Share

Bab 3

Author: Durrah Zahra
Opini publik di internet menyebar cepat hingga ke kerabat dan teman-temanku.

Orang tuaku yang tinggal seribu kilometer jauhnya pun membaca berita tentangku di internet.

Mereka datang menginap di rumah selama tiga hari tiga malam.

Mereka berangkat dari rumah di desa dengan tergesa-gesa.

Ketika mereka melihatku, aku sedang berdiri di atap gedung apartemen. Tubuhku gemetar hingga mau terjatuh.

Ibuku berlutut di tanah, dia memohon padaku sambil menangis.

"Lina, kamu itu putri kesayangan Ibu satu-satunya. Jangan sampai kamu berpikiran yang nggak-nggak. Kalau nggak ... Ibu juga nggak akan sanggup hidup lagi!"

Ayahku juga sangat mencemaskanku, penyakit jantungnya sampai kambuh.

Dia memegangi dadanya sambil merintih kesakitan, lalu jatuh pingsan.

Aku melihat orang tuaku yang cemas dan menderita karenaku.

Kemudian, aku pun memutuskan untuk menyerah dan turun perlahan dari atap.

Setelah ayahku sadar, dia langsung menarik Sandi dengan marah, "Sandi! Putriku jadi begini gara-gara perbuatanmu!"

"Sekarang kamu cuma punya dua pilihan, mengaku dan mempertanggungjawabkan semuanya, atau ceraikan putriku!"

Sandi terlihat agak panik. Dia lalu menggendong anakku yang baru lahir sambil mengancamku.

"Lina, kalau sampai Ayahmu berani menjebloskanku ke penjara ...."

"Aku akan membuat keluargamu hancur lebur hari ini!"

"Sandi! Dasar binatang! Dia itu anakmu!"

Sandi menahan amarahnya. Wajahnya terlihat merah padam, kedua matanya membelalak lebar, "Anakku? Dia ini belum jelas anak siapa!"

Aku benar-benar tidak habis pikir Sandi bisa berkata seperti itu.

Padahal aku sudah bersama dengannya sejak di masa sekolah.

Aku bahkan tidak berani mengucapkan lebih dari satu kata saat mengobrol dengan pria selain dirinya.

Sekarang, demi menyelamatkan dirinya sendiri.

Sandi bahkan sampai menyalahkan dan memfitnahku.

Sepuluh tahun! Aku sudah mencintai dan akhirnya menikah dengannya selama sepuluh tahun.

Tapi dia malah berani mengucapkan kalimat hina seperti barusan pada orang yang paling mencintainya!

Sandi bahkan memanfaatkan anak kandungnya sebagai alat untuk mengancamku!

Dia sama sekali tidak pantas menjadi seorang suami, apalagi seorang ayah!

Aku benar-benar kecewa pada Sandi.

"Sandi, aku sudah memikirkannya. Aku mau kita cerai!"

Sandi malah langsung membawa anak kami dan memberikannya ke ibu mertuaku.

Dia lalu menampar wajahku dengan keras, "Pergi saja sana kalau memang mau pergi! Lagipula kamu sudah ternodai!"

"Kamu bukan siapa-siapa tanpa aku!"

Hatiku seolah-olah membeku dalam sekejap. Rasanya begitu dingin hingga membuatku sesak.

Aku menahan rasa sakit serta tidak nyaman pascamelahirkan.

Kemudian bergegas mengemasi pakaianku.

Aku dan orang tuaku berjalan keluar rumah sambil membawa koper dengan perasaan kecewa.

Begitu aku baru saja melangkah keluar.

Ibu mertuaku tiba-tiba datang dan mendorongku hingga terjatuh ke tanah.

"Cuih! Cepat pergi dari sini!"

Orang tuaku meminjam uang 1,2 miliar dari kerabat kami.

Mereka mencari pengacara terbaik di kota untuk membantuku dalam kasus ini.

Mereka berusaha menguatkanku yang hampir hancur.

Mereka mencoba menenangkanku, "Lina, meskipun kamu bercerai, ayah dan ibu akan tetap berjuang menindak orang-orang yang sudah menyakitimu."

