Angelica bergegas keluar apartemennya dan menuju lift yang sudah akan tertutup, Angelica berlari dan berteriak pada Dayton agar mau menunggunya, Angelica masuk ke lift dengan helaan napas lega, lalu mendongak melihat Dayton juga Joseph sekretarisnya, Dayton tak membalas tatapan Angelica.
“Kamu akan berangkat kerja, ya?” tanya Angelica basa-basi.
Joseph menatap bosnya yang kini mengabaikan Angelica.
“Aku bertanya sekali lagi, apa kamu akan ke kantor?’
“Hem,” jawab Dayton tanpa menoleh ke arah Angelica.
“Aku berutang sama kamu, sekali lagi terima kasih, ya,” ujar Angelica.
“Dia sekretarismu?” bisik Angelica ketika melihat Joseph berdiri di belakang sang boss.
“Iya,” jawab Dayton.
Sampai di lobi, Dayton berjalan duluan dan Joseph menyusul langkah kaki atasannya itu dan tetap menjaga jarak agar tak berdampingan, sedangkan Angelica berjalan di samping Joseph.
Joseph membuka pintu mobil dan mempersilahkan sang atasan untuk naik, tapi tatapan Dayton mengarah pada Angelica yang sedang berdiri di depan gedung apartemen, sesekali melihat jam yang melilit di pergelangan tangannya.
Dayton mencoba tak memperdulikan Angelica dan melihat wanita itu berjalan menjauh dari gedung apartemen.
Joseph melajukan mobilnya menuju perusahaan, secara tiba-tiba Dayton menyuruh Joseph untuk berhenti di depan Angelica yang sedang berdiri gelisah menunggu taksi.
Dayton menurunkan kaca mobilnya, tanpa menawarkan tumpangan untuk Angelica dengan cepat Angelica masuk ke dalam mobil dan duduk berdampingan dengan Dayton yang tiba-tiba tersenyum kecil melihat tingkah wanita yang duduk disampingnya.
"Kenapa kamu naik ke mobilku?” tanya Dayton.
"Karena aku tau kamu akan menawarkan tumpangan untukku, jadi tanpa membuang tenagamu, aku menyadarinya dan langsung masuk,” kekeh Angelica membuat Dayton tersenyum sesekali menggeleng tak percaya wanita yang kini duduk di sampingnya tak berusaha membuatnya terkesan.
"Aku numpang ya, aku sudah terlambat,” ujar Angelica membuat Dayton menganggukkan kepalanya.
"Apa kamu bekerja di perusahaan besar dengan jabatan yang penting?” tanya Angelica.
“Apa aku harus menjawabnya?”
“Tentu saja harus, ketika orang sedang bertanya bukankah seharusnya kamu memang harus menjawabnya? Itu lebih santun walaupun kita tak dekat,” jawab Angelica.
“Iya.”
“Apa kamu bosnya?”
“Bukan, aku karyawan biasa.”
“Apa ada karyawan biasa berpakaian rapi dan di jemput sekretarisnya?”
“Aku memang hanya karyawan biasa.”
“Baiklah anggap saja begitu.”
“Kamu mau turun di mana?”
“Aku bekerja sebagai make up artis, jadi turunkan saja aku di taman depan gang sana, hari ini ada syuting di situ,” jawab Angelica.
“Make up artis?“
“Hm, kamu pasti heran, ‘kan? Kenapa aku bisa tinggal di apartemen mewah itu sedangkan aku hanya bekerja sebagai make up artis, semua orang selalu menanyakan itu,” ujar Angelica.
“Aku tinggal bersama saudara perempuanku, hanya saja ia tak terlihat karena sedang berada di luar kota untuk melakukan suatu pekerjaan.” ujar Angelica membuat Dayton menatapnya, ada raut wajah yang membuat Dayton penasaran.
“Kenapa memilih pekerjaan sebagai make up artis?”
“Karena aku tak memiliki gelar untuk ku banggakan”
“Oh sudah sampai, turunkan aku di situ,” ujar Angelica membuat Joseph menghentikan mobilnya.
