Share

Bab 2. Terus Terang

Author: Rumi Cr
last update Last Updated: 2023-06-22 20:45:53

2. Terus Terang 

Bu Ilmi mengurai pelukan pada putrinya. Sedih sudah pasti, apalagi Felliana adalah putri satu-satunya. Tempat bergantung di hari tua. Namun, semua harus pasrah dan ikhlas atas kehendak Sang Pencipta. 

"Ryan harus tahu tentang sakitmu, Liana. Setidaknya untuk menjawab pertanyaannya kenapa beberapa hari ini, kau menghindarinya. Sebulan kalian tidak bersua, akan aneh rasanya tiba-tiba kau menghindarinya terus."

"Aku juga meminta Mas Ryan menikah lagi, Ma. Tapi, dia enggak mau."

"Bukannya kalau dia langsung setuju, malah akan membuatmu sakit hati. Jangan gegabah dalam bertindak, pikirankan anak-anak. Tidak sulit bagi Ryan untuk menikah lagi. Tapi, bisa tidak istrinya nanti jadi ibu yang baik buat anak-anakmu."

"Mungkin aku yang akan mencari perempuan penggantiku nanti, Ma."

"Jangan menambah bebanmu dengan memikirkan hal itu. Bicara dulu dengan suamimu, mengenai sakitmu ini. Beristirahatlah, mama akan melihat kembar." Setelah berkata demikian Bu Ilmi mencium pucuk kepala putrinya. Memberikan waktu Felliana untuk beristirahat.

🌹🌹🌹

"Sebenarnya ada apa dengan Liana, Ma?" tanya Ryan begitu Bu Ilmi menghampiri dirinya di ruang belakang. Ruang yang difungsikan untuk area bermain anak-anak.

"Istrimu sedang sakit," jawab Bu Ilmi.

"Sakit? Liana sakit apa, Ma?"

"Nanti juga akan diberitahukan oleh istrimu. Bagaimana pekerjaanmu, Nak. Apakah lancar?"

"Alhamdulillah. Proyek sedang berjalan, tinggal diawasi. Sudah ada Tamara yang bertanggungjawab di sana."

"Baguslah kalau begitu. Mama turut senang mendengarnya."

"Rencananya minggu depan, saya akan ajak Liana berlibur ke sana. Dia pasti akan bahagia diajak pergi merayakan ulang lahirnya. Sekalian merayakan hari kasih sayang."

"Lakukanlah semua hal yang menyenangkan untuk Liana, Nak. Selagi kalian masih bersama," gumam Bu Ilmi namun suaranya tenggelam oleh celoteh kedua cucu kembarnya.

☘☘☘

Malamnya Ryan berusaha mengambil hati Liana. Mengajaknya dinner di tempat favorit mereka berdua. Felliana menggenakan gaun terbaiknya malam itu. Dia ingin memberitahukan penyakitnya kepada Ryan. 

Makanan baru saja dihidangkan. Masing-masing mendapatkan salmon steak dengan saus barbeque, salad sayuran, jus dan air mineral. Mereka makan dengan serius, hanya sesekali saling melirik namun tidak dalam waktu yang bersamaan.

"Apakah ada sesuatu yang perlu kita bahas, Mas?"

Felliana buka suara sambil menyapu bibir dengan tisu yang dibentuk seperti segitiga. Steak dalam piringnya telah tandas. 

Ryan baru saja selesai dengan steak di piringnya. Sendok ia letakkan dalam posisi terbalik setelahnya. Sementara istrinya telah meneguk habis air mineral dalam botol kecil yang terdapat di depannya.

"Tentu, sebentar lagi ulang tahunmu, Sayang. Seperti tahun sebelumnya, aku akan mengajakmu pergi merayakannya. Aku masih ingat, karena hamil kembar tahun lalu. Kita hanya merayakan di Bali. Kali ini aku ingin mengajakmu ke Istambul, sekalian melihat proyek yang ditangani perusahaan kita di sana."

"Wah kedengarannya sangat menarik. Apakah kau akan mengajak serta Rayyan untuk berbulan madu ke sana."

"Oh, tidak. Dia hanya kuizinkan cuti seminggu. Lusa, hari Senin ini. Dia sudah masuk kerja. Banyak presentasi yang harus dia siapkan."

"Kau tega sekali dengannya, Sayang. Masak orang kepercayaan menikah. Hanya diberi cuti seminggu."

