk datang lebih awal.

Keberadaannya begitu ganjil di tengah orang-orang yang tengah bersantai di taman Acradia pagi hari itu. Tampilan sederhananya tak mampu menutupi kemewahan status yang dimilikinya.

Emi duduk di kursi taman yang menghadap ke tempat bermain anak-anak. Mengamati sekelilingnya di balik kacamata hitam yang bertengger di telinganya dengan elegan.

Tawa riang para bocah terdengar ringan di tengah kesibukan hari kerja, seolah dunia mereka berada di dimensi yang berbeda. Dan, seorang ayah dengan canggung berdiri di sana—di antara kumpulan para ibu—memantau gadis cilik berusia 2 tahunan yang begitu anteng menduduki tiruan kuda poni yang bahkan tidak bergerak samasekali. Pria itu jika bukan duda, pasti lah seorang pengangguran.

Emi masih duduk rapi di kursi taman yang lembap bekas gerimis mengguyur di malam sebelumnya. Tak ada yang tahu bahwa wanita itu tengah dibendungi rasa marah dan gelisah. Emi berharap Laura tidak menghubungi Mike lagi atau rencananya akan gagal.

Jarum pada jam tangannya telah menunjukkan pukul sepuluh lewat. Matanya kini menelisik ke setiap sudut taman, mengamati setiap wanita, mengandalkan instingnya untuk mencari sosok Laura yang mungkin sudah datang di antara banyaknya wanita yang tengah berada di taman itu.

Saat sibuk dalam pencariannya, seolah ada energi yang membawa pandangan Emi pada sosok wanita muda di arah jam dua, yang tengah berdiri mematung dan dengan jelas sedang memperhatikan ke arahnya.

Belum saja Emi melepas kacamata-nya untuk memastikan dengan jelas sosok gadis itu, tampaknya sang objek terkejut menyadari bahwa kehadirannya sudah diketahui. Gadis itu langsung berbalik arah dan melangkah dengan cepat.

Emi pun langsung beringsut dari tempat duduknya dan mencoba mengejar wanita yang ia yakini merupakan sosok Laura.

"Tunggu!" teriak Emi saat hampir berhasil menyamai langkah wanita yang tampak kesakitan untuk berjalan.

Emi menarik lengan wanita itu hingga berbalik menghadapnya.

Wajahnya sudah berlinang airmata saat menatap Emi. Mereka saling memandang penuh arti, seolah sudah saling paham maksud masing-masing.

"Kamu... Laura?" tanya Emi, suaranya bergetar meskipun ia berusaha untuk tenang.

Laura menepis tangan Emi dengan marah, di matanya terdapat ketakutan.

Emi mencoba mengatakan sesuatu sebelum Laura lebih dulu berkata, "Kamu tak akan pernah bisa memisahkan aku dengan Mike!" cecar gadis itu, mengacungkan telunjuknya pada Emi dengan murka, suaranya tercekat karena menahan tangis.

Emi terdiam sejenak, mencoba memegang kendali situasi saat ini, yang tampaknya Laura merupakan sosok yang emosional.

Dipandangnya, betapa pucat dan lesunya gadis itu, seolah melahirkan bayi telah mengambil masa mudanya, membuat wajah cantiknya tampak kosong.

"Ke mana bayimu?" tanya Emi mengingat Laura baru saja melahirkan beberapa hari yang lalu.

Namun sepertinya, Laura menyimpulkan pertanyaan Emi sebagai ancaman. Tersirat keterkejutan dalam ekspresinya dan sikapnya berubah menjadi lebih agresif.

"Jangan pernah kamu melibatkan semua ini dengan bayiku!" teriak gadis itu membuat orang-orang di sekitar dalam seperkian detik menengok ke arah mereka.

"Aku tak punya urusan dengan anakmu, " Emi menimpali dengan cepat dan langsung memakai kembali kacamatanya, berharap tak ada orang yang mengenali sosoknya sebagai 'Emi si Peri Donasi.'

"Dengar, aku ingin menegaskan kembali bahwa posisiku di sini adalah istri sah Mike," tegas Emi dengan wajah serius, namun tidak dengan Laura.

"Memangnya, ada orang yang tak tahu?" Laura menyindir dengan nada sarkastis, "Pernikahanmu muncul di setiap berita, jadi berhentilah bersikap sok rendah hati."

Emi melipatkan lengannya di dada dengan senyum sinis menanggapi sikap Laura yang sarkas seraya berkata, "Kalau begitu, kamu pasti sudah tahu sejak lama—"

"Jika kamu berpikir aku perusak hubunganmu, mohon maaf, kamu salah besar!" potong Laura yang tampak tidak segan untuk bersikap tidak sopan pada Emi yang jelas lebih tua darinya.

"Kamu bersikap defensif saat ini, Laura." Emi menegaskan betapa memalukannya sikap Laura saat ini.

Laura melengos merasa sedikit malu pada dirinya sendiri.