“Terima kasih ya, karena sudah memberiku tumpangan, apa aku bisa meminta nomormu?” tanya Angelica, membuat Dayton heran, tanpa mendengar jawaban Dayton, Angelica dengan cepat merebut ponsel lelaki itu dan menuliskan namanya disitu dan memanggil singkat ponselnya.
“Ini ponselmu, aku pergi,” ujar Angelica keluar dari mobil dan membuat Dayton keheranan dengan sikap wanita yang sudah menerobos masuk ke kamarnya.
Entah kenapa Dayton tak bisa menolak ketika Angelica berbicara.
♥♥♥
pAngelica setengah berlari menghampiri atasannya, lalu menundukkan kepala karena telat, artis yang bernama Rihana itu melempar bekas gelas kertas kopinya di muka Angelica, membuat Dayton heran. Begini kah Angelica di perlakukan? Kenapa artis itu begitu kasar kepada yang sudah mempercantik wajahnya?
“Kenapa kamu terlambat? Lebih baik kamu tak usah bekerja denganku jika kamu tak disiplin waktu, aku sudah akan syuting sejak tadi tapi karena keterlambatanmu itu membuatku telat untuk syuting!” teriak Rihana.
“Maafkan saya, Nona,” ujar Angelica menundukkan kepala berkali-kali.
“Jalan, Joseph!” perintah Dayton ketika sadar bahwa sejak tadi ia sudah melihat bagaimana pekerjaan Angelica.
Angelica harus menahan semua rasa sakitnya ketika bekerja di bidang ini, ia selalu menjadi pusat perhatian ketika sedang di marahi oleh Rihana, Angelica selalu berusaha agar bekerja lebih baik lagi.
“Kerjakan cepat, jangan lelet!” teriak Rihana.
♥♥♥
Sampai di ruangannya, Dayton terkejut melihat sang ayah sedang menunggu dengan menikmati secangkir kopi yang sudah di siapkan Lilian sekretarisnya di kantor. Dayton memang memiliki dua sekretaris selain Joseph, Dayton memiliki Lilian yang standby di kantor.
“Dad?” Dayton berjalan menghampiri sang ayah.
“Duduklah, Nak.”
“Ada apa daddy kemari? Kenapa tak memanggilku saja, aku akan kesana jika dad memanggilku,” ujar Dayton.
“Ada yang ingin dad bicarakan sama kamu, Nak.”
“Apa itu?”
“Dad harus menikahkan Alice,” jawab Rayoen.
“Apa? Kenapa mendadak? Alice ‘kan belum lulus sekolah.”
“Kelulusan itu gampang, lagan usianya sudah cukup tua, tapi kepercayaan sebagai teman yang dad jaga, Viktor ingin menikahkan anaknya dengan Alice.”
“Zach maksudnya?”
“Hm, tapi Dad bingung bagaimana mengatakannya pada Alice jika dad akan menikahkannya dengan Zach.”
“Apa dad yakin Alice akan menerimanya? Dad ‘kan tau bagaimana sikap Alice,” ujar Dayton sedikit khawatir dengan masa depan sang adik.
“Alice tentu saja mau,” suara Alice membuat sang kakak dan sang ayah menoleh ke arahnya, Alice lalu berjalan menghampiri Rayoen dan duduk di samping sang ayah, Alice memeluk Rayoen penuh kehangatan, begini lah Alice pada sang ayah.
“Apa maksudmu, Nak?” tanya Rayoen bingung.
“Aku mendengar semua yang dad dan kakak katakan, tentu saja aku mau jika di jodohkan dengan Zach,” ujar Alice sumringah.
“Kamu serius?” tanya Dayton.
“Tentu saja aku serius. Tidak mungkin aku bercanda pasal pernikahan,” jawab Alice dengan enteng.
“Benarkah?”
“Apa alasanmu menerimanya? Pernikahan bukan permainan, Alice, kau tak melakukannya karena kamu mau, tapi semua itu membutuhkan kesiapan,” ujar Dayton membuat sang adik menatapnya.