"Ya, bagaimana lagi. Untuk sementara hanya dia, yang bisa mas percaya. Menanggani semua proyek di sini. Sudahlah, akan tiba waktunya. Giliran dia bisa berlibur mengajak istrinya ke luar negeri juga."

Felliana menatap kedua manik suaminya. Lelaki yang dipilihkan sang mama untuk menjadi pendampingnya. Ayah sambung untuk putrinya Anida. Empat tahun keduanya mengarungi bahtera rumah tangga. Pria di depannya menjadi sosok begitu manis. Setelah usaha kerasnya memberikan cinta dan perhatikan selama setahun lebih usia pernikahan mereka kala itu. 

"Sayang, aku tidak pernah menyangka mendapatkan cinta begitu besar darimu. Mengingat pernikahan kita terjadi bukan dasar dari keinginanmu waktu itu. Aku seorang janda anak satu, berusia 35 tahun. Datang melamar pemuda lajang berusia 25 tahun."

"Kenapa di bahas hal yang telah berlalu. Andai bisa kembali di masa itu, aku akan langsung mencintaimu, Sayang. Kau begitu sabar menghadapi pria labil sepertiku."

"Bagaimana kau yang semanis ini. Mengatai diri sebagai pria labil. Kehadiran kembar dalam rumah tangga kita. Merupakan anugerah terindah dalam hidupku."

"Aku juga merasakan hal yang sama, Sayang." Ryan meraih tangan Felliana, diciumnya penuh cinta punggung tangan kanan istrinya itu. 

"Mas ada hal penting yang ingin aku sampaikan padamu." Felliana bicara sambil meneguk jus sirsak yang sejak tadi belum ia sentuh.

"Apa?" Ryan tampak penasaran.

"Ini, mengenai penyakitku. Mas pasti bertanya, kenapa aku selalu menolak dirimu. Sakitku ini menular Mas ...."

Kedua mata Ryan membulat. Ia mulai berspekulasi mengenai penyakit istrinya. Hingga tembakannya mengarah pada ....

"Benar dugaanmu, Mas Ryan. Istrimu ini positif menderita HIV."

"Liana ...."

Ryan menyentuh kedua tangan istrinya. 

"Sebulan yang lalu saat aku menyuntik obat pada pasien. Belum selesai obat yang kusuntikan ia berontak hingga jarum suntik itu tertancap di lenganku sendiri. Dia pasien Aids stadium akhir. Hasil lab seminggu lalu, menyatakan aku positif tertular HIV."

"Astaghfirullah, Sayang." Ryan seketika beranjak menghampiri Felliana memeluknya erat.

Keduanya saling memeluk diiringi Isak tangis. "Tenanglah pasti ada jalan keluar di setiap masalah. Kita akan melalui ini bersama, Sayang. Semoga ada keajaiban, kamu bisa sembuh seperti sediakala."

Felliana mencoba tersenyum. Ia tahu bagaimana kondisi tubuhnya. Bahkan ia sudah berkonsultasi dengan dokter senior di rumah sakit tempatnya bekerja.

HIV jika tidak cepat ditangani akan berkembang menjadi AIDS. Dimana kondisi ini merupakan stadium akhir dari infeksi HIV dan tubuh sudah tidak mampu untuk melawan infeksi yang ditimbulkan. Pengidap AIDS dapat bertahan hidup menggunakan perawatan berupa obat-obatan. Kisaran waktunya bisa berbeda-beda. Umumnya hanya berkisar 3 tahun saja, karena tubuh sudah tidak mampu melindungi sel dan jaringan yang sehat.

Bukan hendak mendahului takdir. Tapi, dengan vonis yang diberikan Felliana mulai menghitung mundur waktunya. Banyak rencana dan keinginan yang ingin dia wujudkan sebelum ajal menjemputnya. 

Salah satunya mencarikan ibu untuk ketiga anaknya, terutama kembar yang baru berusia 8 bulan. Yang masih sangat membutuhkan kasih sayang seorang ibu.

"Mas, berjanjilah padaku. Suatu saat kau akan memenuhi keinginanku."

"Keinginanmu untuk melihatku menikah lagi, Dik? Maaf, mas tidak akan pernah melakukannya. Selagi kau masih ada di sisi mas. Hal itu tidak akan pernah terjadi." Ryan tegas memberikan keputusan. 

