Share

Hanya Punya Ibu

El memegangi bahu Freya. Saat istrinya menatapnya, dia memberikan isyarat untuk tidak menekan Cia. Dalam waktu ini, Cia adalah orang yang paling terluka. Jika orang-orang dekatnya ikut menekan, pastinya akan membuat mentalnya lebih hancur. 

Freya pun langsung memeluk adiknya. Merasa bersalah dengan apa yang baru saja dilakukannya. Cia pun hanya bisa menangis di dalam pelukan kakaknya. Kali ini dia tidak bisa memaksa Cia untuk menceritakan lebih dalam lagi dengan apa yang terjadi padanya. Memilih membiarkan Cia lebih tenang dulu. 

El menatap Bian dengan tajam. Dia berdiri dan keluar dari kamar Cia. Bian tahu jika kakaknya memberikan isyarat dari sorot matanya untuk ikut dia keluar. Akhirnya, dia pun mengikuti sang kakak keluar dari kamar. 

“Bagaimana bisa kamu tidak tahu jika Cia hamil?” El langsung melayangkan pertanyaan tajam padanya. 

“Aku benar-benar tidak tahu, Kak.” Memang itu yang terjadi. Dia memang tidak tahu sama sekali. 

“Aku memintamu menjaganya, Bi. Kenapa bisa kamu melepas pengawasannya.” El menaikkan suaranya. Dia terlampau kesal karena keadaan yang terjadi. 

“Kak Cia bukan anak kecil. Aku sudah berusaha menjaganya selama ini dan jika dia hamil, itu di luar kendaliku.” Bian pun membalas suara kakaknya dengan tinggi. Sama emosinya dengan kakaknya. “Apa Kak El pikir aku tidak terluka melihat Kak Cia seperti ini? Aku merasa gagal menjaganya karena dia selama ini bersamaku.”

El menyadari salah jika dia menyalahkan adiknya. Karena pastinya adiknya sudah berusaha menjaga Cia dengan baik. “Maafkan aku,” ucapnya menyadari kesalahannya. 

“Aku tahu Kak El kesal, tetapi semua sudah terjadi. Sekarang kita harus mencari pria yang menghamili Kak Cia.” 

“Iya, kita harus mencarinya.” El mengembuskan napasnya. Berusaha tenang menghadapi ini semua. Tak bisa menyalahkan siapa-siapa atas kejadian ini. Apalagi melihat Cia begitu terluka. 

Di kamar Freya membelai lembut adiknya. Melihat sang adiknya yang begitu terluka, membuat Freya merasakan luka yang dialami oleh adiknya. Apalagi keadaan sang adik begitu lemah. Dari matanya yang sembab, dia menyadari jika adiknya hanya menangi beberapa hari ini. 

Freya keluar dari kamar saat melihat Freya sudah tidur. Bergabung dengan suami dan adik iparnya. Duduk di sofa, Freya menyandarkan tubuhnya. Bingung dengan situasi ini. 

“Bagaimana jika mama dan papa tahu? Pasti mereka akan terluka.” Freya kembali menangis. Orang yang terluka setelah Cia sendiri adalah orang tuanya. Hal itu tak bisa Freya bayangkan. 

“Tenanglah. Kita akan temukan pria itu dan memintanya bertanggung jawab.” El membawa istrinya ke dalam pelukannya. Mencoba menenangkan istrinya. 

Freya mengangguk. Membenarkan ucapan suaminya. Dia harus menemukan pria itu.  Maka paling tidak dapat mengurangi kecewa kedua orang tuanya. 

***

Freya masuk ke kamar Cia dengan membawa semangkuk bubur yang dibuatnya. Bian bilang Cia belum makan sedari tadi pagi. 

“Bangun dan makanlah,” pinta Freya seraya menggoyangkan tubuh adiknya. 

“Aku tidak mau makan,” elak Cia. 

Mendengar jawaban adiknya, Cia begitu gemas. “Saat kita menjadi orang tua hal pertama yang dipikirkan adalah anak. Jadi mulai sekarang berpikirlah hal itu karena kamu akan menjadi orang tua.” 

“Tapi, aku tidak mau, aku tidak mau jadi orang tua, aku tidak mau punya anak dari orang yang aku saja tidak tahu.”  Cia menangis, tetapi air matanya seolah kering, hingga yang keluar hanya sebuah isakan saja.