"Nggak ada yang boleh memfitnah putri kami."

"Lina putri kami adalah perempuan paling baik di dunia ...."

Sudah tiga tahun aku tidak bertemu orang tuaku karena memilih untuk tinggal jauh bersama Sandi setelah kami menikah.

Tapi saat aku sedang di masa paling kelam, justru hanya orang tuaku yang bisa kujadikan tempat bersandar.

Padahal dulu aku selalu menganggap mereka sebagai orang kampung yang tidak tahu apa-apa.

Aku merasa mereka terlalu naif dan keras kepala.

"Ayah, Ibu, maafkan aku ...."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perempuan dan Kuasanya   Bab 15

    Setelah lukaku pulih.Aku memindahtangankan rumahku kepada agen properti sepenuhnya agar diurus.Sementara aku dan Renita kembali ke kampung halaman bersama ayah dan ibuku untuk menjalani hidup baru.Berita tentangku menjadi sorotan di media.Mereka bilang bahwa aku adalah orang pertama yang berani melawan ketidakadilan.Mengungkap kejahatan meskipun sempat mendapatkan cibiran masyarakat.Mereka menyebutku pahlawan.Tapi, satu hal yang ingin kukatakan pada mereka adalah.Bukan hanya aku.Mereka yang berani melawan kejahatan dan mengabaikan tanggapan miring orang-orang demi menegakkan keadilan.Juga merupakan seorang pahlawan.Kaum perempuan bukan lagi kaum lemah.Akan selalu ada yang berani maju untuk melakukan perlawanan.Dan kekuatan mereka jauh lebih besar daripada yang kamu bayangkan.Kami, kaum perempuan. Tidak akan membiarkan apa yang sudah kami perjuangkan, berubah menjadi bumerang bagi kami ataupun generasi berikutnya.

  • Perempuan dan Kuasanya   Bab 14

    Ayahku lalu terlihat berjalan masuk dari luar.Dia membawa kantong berisi buah durian.Dia bergegas menghampiriku begitu melihatku sudah siuman.Dia lalu menepuk lembut keningku, "Dasar kamu ini! Kenapa nggak mengabari Ayah dan Ibu kalau ada masalah sebesar ini?""Kamu ini bisanya membuat orang cemas saja!"Ibuku mengusap air mataku sambil melirik tidak suka pada ayah, kemudian mengomelinya, "Anakku baru bangun, kamu jangan malah memarahinya."Mata ayahku terlihat sedikit memerah, dan dia buru-buru balik badan.Dia mengusap wajahnya sambil berbalik, lalu meletakkan durian tadi di atas meja."Aku juga kasihan padanya. Kalau saja aku tahu Sandi itu seberengsek ini.""Aku pasti nggak akan merestui pernikahan mereka meskipun Lina akan membenciku!"Aku mengulurkan tangan untuk meraih lengan ayahku, "Ayah, sudahlah. Semuanya sudah berakhir sekarang.""Sandi sudah mati, semuanya sudah berakhir. Setelah ini hari-hari yang lebih cerah akan datang."Ayahku terlihat menaikkan alisnya.Lalu mengup

  • Perempuan dan Kuasanya   Bab 13

    Agen properti menghubungiku dan bilang kalau ada yang tertarik dengan rumahku.Dan memintaku datang untuk tanda tangan kontrak.Aku pun mengiyakan dengan senang hati.Begitu rumahku sudah terjual, aku akan meninggalkan kota ini selamanya.Aku bergegas menuju ke kantor agen properti sambil bersenandung.Aku terkejut saat melihat siapa yang akan membeli rumahku.Ternyata, orang itu adalah Sandi yang kabur.Wajahnya sudah penuh jambang, tatapan matanya semerah darah.Aku pun segera berbalik dan hendak pergi begitu melihatnya.Tapi Sandi benar-benar seperti hewan liar yang sedang marah. Dia berlari ke arahku sambil memegang sebilah pisau."Lina, ini semua gara-gara kamu!""Ibuku sudah mati.""Aku juga dipenjara karenamu. Nggak akan kubiarkan kamu hidup tenang!"Agen properti yang melihat situasi jadi memburuk pun segera menelepon polisi.Aku juga segera menghindari serangan Sandi.Tapi pria itu tiba-tiba mengubah arah pisaunya.Pisau itu pun berhasil melukai lenganku.Darah mengalir keluar

