Share

Part 7: Kompleks Elit Cenderwasih

Menjatuhkan pembalut di atas kepala seorang pria adalah hal yang paling memalukan. Eva tak sanggup mengambil pembalut itu hingga pergi melarikan diri dari super market dan membiarkan Rendra mengambil pembalut itu.

Rendra mengambil pembalut yang jatuh ke lantai. Lalu, petugas super market menatap Rendra aneh.

"Apa kamu juga butuh pembalut?" sindir petugas super market sambil tersenyum.

Rendra sadar akan sindiran itu dan menjatuhkan pembalut itu kembali karena malu. Rendra melepaskan nafas berat, kemudian mendorong tempat belajaannya ke karsir dan pergi dari super market.

Kompleks Elit Cenderawasih, seperti itulah tertulis pada tembok di dekat rumah Paman Eva, Erik Harris. Pepohonan yang rindang membuat pejalan nyaman melewati kompleks itu. Tiupan angin terasa menghilangkan rasa penat setelah seharian melakukan aktivitas dengan menghabiskan waktu bersantai di taman kompleks elit cenderwasih. Eva singgah di taman kompleksnya.

"Malunya aku!" teriak Eva menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Eva membuka wajahnya kembali. "Kenapa aku harus malu? 'Kan aku nggak kenal dengan itu cowok," tambah Eva lagi percaya diri tidak akan terjadi apapun untuk kedepannya.

***

Erik berdiri di depan siswanya di ruang kelas.

"Saya dengar, ada orang lain selain Eva yang memukul Sindi dan kawanannya. Apa itu benar?" tanya Erik pada siswa-siswi kelas 12 MIPA Satu.

Cici, Raisa, dan Rena saling bertatap.

"Ada Pak. Kami!" jawab Cici, Raisa, dan Rena serentak.

Cici menduduki meja kedua di barisan kedua yang berada di sebelah kanan. Raisa menduduki meja kedua di barisan ketiga, Rena menduduki meja ketiga di barisan ketiga, sedangkan meja ketiga di barisan kedua ialah tempat duduk Eva tepat di belakang Cici.

Cici, Raisa, dan Rena tak segan mengakui perbuatannya tanpa takut di hukum.

"Kalian ikut ke ruangan Bapak, sekarang!" perintah Erik dan pergi meninggalkan ruangan.

Saat mendengar perintah Erik semua siswa di ruangan menjadi riuh. Seorang siswa berkacamata besar mendekati Rena. Ia bernama Citra yang duduk tepat di samping Rena di barisan ke empat. Citra sangat menyukai Erik dan selalu menganggu Cici, Raisa dan Rena untuk menanyakan tentang Erik. Namun, ia tidak berani mendekati Eva.

"R-Ren?" panggilnya gagap.

Rena menatap Citra.

"Ada apa Cit?" tanya Rena.

"Untuk apa kalian di panggail Pak Erik?" tanya Citra penasaran.

"Kami ..."

"Kami diajak makan bareng sama Pak Erik. Ayo Sa, Ren," sahut Cici.

Cici sangat kesal dengan tingkah Citra yang selalu ingin tau segala hal yang bersangkutan dengan Erik. Tanpa memperdulikan Citra mereka langsung pergi menuju ke ruangan Erik.

"Kok merek gitu sih sama aku," ucap Citra sedih.

Cici, Raisa, dan Rena berdiri didepan meja Erik.

"Hukuman untuk kalian yaituenjaga kebersihan sekolah. Berisihiin toilet sekolah, halaman sekolah, ruangan sekolah, lapangan basket, ruangan..."

"Tunggu, Pak. Kok banyak banget sih Pak," keluh Cici.

"Iya, pak. Hukumannya kebanyakan," sahut Raisa.

"Kalian mau saya tambah lagi?" ancam Erik.

"Oho! Nggak usah, pak. Itu saja sudah cukup," pungkas Rena.

"Tapi Ren..."

Rena memotong perkatan Cici, "Sudah ayo. Kita terima saja hukumannya. Kalian nggak kasihan sama Eva."

Cici dan Raisa bersedih saat mengingat Eva yang di hukum untuk mengembalikan penghargaannya.

"Ya sudah, kami akan terima hukuman itu Pak,"

"Bagus. Kerjakan sekarang!" perintah Erik.

"Baik Pak." Cici, Raisa, dan Rena pergi membersihkan toilet sekolah.

***

Rendra memasak nasi goreng serta menggoreng telur mata sapi untuk menghilangkan laparnya. Sejak ibunya meninggal Rendra membiasakan hidup mandiri dan tak ingin bermewah-mewahan. Rendra menikmati sarapannya dengan kesunyian yang ia rasakan sejak ia kembali ke Indonesia. Rasanya ia terus merasakan kehadiran sosok ibunya yang terus mengenang tentang indahnua masa lalu sejak memiliki keluarga yang lengkap.