“Kamu bicara seperti sudah menikah saja,” kekeh Alice membuat sang ayah tertawa kecil.
“Aku ‘kan bertanya apa alasanmu menerima perjodohan ini?”
“Karena aku sejak lama sudah menyukai Zach,” kekeh Alice.
“Berarti Dad melakukan hal yang benar?” tanya Rayoen pada putrinya dan merangkulnya.
Dayton menggelengkan kepala ketika adiknya itu langsung menerima perjodohannya dengan Zach yang di atur oleh Viktor dan Rayoen, Alice tersenyum dan masih saja merangkul sang ayah. Adiknya akan menikah, sedangkan sebagai kakak ia belum memiliki kekasih untuk ia nikahi, tapi sejak awal Dayton memang tak berniat menikah, cukup bekerja untuk membuatnya tenang walaupun sesekali sang mommy menyuruhnya untuk menemui anak dari teman-teman arisannya tapi sering kali pula Dayton menolaknya sehingga membuat sang mommy geram dan jengkel dengannya.
Tujuh tahun kemudian.“Angel, kenapa kamu diam saja?” tanya Alice, duduk disamping kakak iparnya.“Aku hanya sedang berpikir, bahwa banyak hal yang sudah ku lalui,” jawab Angelice. “Aku sekarang bahagia.”“Kamu harus bersyukur bahwa kebahagiaan yang kamu alami saat ini, cukup membuktikan bahwa kamu kuat selama ini,” jawab Alice, mengelus punggung kakak iparnya.“Jujur, aku sering mengeluh tentang apa yang tidak aku miliki. Atau bahkan aku sering meminta kepada Tuhan seolah aku mendikte Dia. Padahal … Tuhan pasti sudah tahu dan paling tahu apa yang kita butuhkan dan apa yang terbaik buat kita. Hal ini berhubungan dengan pengalamanku bekerja sebagai make up artis. Aku masuk ke dalam rutinitas yang sangat amat membosankan. Kenapa? Karena aku orangnya memang mudah bosan, dan kalo sudah bosan, pikiran pasti kemana-mana. Salah satunya mengeluh kepada Tuhan, kenapa aku tidak seperti gini tidak seperti itu. Tapi kadang aku sadar bahwa apa yang aku lakukan salah, tapi juga aku tidak bisa
Dayton menatap wajah istrinya yang kini sedang menatapnya, karena mengerti, semuanya keluar dari kamar perawatan, dan membiarkan Dayton dan Angelica berduaan karena mereka sudah lama tidak pernah saling menatap.“Sayang, aku baik-baik saja,” kata Angelica. “Aku malu jika kamu terus melihatku seperti itu.”“Aku bahagia sekali kamu sudah sadar, Sayang, dan aku benar-benar takut kehilangan kamu,” lirih Dayton, menggenggam tangan istrinya dan menciuminya beberapa kali, ia duduk di hadapan Angelica istrinya yang kini menyerendengkan tubuhnya di ranjang pasien. “Aku melangkahkan kaki bersama dengan harapan. Dan, aku menunggumu dalam sepi, meski ditemani ketidakpastian. Terkadang hatiku perih, namun aku yakin kamu akan baik-baik saja.”“Aku bersyukur sekali memiliki dirimu, Sayang,” lirih Angelica.“Aku yang bersyukur bahwa kamu masih ada di sini, dan menatapku.”Angelica menganggukkan kepala.“Aku mohon sama kamu, jangan pernah menemui perempuan itu lagi, aku tidak akan bisa hidup j