  • Perempuan dan Kuasanya   Bab 12

    Seperti yang sudah kuduga. Tiga hari kemudian ....Videoku kembali tersebar secara daring.Sama seperti di kehidupanku yang sebelumnya. Informasi pribadiku juga ikut tersebar.Nomor telepon dan alamat rumahku juga tersebar.Tapi di kehidupanku sekarang, aku sudah tidak selemah dulu.Aku pasti akan menuntut semua orang yang sudah menindas dan menghinaku.Karena tindakan Sandi ini.Polisi segera melacak informasi dari video yang dipublikasikan Sandi.Mereka menyusup ke dalam jaringan orang-orang itu.Kemudian mengumpulkan cukup banyak bukti.Ternyata jaringan orang-orang itu sudah tersusun rapi.Para penjahat itu akhirnya berhasil diringkus sekaligus.Polisi memberitahuku.Kalau mereka menemukan bahwa bukan hanya aku yang jadi korban.Sindikat ini ternyata jauh lebih besar daripada yang dibayangkan.Ada video gadis kecil yang baru berusia tiga hingga lima tahun, serta siswa yang masih belasan tahun.Bahkan nenek-nenek berusia tujuh puluh sampai delapan puluh tahun.Para penjahat ini ....

  • Perempuan dan Kuasanya   Bab 11

    Sandi mengirimkan pesan memohon ampun padaku saat hari sudah malam.Dia memohon agar aku mau mengembalikan uang 1,2 miliar itu padanya. Karena ibu mertuaku terkena serangan jantung.Sekarang dia sedang dirawat di rumah sakit.Usai membaca pesan tersebut, aku langsung menghapusnya dan memblokir nomor Sandi.Sandi lalu mencoba menghubungiku menggunakan ponsel kerabatnya yang lain.Suaranya di seberang telepon terdengar memelas.Dia menangis keras."Lina, kenapa kamu setega ini?""Asal kamu tahu, aku punya banyak cara yang bisa membuatmu menyerah!"Kemudian telepon pun terputus.Aku tahu apa maksud ucapan Sandi barusan.Dia mau mengunggah ulang videoku yang dia rekam secara diam-diam ke website itu lagi.Supaya aku kembali tersudutkan seperti di kehidupanku yang sebelumnya.Aku awalnya berencana menyudutkan Sandi menggunakan opini masyarakat.Agar dia merasakan siksaan seperti yang kurasakan di kehidupanku sebelumnya. Tersiksa dan putus asa karena kekerasan siber serta caci maki masyaraka

  • Perempuan dan Kuasanya   Bab 10

    Polisi memanggilku ke kantor polisi.Aku menatap sepasang ibu dan anak yang duduk meringkuk di kursi ruang mediasi.Lalu tertawa sinis.Dalam waktu satu bulan ini.Sandi benar-benar tidak mengecewakanku. Dia benar-benar menganggap kantor polisi seperti rumah sendiri.Polisi tentu saja mengenali mereka berdua.Bahkan sampai mengernyitkan kening saat bertanya, "Kalian berdua memang keras kepala. Kalian sepertinya nggak akan kapok kalau belum mati, ya?"Sandi segera menunjuk ke arahku sambil marah-marah, "Ini semua ulah perempuan jahat itu!""Pak polisi, kami berdua itu suami istri. Apa salahnya kalau aku mau menghancurkan rumahku sendiri?"Aku lalu mengeluarkan surat putusan cerai dari dalam tasku, "Pak Sandi, aku ini sudah bukan istrimu lagi.""Aku sudah mendata barang apa saja yang sudah kamu dan ibumu hancurkan di rumahku.""Bukankah seharusnya kamu membayar ganti rugi?""Kalau nggak, aku terpaksa harus minta bantuan polisi untuk mengantarkan kalian kembali menikmati paket liburan di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status