Cia masih sangat terpukul dengan apa yang terjadi padanya. Freya yang ingin mengorek lebih dalam, kesulitan dalam hal ini. El hanya bisa pasrah menunggu karena dia tidak akan dapat memulai usaha pencarian jika Cia tidak mengatakannya.
“Aku akan pergi ke tempat Noah. Kabari jika kamu sudah dapatkan hotel mana yang ditempati Cia waktu itu.” El mendaratkan kecupan di dahi Freya. Dari sejak datang ke London, El belum bertemu dengan Noah. Dia pun sama ingin sekali memukul temannya itu karena tidak menjaga adiknya dengan baik.“Baiklah, aku kabari jika Cia mau menceritakan di mana hotel tempatnya dulu menginap.” Sejauh ini Freya masih mengali informasi pelan-pelan. Tak mau terlalu memaksakan karena takut Cia kembali terpuruk. Untuk saat ini Cia sudah mau makan dan mulaimendengarkannya. Jadi tidak mau Freya kembali membangkitkan ingatan Cia yang buruk.El pergi dengan menaiki bus menuju ke kantor Noah. Sepanjang jalan, dia memikirkan bagBelum banyak yang berubah dari Cia. Dia masih diam dan sesekali menangis. Freya berusaha keras menenangkan. Sesekali menyelipkan dukungan jika kini Cia akan memiliki anak. Bujuk rayu Freya pun berhasil membuat Cia mau makan. Namun, tidak mengubah kesedihan yang dirasakannya. “Menjadi ibu adalah hal yang paling membahagiakan. Terlepas apa yang terjadi pada orang tua mereka. Mereka lahir dengan keadaan suci. Tanpa dosa sama sekali,” ucap Freya di sela-sela Cia makan. “Jika mereka bisa memilih, mereka akan memilih dilahirkan di rahim ibu yang mau menerima mereka dengan suka cita. Bukan mereka yang menolak kehadiran mereka.” Cia terdiam sambil menunduk. Kalimat itu terdengar seperti kalimat sindiran yang dilontarkan sang kakak. Karena selama ini, dia tidak mau anak yang dikandungnya.“Jika semua calon ibu menerima dengan lapang anak yang dikandungnya, terlepas apa yang terjadi. Aku rasa tidak akan ada wanita yang menggugurkan an
El dan Noah sampai di rumah. Rumah tampak sepi. Tak ada seseorang pun di rumah. Mereka tahu ke mana orang-orang itu pergi. Bian sedang di kampus, sedangkan Freya menemani Cia di kamar. “Mau soda?” tanya El.“Boleh.” Noah menatap sejenak pada El dan kembali menatap di mana kamar Cia berada. Sambil mendudukkan tubuhnya, pandangannya tak teralih sama sekali. “Ini.” El memberikan minuman soda pada Noah. Noah menerima minuman dan membukanya. Walaupun tadi sempat minum, tetapi tenggorokannya masih terasa haus. Satu kaleng soda langsung habis saat Noah meminumnya. “Sepertinya kamu haus.” “Biasanya musim gugur tidak akan sepanas ini. Namun, entah kenapa terasa panas.” El hanya tersenyum melihat temannya. “Kalian sudah kembali.” Suara Freya terdengar saat keluar dari kamar. Dia bergegas menghampiri suaminya. Tangannya yang langsung melepas gagang pintu, membuat pintu tidak s
Malam ini El dan Freya bersiap membawa Cia untuk pulang ke Indonesia. Mereka berdua tidak dapat meninggalkan anak-anak mereka lama-lama. Lagi pula, lebih aman jika Cia berada di dekat keluarganya. “Tidak mungkin kita membawa Cia pulang langsung ke rumah mama dan papa.” Freya sadar harus menjelaskan pelan-pelan pada papanya. “Sementara Cia akan tinggal di rumah kita, sampai kita bisa menjelaskan pelan-pelan pada papa.” El harus mencari waktu yang pas untuk mengatakan pada mertuanya itu. Freya mengangguk. Merasa apa yang dikatakan suaminya ada benarnya. Jika rumahnya yang paling aman dari pada tempat lain. “Aku masih heran melihat Noah yang tiba-tiba ingin bertanggung jawab.” Sampai detik ini, Freya masih memikirkan hal itu. El tersenyum. Kemarin, setelah kejadian di mana Noah menawarkan diri, dia masih menyempatkan diri mengobrol dengan temannya itu. “Apa yang membuatmu ingin menawarkan diri? Bu
Daddy Bryan yang melihat temannya sebegitu terluka hanya bisa terdiam. Netranya menatap sang istri yang sedang duduk menenangkan temannya. Kejadian Cia sama dengan sang istri. Dia membayangkan jika mungkin orang tua istrinya itu ada, mungkin sama terlukanya dengan temannya saat ini. Ada sedikit terbesit penyesalan di hatinya. Namun, beruntungnya semua sudah terbayar dengan kebahagiaan keluarga mereka.“Sabar. Kamu harus kuat. Jika kamu saja lemah, apa jadinya Cia? Dia butuh dukungan.” Daddy Bryan membelai bahu temannya. Mencoba menenangkan. Felix yang menangis, menghapus air matanya. Anaknya mungkin lebih butuh dirinya. Apalagi sampai sang anak tidak berani pulang untuk menemuinya. Pastinya anaknya takut jika mama dan papanya marah.“Kamu harus kuat. Jangan tinggalkan dia sendiri.” Mommy Shea menatap temannya. Dia tahu bagaimana rasanya dulu sendirian. Tak ada tumpuan untuknya bersandar. Apalagi saat hamil. Mama Chika menatap