"Every body one! Ayo kita bernyanyi." Eva memegang sebuah pisau dan mulai bernyanyi.

Untuk meghilangkan rasa bosannya dirumah Eva ingin membuatkan sarapannya sendiri. Roti bakar rasa daun bawang sudah disiapkan oleh Erik, namun ia menginginkan makanan berat. Eva memegang sebuah pisau untuk memoting beberapa bawang yang sudah ia siapkan di atas papan pemotong.

Eva memutarkan sebuah musik genre rock. Eva membesar volume musik yang sangat kencang hingga terdengar keluar rumah, dan Eva mulai berjoget seraya melanjutkan memotong bawang.

Sontak Rendra terkejut mendengar suara musik yang begitu menyengat telinga sampai ia tersendak. Rendra melepaskan sendakannya dengan segelas air putih.

"Ada apa ini? Suara musiknya sangat keras," ujar Rendra seraya berdiri dari tempat duduknya dan berjalan keluar rumah.

Rendra berdiri di depan teras. Suara musiknya semakin keras. Lalu, Rendra menatap rumah di samping kanannya. Suara musik itu berasal dari rumah dengan nomor 52 KEC yaitu kompleks Elit Cendrewasih. Sedangkan Rendra dengan nomor 53 berada di kompleks yamg sama dengan Eva

"Wah! Aku tinggal di daerah orang gila," ucap Rendra kesal.

Eva semakin membesarkan volume musik rock itu tanpa memperdulikan tetangganya.

"Aduh. Keponakan Pak Erik mulai lagi," ucap tetangga Eva yang lain.

***

Sore harinya, Eva hanya mendapatkan panggilan dari mamanya, yaitu mama Nia..

"Mama," jawab Eva lembut.

"Sayang, gimana?" tanya Mama Nia di seberang ponsel.

"Apa yang gimana ma," tanya Eva balik.

Eva hanya tidur di kamarnya dengan membaca novel kesukaannya.

"Mama dengar dari Paman kamu, kamu di skor oleh piha sekolah?" tanya Mama Nia.

"Nggak kok ma,"

"Kamu jangan bohongin Mama, ya? Mama tau loh semua tentang kamu disana," jawab Mama Nia.

Eva menghela napas lelah.

"Paman memang nggak bisa percaya. Apa dia tiap ngadu sama Mama?" tanya Eva.

"Itu bukan ngadu. Mama yang harus tau perlakuan anak Mama ini. Eva Mama mohon, jangan repotkan Pamanmu. Dia juga perlu kebebasan. Kamu ikut sama Mama saja, ya sayang," bujuk Mama Nia.

"Eva nggak mau Ma. Kalau Eva ikut Mama, Eva cuma sendirian saja di rumah. Eva nggak mau. Dan satu lagi, Eva nggak pernah batasi hidup Paman. Tapi, Eva cuma suruh dia tunggu Eva lulus sekolah. Setelah itu terserah Paman mau pacaran kah? Nikah kah? Atau kawin lari kah? Terserah dia," ucap Eva lantang.

Mama Nia berdecak.

"Kamu nggak boleh ngomong gitu. Nanti Paman berkecil hati loh. Kamu tau 'kan, dulu Paman pernah gagal nikah?!" tegur Mama Nia.

"Oh iya. Eva lupa," jawab Eva. Lalu, Eva bangun dari tidurnya dan masih berada di atas ranjangnya. " Mama tenang saja, oke? Eva janji, Eva nggak akan repotin Paman lagi," ucap dengan serius.

"Bagus. Itu yang ingin Mama dengar tau,"

"Papa dimana Ma?" tanya Eva.

"Papa lagi meeting sayang. Akhir-akhir ini perusahaan kita lagi sibuk banget," jelas Mama Nia.

"Wah, pasti seru banget jadi pembawa acara berita. Tapi, pekerjaan seperti yang banya waktu untuk keluarga," ucap Eva sedikit menyindir Mamanya namun Eva tidak mempermasalahkan hal itu.

"Maafkan Mama sama Papa, ya sayang? Bukannya Mama tidak ingin datang kesana, tapi ...,"

"Sudah Ma. Eva santai kok. Sukses untuk Mama dan Papa, ya? Inikan impian kalian," ucap Eva.

"Terima kasih sayang. Kamu bisa memahami kami," ucap Mama Nia.

"Iya Ma. Salam sayang untuk Papa," pungkas Eva mengakhiri panggilan dari Mama Nia.

***

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status