"Anak kita butuh seorang ibu, Mas."

"Mereka tidak butuh ibu lagi. Selama kamu masih hidup, Dik."

"Tapi, umurku tidak akan lama lagi, Mas."

"Vonis dari dokter bukan suatu ketetapan. Takdir bisa diubah dengan doa, Sayang. Selagi napas masih dikandung badan. Kita wajib berikhtiar untuk kesembuhanmu." 

Ryan penuh harap menyakinkan istrinya. "Tidak ada yang tidak mungkin jika Allah berkehendak. Jangan bersedih, apalagi berputus asa. Aku akan selalu ada untukmu, Sayang." Kembali Ryan merengkuh istrinya. 

Felliana menarik napas panjang lalu mengembuskan perlahan-lahan. Beban yang terpendam dalam dada, seolah luruh bersama udara yang ia lepaskan. Ada ketenangan dalam batinnya. Kekhawatirannya tidak terjadi. Ryan tidak berpikiran negatif mengenai sakitnya. 

☘☘☘Next....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perempuan Pilihan Istriku    Takdir Yang Tertulis (Ending)

    "Eh Paman, serius dengan perjodohan ini. Ntu sekalinya betulan ABG. Baru masuk kelas 12. Hari ini dilamar, baru nikahnya tahun depan gitu," ucap Anida melirik ke arah pamannya. "Mana, Paman tahu." Umar menatap lekat Denok yang berjalan di depan mereka.Setelah menaruh barang bawaan mereka. Anida menghampiri Denok meminta izin untuk ke belakang."Paman tungguin ya, sekalian ajak pedekate calon bibiku." Kerling Anida sebelum berlalu. Ingin rasanya Umar menjitak anak semata wayang kakaknya itu.Denok mengangguk sopan berjalan ke arah Umar. Gadis basa-basi menyapa sebelum berlalu meninggalkan kedua tamu."Maaf, saya tinggal masuk dulu ya, Mas. Mau bantu nyiapin makan siang." Pamit Denok ketika akan melewati Umar."Tunggu!" cegah Umar.Denok berhenti sekitar tiga langkah dari Umar."Iya, Mas."HuufftsUmar menghembuskan nafas, untuk mengurangi sesak di dadanya sedari tadi."Maaf sebelumnya, tapi saya harus mengatakan ini. Saya pribadi keberatan dengan perjodohan ini. Beberapa minggu yang

  • Perempuan Pilihan Istriku    32. Takdir Yang Tertulis (1)

    Peri menatap nanar map di atas meja tamu kediaman Umi Hanifah. Angan yang dia harapkan ternyata tidak sesuai dengan kenyataan yang didengarnya barusan.Barusan Umi Hanifah menyampaikan, proses ta'aruf antara dirinya dan Umar ada kemungkinan tidak bisa dilanjutkan.Umar sebelum bertemu dengan Peri, telah bercerita semuanya dengan Ustad Mukhlis, alasan tidak dapat melanjutkan ta'aruf. Bahwa dia dijodohkan dengan anak sahabat bapaknya. Dirinya tidak dilibatkan, dengan kata lain dia tidak mengetahui perihal perjodohan ini."Maaf, tidak ada maksud saya mempermainkan perasaan anti, Ukh .... " ucap Umar sebelum beranjak meninggalkan ruang tamu kediaman ustadzah Hanifah."Tak mengapa, Akh ... semoga kita berdua dipertemukan dengan jodoh terbaik," balas Peri lirih. Umi Hanifah selaku murabbi Peri, sekaligus kepala sekolah TA Al Furqon itu mengelus punggung binaannya seraya memberi dukungan untuk sabar dan ikhlas."Aamiin."Dengan perasaan bersalah, Umar menatap getir ke arah perempuan yang ta