"Apa kamu memang biasa bertemu di luar seperti ini, dengan suamiku?" tanya Emi yang menyadari bahwa apabila hal itu benar, maka reputasi Mike bisa rusak jika tertangkap paparazi.

"Tidak sejak perjodohan kalian dimulai." jawab Laura dengan kepala menunduk, sikapnya lebih tenang.

"Ayo, kita bicara sebentar." Emi menyarankan untuk bicara di suatu tempat yang lebih nyaman. Namun, Laura menggelengkan kepalanya.

"Tidak... aku... meninggalkan bayiku," ucap gadis itu ragu-ragu.

Mendengar kata 'meninggalkan bayi' membuat alis Emi berkerut tak percaya.

"Kamu tinggal di sekitar sini?" tanya Emi setelah sadar betapa penampilan Laura terbilang sangat santai dengan sweater biru yang membalut gaun pajama dan sandal rumahan.

"Ya... "

Emi berpikir sejenak. Memang ada beberapa apartemen di sekitar taman ini.

"Bisakah kita bicara di tempatmu?"

"Jangan konyol..." sergah Laura mendengar saran Emi.

"Aku tak akan menyakitimu ataupun bayimu, Laura." Emi menatap Laura dengan serius dan cukup hangat, "Aku janji."

Laura menarik napas panjang sebelum berjalan dan memberi gestur pada Emi untuk mengikutinya.

.

.

.

"Jadi... Sudah berapa lama hubungan kalian?" tanya Emi yang kini tengah duduk di sofa apartemen tempat Laura dan bayinya tinggal.

Betapa Emi ingin memporak-porandakan ruangan itu, di mana terpajang potret sosok pria yang selama ini ia banggakan tampak begitu bahagia dalam foto itu, bersama dengan wanita lain.

Belum lagi, Emi harus menahan rasa sakitnya saat melihat bayi di pangkuan Laura, yang pada faktanya merupakan hasil hubungan suaminya dan wanita yang lebih muda darinya.

"Aku mengenal Mike selama 7 tahun, tapi..." jawab Laura yang kini tampak berbeda dengan saat pertama kali bertemu, "tapi... aku tak tahu tepatnya hubungan kami dimulai."

Emi merasa hatinya terhenyak, ia tidak menyangka sudah selama itu Laura dan Mike saling mengenal. Emi menciut merasa dirinya hanya berada seujung kuku dalam mengenal suaminya sendiri dibandingkan dengan Laura.

"Di mana kamu bertemu dengannya?" tanya Emi berusaha tidak menunjukkan kerentanan sedikitpun.

Laura tersenyum penuh arti, "Di panti asuhan," ucapnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perempuan Gila   13. Kembali

    Di pagi buta, Emi terhenyak dari mimpinya saat mendengar suara mesin mobil masuk ke pekarangan rumah. Matanya wanita itu sembap akibat menangis semalaman, begitu terasa sangat lengket dan berat. Emi bahkan tidak tidur dengan layak semalam. Meringkuk di atas sofa di ruang tengah, dengan laptop yang masih terbuka di atas meja, bekas ia memantau Mike melalui spyware semalam. Tentu saja, Emi tahu di mana Mike bermalam dan itulah mengapa wanita itu terbangun dengan sangat murka bak singa yang siap untuk mengaum. Pintu terbuka. Udara dingin dari luar ikut menyeruak ke dalam permukaan rumah. Pria berperawakan tinggi besar masuk dengan jas menjumpai di bahunya yang lebar. Dengan reflek Emi menutup laptopnya seraya berdiri dengan wajah berang, menyambut kembalinya sang suami yang bermalam bersama wanita simpanan yang lebih muda. Mike tersentak melihat sosok Emi yang berdiri di ruang tengah, dengan rambut berantakan serta wajahnya yang merah dan sembap. Tentu saja, itu adalah sosok yang ber

  • Perempuan Gila   12. Hujan di luar Apartemen

    Mike pergi dengan hati yang kesal. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Pikiran dan perasaannya campur aduk antara marah dan merasa bersalah.Andai saja, yang dinikahinya adalah Laura. Andai Emi adalah Laura, Mike tak akan perlu berdebat hanya karena ibunya ingin punya cucu, pasti semuanya akan mudah. Dan bahagia. Mike menginjak gas, menaikan kecepatan mobilnya yang melaju di tengah kegelapan malam, hujan mulai turun mengguyur kota yang tidak pernah tidur itu. Tangan pria itu mencengkram kemudi dengan kencang, menampakkan otot-otot yang mencuat begitu tegang dan kuat. Menggertakan giginya kesal dengan alis hitamnya yang bertaut dan menukik di atas mata tajamnya yang berusaha fokus ke jalan. Mobilnya melaju kencang di tengah hujan yang makin deras dan kemudian, setelah beberapa menit, menepi di depan apartemen mewah yang berada di sekitaran taman Arcadia.Pria bertubuh gagah itu turun dari mobilnya, dan dengan segera berlari kecil ke arah apartemen. Cipratan hujan membasah

