Share

Part 6: Gadis Pembalut!

Setelah menyelesaikan permasalahan Eva di sekolah. Erik mengajak Eva ke sebuah kafe untuk menghilang rasa kesalnya atas keputusan pihak sekolah terhadap dirinya.

Erik dan Eva menuju ke sebuah kafe dimaksud. Eva hanya terdiam di dalam mobil sembari menatap ke arah luar sembari menyandarkan diri pada kaca mobil.

"Eva?" panggil Erik lembut membujuknya.

Eva hanya terdiam tak menjawab panggilan Erik.

Erik ingin mencoba menasihati Eva, bahwa keputusan kepala sekolah sudah sangat bijak.

"Kamu harus terima hukuman dari kepala sekolah, Ev. Kamu nggak boleh mengeluh seperti itu. Dengarin Paman, oke. Ini demi kebaikan kamu," jelas Erik.

"Nggak harus semua prestasi Eva juga di cabut. Eva nggak mau kembalikan penghargaan itu. Eva nggak mau!" tolak Eva kesal.

"Tapi itu hukuman yang harus kamu terima. Patuhi aturannya, dan jangan membantah!" tegas Erik agar Eva mengerti.

Eva terdiam kesal. Lalu, memindahkan tatapanya dari Erik.

***

Rendra hanya bisa memakan sepotong roti dan segelas air putih untuk menghilangkan laparnya. Saat Eva sedang duduk di neja makan menikmati sepotong roti, tiba-tiba Rendra mendapatkan panggilan dari nomor tak di kenal.

Rendra mengambil ponselnya yang terletak di meja di sampingnya.

"Number Indonesia?"

Rendra mengangkat panggilan dari nomor itu.

"Halo?"

"Halo Tuan Muda. Perkenalkan nama saya Pati. Usia saya 30 tahun. Saya seorang suruhan profesional," ucap lelaki itu di seberang ponsel.

"Dari Daddy?"

"Iya, Tuan Muda," jawab pria bernama Pati itu.

***

Eva dan Erik sudah berada di sebuah kafe yang di maksud. Makanan kesukaan Eva sudah terhidangkan yang berupa nasi goreng siput.

Eva menatap nasi goreng tepat di depannya yang sangat menggugah selera. Namun, ia masih kesal dan hanya menatap ke arah makanan.

"Kamu nggak mau makan nasi goreng siput itu?" tanya Erik.

Eva masih memasang wajah yang cemberut.

"Ya sudah kalau kau nggak mau makan." Erik mengambil nasi goreng siput milik Eva untuknya. "Biar Paman saja yang makan punya kamu,"

"Jangan!" sahut Eva mengambil kembali makanannya.

Erik tersenyum. "Katanya kamu nggak mau makan,"

Eva langsung makan nasi goren miliknya. "Siapa bilang Eva nggak mau," bantahnya.

Erik menggeleng-gelekkan kepalanya karena heran dengan tingkah keponakannya yang terlalu kekanak-kanakan.

Setelah menyelesaikan makan malamnya, Eva dan Erik kembali ke rumah. Sesampai di rumah dan bersiap-siap untuk tidak tidur. Eva mendapatkan panggilan dari Cici.

"Eva!" teriak Cici berisik.

"Auw." Eva memindahkan ponsel dari telinganya. "Ci. Nggak usah pakai teriak juga kali,"

"Maaf-maaf," ucap Cici

"Kamu ada apa telfon aku aku?" tanya Eva.

"Aku mau tanya keadaan kamu. Gimana tadi keputusannya?" tanya Cici perhatian.

"Aku di skor satu minggu dan aku harus mengebalikan prestasi yang sudah aku dapat," jelas Eva sedih.

"Apa?! Aduh Ev, kasian banget sih kamu. Seharusnya kami juga harus di hukum," ungkap Cici.

"Nggak perlu. Kalian nggak ada salahnya kok. Aku yang minta kalian menghajar mereka,"

"Tapi itu tetap salah Ev,"

"Udah ah, Ci. Aku nggak papa kok. Kalian bisa semangatin aku saja, aku udah senang banget,"

"Kita kan sahabatan, harusnya kita sakit bareng-bareng,"

"Kamu ini. Ayo kita tidur? Besok kamu harus sekolah. Cepat tidur ya anak kecil. By," salam Eva dan mematikan panggilan dari Cici.

"Eva! Eva!" panggil Cici yang belum ingin mengakhiri panggilan.

Eva dengan cepat mematikan panggilan Cici karena Eva merasa sedih.

Erik tak sengaja menguping percakapan Eva dan Cici. Erik terharu dengan kebaikan Eva yang tidak mau mengungkapkan temn

Lalu, Eva mematikan lampu kamarnya dan segera tidur.