Dayton tengah duduk diam dan menatap wajah pucat istrinya, ia menitikkan air mata, dan menggenggam tangan dingin itu lalu menciuminya sesekali.“Aku mohon. Kamu harus sadar, Sayang,” kata Dayton, menciumi pipi istrinya. “Aku menunggumu di sini. Dan, aku sangat merindukanmu.”Sesaat kemudian, Alice kembali dan membawa dua kotak makanan, Dayton menoleh melihat adiknya sesaat dan kembali menatap istrinya.“Kak, makan dulu,” kata Alice, membuat Dayton menghela napas.“Aku sudah makan tadi siang,” jawab Dayton.“Itu makan siang, Kak, ini makan malam,” kata Alice, menggelengkan kepala, dan menaruh dua kotak makanan itu di atas meja dekat sofabed.“Aku masih kenyang, taruh saja,” kata Dayton.“Kamu tidak pulang, Kak? Ganti baju dan menjenguk Alden,” tanya Alice.“Besok pagi aku akan pulang.”“Baiklah. Kalau begitu aku taruh makanannya di sini,” kata Alice.“Iya.”“Aku pulang dulu, Kak, besok pagi aku akan datang menggantikanmu.”“Hem.”Alice lalu melangkah meninggalkan Dayton
Beberapa hari telah berlalu, namun Angelica belum juga sadarkan diri, semua keluarga hanya berdoa dan menunggu Angelica sadar dan setelah itu ia bisa kembali pada keluarganya. Alden terus menangis, semua keluarga tahu, bahwa Alden peka terhadap musibah yang dihadapi ibu dan ayahnya saat ini.Dayton tak pernah berhenti untuk menemani istrinya, ia akan ke kantor dan mengerjakan pekerjaannya secepatnya dan kembali ke rumah sakit. Ia hanya akan ke mansion berganti pakaian dan mengecek Alden, setelah itu ia akan ke rumah sakit dan menemani istrinya.Semua urusan perusahaan akan di urus oleh Sas—direktur utama.Gunting yang menyayat perutnya melukai organ lainnya, dan ditambah lagi gunting itu adalah gunting yang sangat berkarat yang mampu membuat luka itu terinfeksi seperti luka Angelica.Kebaikan hati Angelica membuatnya terlupa bahwa Arminda tak akan berubah secepat itu, ia sampai melupakan bahwa Arminda tidak pernah menyukainya, dan dendam dihati Arminda sudah mengakar dihatinya s
Dayton kini tengah menandatangani semua dokumen yang kini memenuhi mejanya, semua harus selesai, dan ia amati agar tak ada kesalahan dalam proyek yang di jalankan perusahaannya. Dayton harus mengamatinya dengan teliti agar tak ada yang tumpang tindih.Kepanikan Joseph membuat Dayton menoleh dan menatap asistennya itu.“Ada apa, Joshep?” tanya Dayton. “Kau mengganggu konsentrasiku.”“Tuan, sesuatu terjadi,” kata Joseph, entah kenapa bibirnya seperti terkunci dan tidak bisa mengatakan sesuatu.“Ada apa? Apa yang terjadi? Apa kau tak bisa berbicara lebih jelas?” tanya Dayton, membuat Joseph menganggukkan kepala.“Tuan, Nyonya kini sedang di rumah sakit, beliau tertikam di kantor polisi,” jawab Joseph, membuat Dayton berdiri dari duduknya dan menatap taham ke arah asistennya itu.“Apa? Apa maksudmu?”“Saya mendapatkan telpon dari rumah sakit,” jawab Joseph.“Kau jangan bercanda, Jo,” kata Dayton.“Saya tidak bercanda, Tuan,” jawab Joseph.“Ya sudah. Kita ke rumah sakit sekaran
Angelica menggendong Alden di pangkuannya, ia jadi tidak kesepian jika Dayton beranjak kerja, karena Alden selalu menemaninya, atau Alice yang datang ketika dibutuhkan.Suara ketukan pintu terdengar, membuat Angelica berseru. “Masuk!”Alice masuk membawa kantong kertas di tangannya.“Aku tidak mengganggu, ‘kan?” tanya Alice, duduk disamping Angelica.“Ya tidak lah, Alice, kamu ini kayak sama siapa aja.”“He he,” kekeh Alice. “Aku bawa sesuatu untuk Alden.”Alice membuka kantong kertas yang di tangannya dan membuka beberapa lembar pakaian dan sepatu, membuat Angelica terkekeh ketika melihat antusias Alice membelikan sesuatu untuk putranya.“Ya ampun, Alice, lihat itu lemari Alden jadi full karena pakaian yang kamu beli, semuanya juga belum ada yang Alden pakai,” kekeh Angelica, menggeleng melihat Alice antusias.“Ini kan bisa di pakai di rumah, jalan-jalan, atau pas Alden sudah besar baru dipake,” jawab Alice. “Aku beli di babyshop yang bagus loh.”“Babyshop mana?”“Aku p