  • Perempuan Pilihan Istriku    31. Ta'aruf

    Tiga tahun kemudian "Papa, berangkat dulu ya, Farraz. Baik-baik sama Mama." Ryan menciumi wajah batita dalam gendongannya. Bocah yang sebentar lagi menjadi kakak itu, terkekeh geli dengan ulah papanya. Farraz Putra Edogawa, putra ketiga Ryan."Mas sudah bikinkan janji periksa untuk nanti sore. Semoga dedeknya enggak malu lagi, dilihat identitinya." Ryan beralih mencium kening Rani. Istrinya itu tersenyum seraya mengangsurkan tas kerja milik suaminya."Iya, Mas. Hati-hati bawa mobilnya, ya," balas Rani meraih tangan kanan suaminya untuk salim lantas diciumnya dengan takzim."Mas jadi pingin makan rujak, ya," ujar Ryan sembari mengecap dan mendesis mirip ekspresi orang makan rujak manis, asam, pedas.Rani tertawa geli melihat ekspresi suaminya. Diraihnya tubuh Farraz dari gendongan Ryan. Kemudian menggendong putranya itu, di sisi pinggang kanan."Assalamualaikum," sapa Tamara mengandeng bocah sepantaran Farraz. Disusul Radit dibelakang mereka berdua."Dari bangun Subuh tadi. Sudah heb

  • Perempuan Pilihan Istriku    30. Lembaran Baru

    "Sungguh aku iri padamu. Ingin aku menggantikan posisimu sekarang. Dan itu tidak akan terwujud kalau kau masih bernyawa, Rani."Setelah berkata demikian Lucia bangkit dari duduknya menerjang tubuh Rani. Hingga keduanya terjatuh ke karpet. Lucia berada di atas tubuh Rani."Kalau gagal membunuhmu dengan tangan orang lain. Mungkin sudah saatnya kau mati di tanganku sendiri." Lucia mencekik kuat leher Rani dengan kedua tangannya.Rani yang tidak menyangka akan diserang demikian. Napasnya tersenggal, lidahnya hampir terjulur.Hingga"Anak kurang ajar!" teriak seseorang yang membuat Lucia merenggangkan cekikannya.Kepala wanita itu dihantam sekuat tenaga oleh tas yang dibawa seseorang yang terlihat samar oleh penglihatan Rani. Namun, ia hafal suara sosok yang datang menyelamatkannya barusan."Kak Rani!" seru Aida panik. Sepupu Lucia itu menghampiri Rani yang terbaik berkali-kali dengan nafas terengah-engah."Nenek pastikan kali ini, kamu meringkuk dalam penjara, Lucia." Bu Dewi memukulkan t

  • Perempuan Pilihan Istriku    29. Benang Merah

    Hari ketiga dirawat di rumah sakit. Rani meminta Ryan untuk menguruskan kepulangan. Ia sudah merindukan kedua anak mereka."Mas tidak berani memutuskan sendiri. Kita tunggu apa kata dokter. Setelah itu pertimbangan dari mama Ilmi.""Kurasa aku sudah cukup istirahatnya, Mas. Di sini aku tak melakukan aktivitas apapun. Nanti Mas Ryan bantu aku ngomong sama Mama, ya."Rani merasa kesehatannya telah pulih, kondisi badannya kembali fit pasca keguguran. Di rumah sakit dirinya memang dia diperbolehkan beraktivitas berlebihan. Kondisinya pun terus mendapat pantauan langsung dari dokter kandungan."Mau ke rumah kita atau tetap ke rumah mama Ilmi?" tanya Ryan seraya membelai pipi wanitanya itu."Senyamannya Mas Ryan saja. Aku ikut.""Kalau pemeriksaan dokter menyatakan sudah pulih. Kita pulang ke rumah kita saja, ya.""Hu um." Rani mengangguk seraya tersenyum menatap pria di depannya itu."Sayang, Mas tanya sekali lagi. Benar, kamu tidak mau mengusut kasus ini. Atau sebenarnya kamu sudah tahu.

  • Perempuan Pilihan Istriku    28. Mengikhlaskan

    Laksman tidak membawa mobil ke area parkir klinik melainkan putar balik ke tempat dia berjumpa dengan Leo menggendong kakaknya tadi. Dia masih berharap apa yang didengar tadi tidaklah benar. Tanpa sengaja dia mendengar instruksi kakaknya dengan seseorang di telepon, yang mengarah pada tindakan kriminal.Saat pandangan Laksman menemukan sebuah gudang tua. Ia memelankan laju mobil Tamara hingga berhenti di samping Jeep milik kedua preman yang dihajar oleh Leo tadi.Laksman bergegas masuk ke dalam gudang, yang pintunya telah dirusak oleh Leo tadi. Begitu memasuki gudang, dia menghampiri dua preman yang masih tak bergerak. Keduanya tergeletak di lantai penuh dengan luka.Dengan langkah berhati-hati ia mendekati kedua preman itu. Ragu, apakah kedua preman dalam keadaan sadar atau pingsan, Laksman mengoyangkan salah satu kaki preman dengan kaki kanannya.Pemuda itu terjingkat, ketika terdengar dering ponsel dari saku celana preman sebelah kiri kakinya. Laksman bergegas mengambil ponsel itu,