  • Perempuan Gila   11. Menolak Hamil

    Begitu hening dan canggung, masing-masing tenggelam pada pikirannya sendiri. "Bagaimana? kamu mau mengabulkan keinginan Ibuku?" tanya Mike memecahkan keheningan. "Tidak mau!" jawab Emi ketus, membuat Mike langsung menghentikan mobilnya dengan kasar. Ditengoknya Emi dengan tatapan heran, tak percaya dengan apa yang baru didengarnya, tak puas dengan jawaban istrinya yang langsung menolak tanpa pikir panjang. "Bilang apa kamu tadi?" tanya Mike dengan nada tenang, yang justru menambah kesan betapa geramnya pria itu saat ini. Emi memalingkan pandangannya ke luar kaca mobil, dengan posisi kepala yang setengah menempel bersandar. Ada ekspresi kesal sekaligus sedih dalam raut wajah wanita itu. Mike mendengus kesal melihat istrinya yang diam saja dan tak menanggapinya. "Apa maksudmu bilang 'tidak mau', Emi?!" bentak pria itu seraya mengepalkan tangannya di atas setir, menahan amarahnya. Emi masih terdiam dengan mata yang berkaca-kaca. Betapa wanita itu sakit hati mengingat sesuatu yang

  • Perempuan Gila   10. Permintaan Ibu Mertua

    "Mike, Ibu masuk rumah sakit!" Pria yang tengah memimpin meeting pada sore itu langsung berlari keluar ruangan, saat kakak perempuannya menelponnya, memberitahukan bahwa Maria, ibunya, dilarikan ke rumah sakit. "Aku segera ke sana!" jawab Mike yang langsung memutuskan sambungan tersebut dan bergegas menuju basement untuk mengambil mobilnya. Di perjalanan, Mike menyetir dengan perasaan gelisah tak karuan. Sudah empat tahun lebih ibunya berjuang melawan kanker payudara, yang sayangnya, tak sedikitpun Mike melihat perkembangan yang baik dari hasil kemoterapi yang selama ini disarankan oleh dokter. Diam-diam Mike juga mencari tahu berapa lama kisaran penyintas kanker payudara bisa bertahan. 5 tahun. Dan itu membuat Mike gelisah akhir-akhir ini, mengingat ini sudah tahun ke-empat sejak ibunya di diagnosis kanker. "Ck! ayolah, angkat Emi!" decak Mike kesal saat berusaha menghubungi istrinya, sementara tangan yang satunya mengendalikan kemudi. Emi yang tak kunjung mengangkat panggilanny

  • Perempuan Gila   9. Hilang harapan

    "Dan di situlah, sejak saat itu, setiap kali tuan Alan berkunjung, Mike selalu ikut. Lalu... Mike menjadi lebih sering datang ke panti asuhan, bahkan tanpa ayahnya," ucap Laura sembari sibuk menyusui bayinya yang masih merah itu. "Lalu bagaimana kalian bisa jadi saling kenal?" tanya Emi, saat matanya menatap dingin pada bayi yang Emi harap tidak akan ada mirip-miripnya dengan Mike. Laura bahkan tak menyadari betapa murkanya Emi saat ini, dengan wajah merona yang malu-malu. Seolah dia seorang remaja yang tengah pubertas, gadis itu bercerita, "Entahlah... semuanya berjalan begitu saja. Memang, awalnya aku membencinya, mengingat dia tak mau membantuku waktu itu.Tapi aku pikir, karena dia sering membantuku saat dirundung oleh para senior, kami berdua jadi lebih akrab."Melihat Laura bertingkah seperti itu, membuat Emi menyeringai jijik. Pasti gadis itu pikir, Mike adalah pangeran berkuda putih. "Sadarkah kamu, bisa saja Mike melakukan itu karena rasa bersalahnya," ucap Emi yang bahkan

  • Perempuan Gila   8. Kalung berlian (Joy's House)

    "Ada yang mengunci anak saya di kamar mandi!" ucap seorang wanita dengan histeris.Semua terkesiap, menengok ke arah sumber suara. Lalu Bunda Rin dari barisan depan dengan sigap menghampiri wanita itu dan membawanya keluar dari barisan penonton. Wanita itu diberikan tempat duduk di halaman panggung agar lebih leluasa bergerak. Kemudian Bunda Rin mencoba menenangkannya. Namun dengan segera, wanita itu mendongkak, matanya melebar kala melihat anak perempuannya kembali. Dengan tergopoh-gopoh anak itu berteriak, "Mami! Papi bilang kalung Adek hilang!" Napasnya tersenggal-senggal, tak kuasa untuk segera menyampaikan berita pada ibunya. Suaminya muncul dari ambang pintu disusul oleh kepala sekolah, pak Nichols dan anak-anak lain yang juga merupakan putra-putri para tamu.Pria itu menggendong anaknya. Balita usia kisaran 7 tahun, yang juga merupakan adik dari si anak perempuan itu."Ya Tuhanku!! " si ibu langsung memeluk bocah dari pangkuan suaminya, yang kini tampak mengigil dibalik sel

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status