“Nak, ada apa? Kamu membutuhkan sesuatu?” tanya Lucia.“Aku akan mengambil makan untuk Angelica, Mom,” jawab Dayton.“Biarkan Kemal yang mengambilkannya,” kata Lucia. “Kemal, ambilkan makan untuk menantuku.”“Iya, Nyonya,” jawab Kemal, lalu melangkah meninggalkan majikannya.“Apa yang di lakukan Alden, Kak?” tanya Alice.“Dia tertidur di pelukanku,” jawab Dayton.“Ternyata kakakku ini sudah bisa menjadi Ayah,” kekeh Lucia, membuat semuanya tersenyum.“Dad akan menyewa babysitter untuk Alden,” sambung Rayoen—sang Papa.“Iya. Benar kata ayahmu, agar Angelica bisa bebas bergerak, dan tidak terkungkung,” kata Lucia, menimpali.“Aku menyerahkan semuanya ke Dad dan Mom,” jawab Dayton.“Bagaimana rasanya menjadi seorang Ayah, Bro?” tanya Zach.“Apa kau sudah menginginkannya?” tanya Dayton, kembali.“Jika di beri kesempatan, tentu saja aku mau,” jawab Zach, membuat Alice menyikut suaminya agar diam.“Itu akan terjadi jika benar kau menginginkannya, Nak,” kata Rayoen.“Ini, Nyo
Sampai di rumah sakit, semua perawat juga beberapa dokter menghampiri Dayton, membuat semua pengunjung keheranan melihat kesigapan mereka.“Istri saya mau melahirkan,” kata Dayton, membuat beberapa perawat mengambil ranjang pasien yang bisa di dorong dan membawanya ke hadapan Dayton dan Lucia.Dayton meletakkan istrinya dengan pelan di atas ranjang dorong, lalu menggenggam jari jemari suaminya.“Antarkan pasien ke ruang bersalin,” perintah salah satu dokter.Semua perawat pun sigap dan membawa Angelica ke ruang bersalin.“Tuan jangan khawatir, semua akan baik-baik saja,” kata dokter Hammers.“Lakukan yang terbaik untuk istriku, Tuan Hammers,” pintah Dayton.“Tentu.”Lucia menepuk punggung putranya. “Kamu tak usah khawatir, Nak, begitu juga Mommy melahirkanmu dulu,” kata Lucia.“Mom, apa semua akan baik-baik saja?”“Pasti, Nak, kan kamu dengar sendiri apa yang di katakan Hammers,” jawab Lucia.Dayton menyapu wajahnya dengan kedua tangannya, karena merasa khawatir atas apa
Dayton lagi-lagi mengabaikan istrinya dan terus berjalan. Ia tidak suka melihat istrinya keluar dari kamar tanpa memberitahukannya, lalu dengan santai Angelica mengobrol dengan lelaki lain, hal itu membuat hati Dayton terluka. Meski berlebihan, tapi seperti itulah Dayton yang sangat mencintai istrinya. “Sayang, kenapa kau diam saja? Kau tidak percaya ‘kan aku sedang hami dan mau mengobrol dengan lelaki lain?” tanya Angelica, berusaha mengejar suaminya yang masih berjalan didepannya. Angelica menggelengkan kepala berusaha sabar karena sepenuhnya adalah kesalahannya. “Kita kembali ke London saja,” kata Dayton. “Kok mendadak?” tanya Angelica. “Banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan.” “Kita ‘kan baru seminggu di sini, sisa seminggu juga ‘kan jadwal cuti kamu?” tanya Angelica. “Pokoknya kita harus pulang. Seminggu saja sudah membuatku muak di sini.” “Ada apa denganmu? Kenapa berubah seperti