  • Perempuan Pilihan Istriku    27. Tunas Yang Terenggut

    Rani terkesima begitu tiba di rumah Pak Faiz suasana sangat rame. Setelah sungkeman secara singkat tadi. Dirinya permisi membawa kembar ke taman belakang. Ditemani Aida menjaga Fathiya dan Fatih dirinya bisa bercengkrama dengan kerabat Ryan secara lebih dekat.Lucia dan ibunya hanya memperhatikan Rani dengan tatapan tak suka dari tempatnya menikmati hidangan yang ditata secara prasmanan itu. "Ma ... harusnya aku yang duduk disana. Disapa dan disambut ramah sebagai istri mas Ryan. Bukan perempuan itu. Beruntung sekali dirinya dipungut anak oleh Bu Ilmi. Jadi, bisa menggantikan posisi dokter Felliana menjadi ibu untuk anaknya mas Ryan.""Sudahlah, Lucia. Mama sadar sekarang, sesuatu yang dipaksakan itu ... tak akan pernah baik akhirnya. Benar kata nenekmu, kalau dasarnya jodoh. Mau dipisahkan kayak manapun. Akhirnya bersatu juga. Itu, yang bisa mama lihat dari Ryan dan Rani.Lihatlah kembar juga nyaman dengan perempuan itu. Dulu mungkin, Ryan ingin menikah dengan gadis yang dicintai. N

  • Perempuan Pilihan Istriku    26. Gemuruh

    Acara buka bersama dalam rangka tasyakuran atas penikahan Radit-Tamara berjalan lancar di kediaman keluarga Ardiansyah, Bogor. Acara yang dihadiri kerabat dan tetangga sekitar rumah itu, cukup meriah.Ketika acara berbuka telah usai. Pembawa acara mengarahkan tamu undangan untuk melaksanakan salat Tarawih di masjid komplek perumahan Seroja. Ada sebagian yang memilih langsung pulang ada yang melaksanakan salat Tarawih di sana.Setelah semua orang kembali ke rumah masing-masing, Radit pun mengajak Tamara masuk ke kamarnya."Tadi sebelum berangkat, Mas lihat rambutnya basah. Sudah suci rupanya." Radit hanya memastikan saja, padahal dia tadi melihat istrinya salat Maghrib juga ikutan jamaah Tarawih dengan rombongan keluarganya."Hmm ...."Tamara menjawab dengan gumaman. Radit tersenyum, langsung memeluk tubuh istrinya itu. "Ya, sudah. Mas siap-siap dulu ya, Sayang.""Siap-siap mau kemana?""Membawamu ke nirwana."Jawaban dari Radit tak urung membuat Tamara memutar bola matanya.Radit terk

  • Perempuan Pilihan Istriku    25. Endingnya Ikrar

    "Jam berapa, rombongan Radit datang, Kak?" tanya Bu Syarifah pada Tamara yang duduk dengan gelisah."Harusnya sudah sampai ini, Mam. Apa terjebak mancet, ya. Pesanku belum dibacanya juga," jawab Tamara dengan wajah gelisah. Wanita itu tampil sempurna dengan setelan kebaya berwarna pink rose. Senada dengan gamis yang dikenakan mama, Aida dan Aisha.Bu Syarifah menepuk pundak putri sulungnya. "Ya, sudah. Kayaknya terjebak macet, Sayang.""Semoga kalaupun iya, enggak lama terjebak macetnya. Papa juga kenapa pakai pasang tenda undang semua warga komplek, kalau mas Radit enggak jadi datang. Apa enggak malu, kitanya," sungut Tamara kemudian.Karena hampir setengah jam dari waktu yang diperkirakan kedatangan rombongan Radit. Sosok pria itu belum juga nampak."Astaghfirullahal'azim, Nak. Kok malah nyumpahin diri sendiri gitu, sih. Enggak baik itu. Mama yakin Radit bukan orang seperti itu. Papa menyiapkan ini semua karena sudah dibicarakan dengan Radit juga orang tuanya.""Ya, kalau enggak jad

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status