***

Keesokan harinya, Eva terbangun dari tidurnya karena merasakan seluruh badannya sakit dan merasakan basah di celana. Eva memeriksanya.

"Aaaaaa!"

Sontak dari sisi Rendra saat terkejut mendengar teriakan keras yang menyengat kupingnya.

Rendra menghela napas kesal.

"Apa aku mimpi?" ucap Rendra setengah sadar.

Lalu, ia menghela napas seraya mengacak-acak rambutnya karena merasa terganggu dengan teriakan yang di mimpinya itu. Rendra bangun dari kasurnya menuju kamar mandi.

***

Eva terlihat bersiap-siap memakai jeans panjang dengan kemeja kuning kotak-kotak, memakai tas santai, dan mengepang rambut panjangnya. Setelah bersiap, Eva turun dari kamarnya.

Erik sedang sarapan di meja makan dan hendak berangkat ke sekolah. Erik melihat Eva yang hendak keluar rumah.

"Kamu mau kemana?" tanya Erik menghampiri Eva.

Eva terus mengambil sepatunya di rak dekat dengan pintu rumah.

"Eva mau ke super market," jawab Eva sambil memakai sepatu.

"Untuk apa?"

"Eva mau belanja,"

"Belanja apa?"

Eva menghela nafas. "Paman banyak nanya tau. Ini hal wanita. Paman nggak boleh tau," jawab Eva sambil membuka pintu dan pergi.

"Eh-eh. Eva!" panggil Erik berdiri di depan teras rumah.

Eva terus pergi keluar dari rumah dengan berjalan kaki tanpa membawa mobil. Karena super market tidak terlalu jauh, Eva dengan riangnya menikmati pepohonan di pinggir jalan kompleks perumahan pamannya.

"Selamat pagi Eva," sapa seorang tetangga wanita.

"Selamat pagi juga Ibu," balas Eva tersenyum.

Sesampai super market Eva langsung beranjak pergi menuju rak yang banyak tersedia pembalut wanita. Eva ingin membeli ukuran pembalut yang besar dan tahan lama.

"Yang mana ya," ujarnya sambil menunjuk-nunjuk beberapa pembalut sembari melangkahkan kakinya dengan pelan.

Suasana di super market tidak terlalu ramai. Sosok pria remaja di belakang Eva sedang memilih beberapa perlengkapan alat mandi yang berupa shampo. Namun, ia bingung memilihnya. Saat ia memalingkan badannya untuk memanggil pekerja super market Eva menatap lelaki tampan itu yang terlihat sebaya dengannya. Itu adalah Rendra. Namun, mereka belum saling mengenal.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya pekerja itu.

"Boleh pilihkan shampo yang bagus kualitasnya,"

Pekerja itu menatap Rendra heran.

Rendra menyadarinya.

"Maaf. Saya baru pindah ke Indonesia. Jadi, saya kurang tau," jelas Rendra.

"Oh, begitu. Baik, saya akan pilihkan," jawab pekerja itu.

Eva dengan sengaja menguping pembicaraan mereka sembari melambat-lambatkan tangannya mengambil pembalut.

"Memang dulunya dia Alien apa? Baru pindah ke Indonesia. Tapi, Bahasa Indonesianya lancar banget," gumam Eva namun terdengar di telinga Rendra.

Rendra menatap Eva. Namun, Eva berpura-pura tidak memperhatikannya.

"Yang ini, Dik." Pekerja itu memberikan shmapo kepada Rendra.

"Oh, terima kasih Mba," ucap Rendra.

"Sama-sama," balas pekerja itu dan pergi melanjutkan tugasnya.

"Sepertinya yang itu deh," tunjuk Eva kearah pembalut di rak paling atas.

Dengan penuh percaya diri, Eva mengambil pembalut itu menggunakan sebuah kayu pengambil barang di ketinggian. Eva mencobanya. Namun, beberapa kali gagal dan Eva merasa malu kepada Rendra. Tapi, berusaha santai.

Rendra melihat ke arah Eva, namun tidak ada senyumam di wajahnya.

Eva terus berusaha mengambil pembalut dan berhasil di kaitkannya. Lalu, Eva ingin menjatuhkan pembalut itu. Namun, karena berat Eva tidak sanggup menahan pembalut itu dan tanpa sengaja ia menjatuhkan pembalut itu ke atas kepala Rendra.

"Auw!" keluh Rendra kesakitan sembari memegang kepalanya.

Sontak Eva terkejut ketakutan sembari membuka mulutnya. Karena malu Eva lari dari super market dan tidak mengambil pembalutnya.

"Hey! Gadis pembalut!" panggil Rendra keras.

***

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status