Pagi ini, Cia berniat untuk memeriksakan kandungannya ke dokter. Sejak mendapati dirinya hamil, Cia belum pernah memeriksakan kandungannya. Saat keluar samar-samar, dia mendengar suara si kembar-anak dari kakaknya. Suara terdengar ramai sekali. Rasa penasarannya membawanya mengayunkan langkahnya. Menuruni anak tangga. Tepat di anak tangga ke lima, dia melihat dari kejauhan si kembar-Kean dan Lean berlarian. Sang mommy yang takut anaknya terjatuh pun terus mengikuti ke mana buah hatinya berlari. Balita dua tahun itu tampak tak peduli. Terus berlarian bercanda. Di sana tidak hanya ada kakaknya-Freya. Ada Mommy Shea juga di sana. Duduk memerhatikan cucunya yang berlarian.“Pagi,” sapa Cia ketika sampai di anak tangga terakhir. “Pagi, Sayang,” sapa Mommy Shea lembut. “Sini.” Mama Chika melambaikan tangan-memberikan isyarat untuk Cia duduk di sebelahnya. Cia duduk tepat di antara mamanya dan Mommy Shea. Sang papa d
Pulang kerja Papa Felix sibuk di dapur. Setelah tadi menanyakan pada istrinya apa saja yang dimakan Cia, dia langsung bergegas membuatkan salad buah untuk Cia. Mama Chika yang melihat suaminya heboh hanya bisa menggeleng saja. “Ini, cepat makan!” ucap Papa Felix memberikan mangkuk yang berisi salad buah. Cia mengerutkan dahinya, merasa bingung dengan sikap papanya itu. “Aku baru saja makan jeruk, Pa,” jawabnya. “Katanya orang hamil itu lapar, jadi kamu harus sedikit-sedikit makan.” Papa Felix kembali menyodorkan mangkuk yang berisi salad. Cia menoleh ke arah mamanya. Meminta bantuan untuk menjawab papanya. Sayangnya, mamanya hanya menaikkan bahunya sedikit. Tidak bisa menjawab. Cia pun tersenyum. Sadar jika sebenarnya papanya hanya ingin memberikan yang terbaik. “Terima kasih,” jawabnya seraya menerima mangkuk. Dengan lahap dia memakannya. Tak mau mengecewakan. Cia memakannya sampai habis. Selain karena untuk menghargai, alasan
Selang beberapa saat kedatangan Al dan Shera, akhirnya tamu terakhir datang. Noah datang karena El mengundangnya. Mereka semua menyambutnya dengan hangat. El memperkenalkan Raven pada Noah. Menceritakan jika dia akan membangun mal di perumahannya. “Hai, Cia kita bertemu lagi,” ucap Noah tersenyum ketika meliat Cia. “Memang kalian bertemu di mana?” tanya El yang penasaran. “Kami bertemu di supermarket tadi, Kak,” jelas Cia.Akhirnya setelah mereka saling berbincang, El mengajak semua untuk mulai makan malam. Mereka menikmati makan malam bersama-sama. Saling bercerita dan mengobrol. “Semua masakan ini Cia yang buat,” ucap Freya memamerkan pada semua orang di meja makan. “Wah … ternyata kamu jago memasak,” puji Raven. Dari tadi dia merasakan makanan begitu nikmat dan cocok di lidahnya. “Dia lulusan universitas ‘culinary’ yang bercabang di London, jadi wajar dia pandai memasak,” puji
Pagi ini Cia berolah raga. Memilih untuk berjalan-jalan di komplek rumahnya. Usia kandungan yang sudah mencapai sembilan bulan, membuatnya harus olah raga agar dapat membantu proses melahirkan. Hangatnya sinar matahari, membuat tubuh begitu nyaman. Sesekali Cia menengadah agar sinar matahari pagi menerpa wajahnya. Terasa hangat sekali ketika sinar matahari menerpa kulitnya. Cia terus berjalan. Mengatur napasnya yang terasa lelah. Maklum, rasa lelah ibu hamil dua kali lipat dari orang biasa. Langkahnya terhenti ketika melihat tali sepatunya terlepas. Ada banyak hal yang terkadang tidak bisa dilakukan oleh ibu hamil. Termasuk mengikat tali sepatu. Dengan perut yang membesar, mereka para ibu hamil kesulitan menunduk. Kini, Cia pun kesulitan untuk mengikat sepatunya. Dia hanya bisa memandangi tali sepatunya. Rasanya kesal sekali ketika tidak bisa menunduk. Saat sedang memandangi tali sepatunya, tiba-tiba seorang pria datang. Me