Suara Cia yang berteriak mengundang El dan Bian masuk ke kamar. Mereka ingin melihat apa yang terjadi.

 

Dahi Freya berkerut dalam. Mencerna ucapan adiknya. “Apa maksudmu, kamu tidak tahu siapa ayah dari bayi yang kamu kandung?”

“Iya, aku tidak tahu siapa pria yang menghamili aku. Waktu itu aku mabuk dan tidak tahu pulang dengan siapa. Saat aku bangun, aku berada di hotel dan ….” Cia tak kuasa menceritakan kejadian itu. Merasa benar-benar sakit sekali harus mengorek luka lamanya. 

Freya, El, dan Bian begitu terkejut dengan cerita yang keluar dari mulut Freya. Merasa hal itu benar-benar di luar dugaan mereka. Padahal mereka baru saja ingin mencari pria yang menghamili Cia, tetapi kini tidak ada harapan karena ternyata pria itu tidak diketahui. 

Freya membawa Cia ke dalam pelukannya. Dia bisa merasakan bagaimana perasaan adiknya. Hamil dan tidak tahu siapa orang yang menghamilinya, pastinya sangat membuatnya tertekan. 

“Sekali pun kamu tidak suka dan tidak mau dengan anak ini, kamu harus tetap menerimanya, karena sekarang dia berada di rahimmu.” Freya mencoba meyakinkan adiknya. Melepaskan pelukan, dia memandang wajah cantik yang kini tertutup dengan kesedihan itu. “Jika ayahnya saja tidak tahu di mana keberadaannya. Berarti dia hanya punya ibunya.” Freya menarik tangan adiknya untuk memegangi perutnya.  

Cia yang memegangi perutnya, mengingat bagaimana jahatnya dirinya pada anaknya sendiri. Membenarkan ucapan kakaknya, jika anaknya hanya punya dirinya saja. 

 “Apa kamu tega menyiksanya dengan tidak memberikannya makan. Jadi sekarang makanlah.” Freya kembali mengambil bubur yang sempat diletakkannya di nakas. Kemudian menyuapinya. 

Ciaa sudah melakukan kesalahan. Tak mau membuat kesalahan lagi dengan menyiksa bayi yang tak berdosa yang hadir di rahimnya. Dengan tidak mau makan, berarti dia sudah menyiksa anaknya. 

Cia pun membuka mulutnya. Menerima kakaknya yang menyuapinya. Freya lega adiknya mau menerima makanan yang diberikannya. Paling tidak, adiknya punya tenaga lebih dulu. 

El dan Bian yang berada di kamar hanya bisa terdiam. Mereka yang mendengar pembicaraan Freya dan Cia, merasa bingung. Karena kini mereka tidak bisa mencari pria yang menghamili Cia. Mereka berdua keluar untuk memikirkan jalan keluar dari masalah yang ada. 

“Bagaimana ini, Kak, jika kita tidak tahu siapa pria itu, bagaimana bisa kita memintanya untuk bertanggung jawab?”

El mengusap wajahnya. Dia pun juga bingung bagaimana caranya untuk menyelesaikan semua masalah ini. Kepalanya seketika merasa pusing memikirkan jalan keluarnya. “CCTV.” Seketika itu yang terlintas di pikirannya. 

“Maksud Kak El?” tanya Bian yang bingung. 

“Kita bisa mengecek CCTV untuk mengetahui siapa pria yang membawa Cia ke hotel.” 

“Iya, benar. Kita bisa cari pria itu dari CCTV.” Bia membenarkan ucapan kakaknya. 

“Kita tunggu dulu Cia tenang dan menceritakan hotel mana yang didatangi dengan pria itu.” Dalam keadaan adik iparnya yang masih begitu terpukul, memang tidak bisa terlalu buru-buru. Semua harus pelan-pelan agar tidak membuat Cia semakin tertekan.

Bian mengangguk. Setuju dengan ide kakaknya. 

Setelah menyuapi adiknya, Freya keluar. El memberitahu bagaimana cara untuk mengetahui pria mana yang melakukan hal itu. Dia meminta istrinya untuk menanyakan pada Cia, hotel mana yang didatanginya waktu itu. Freya pun setuju. Akan menanyakan hotel tempat kejadian, setelah Cia jauh lebih tenang.

.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Tiah Sutiah
masih penasaran dengan orang yg merkosa cia itu siapa ya...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status