Noah bersiap untuk pergi menemui Cia. Kali ini sengaja dia memakai pakaian kasual. Karena tidak ingin terlihat formal saat bertemu anak dan wanita yang dicintainya.
Dengan langkah yang begitu bersemangat, Noah bergegas untuk keluar dari kamar hotelnya.Langkahnya terhenti tepat saat membuka pintu. Pandangannya terpaku pada sosok pria di depan pintu. Tangan pria itu sedang dalam posisi mengetuk pintu.“Sepertinya aku membuka di saat yang tepat,” ucap Noah.“Anggap saja begitu,” jawab El. Dia yang tadi hendak mengetuk pintu justru mendapati Noah yang membuka pintu tersebut.El memerhatikan Noah yang sudah rapi. Tampak dia sedang akan pergi dari kamar hotel. “Kamu akan menemui Cia?” tanyanya menebak.“Sepertinya kamu sudah seperti peramal yang tahu aku akan menemuinya.”El mengayunkan langkahnya. Masuk ke kamar hotel. Melewati Noah yang masih berdiri di depan pintu.El yanCia dan Noah menoleh ke arah pintu. Mereka melihat Papa Felix yang membuka pintu dengan kasar. Cia yang baru saja hendak memberikan Lora pada Noah, terpaksa menghentikan aksinya. “Papa,” ucap Cia yang melihat papanya. Tampak papanya begitu ketakutan dan panik sekali. Papa Felix melihat Cia dan Lora bergantian. Merasa bersyukur karena anak dan cucunya baik-baik saja. Dia pun mengalihkan pandangan pada Noah. Rahangnya mengeras. Kesal sekali melihat pria itu berada di dalam kamar bersama anaknya. Tadi saat di pesta, dia mencari keberadaan Noah. Sempat menanyakan kepada El, tetapi sayangnya El pun tidak tahu di mana Noah. Tak berlama-lama, dia pun bergegas mencari. Dia tahu pasti jika Noah mencari anaknya. “Papa mencari Noah, tadi dia tidak ada di bawah.” Papa Felix tersenyum. Menutupi rasa kesalnya agar tidak membuat Cia curiga. “Oh … Kak Noah ke sini untuk bertemu dengan Lora,” ucap Cia seraya memberikan Lora pada N
Papa Felix mengajak Noah ke ruang kerjanya. Menutup pintu rapat-rapat agar tidak ada yang mendengar pembicaraan mereka di dalam. Terutama Cia. Tak mau sampai pembicaraan ini sampai ke Cia.“Duduklah!” Noah duduk di sofa yang terdapat di sofa. Perasaannya begitu berdebar-debar ketika Papa Felix mengajaknya bicara. Udara dingin di ruang kerja Papa Felix semakin membuatnya semakin gemetar. Ada rasa ketakutan jika Papa Felix tidak mengizinkannya untuk bersama dengan Cia. Namun, dia akan tetap berusaha untuk meyakinkan Papa Felix agar dapat bersama dengan Cia. Papa Felix menatap Noah. Pria di depannya itu memang memiliki wajah yang cukup tampan. Jadi wajar jika putrinya begitu menyukainya. Sejak pertama kali mengetahui jika Noah adalah pelaku yang menghamili anaknya, dia masih tidak terima. Sudah berulang kali Noah memohon, tetapi tetap saja tidak bisa memaafkan semudah itu. Sembilan bulan sejak Lora lahir, dia terus berpikir. Dulu mertuanya me
Noah melihat Raven yang sedang duduk memangku Lora. Anaknya itu tampak asyik bermain dengan Raven. Tawanya terdengar ketika Raven menggodanya. Sungguh pemandangan itu membuat Noah begitu iri. Tak mau orang lain mendapatkan senyum tawa dari putrinya. “Tadi mama bertemu Kak Raven di mal.” Entah kenapa Cia ingin menjelaskan keberadaan Raven. Mungkin karena tak mau Noah salah paham kenapa pria itu ada di rumahnya. Noah tahu betul jika Raven menaruh hati pada Cia. Jadi wajar pria itu terus berusaha mendekati. Mal? Raven adalah pemilik mal. Jadi memang bisa saja mama Cia bertemu dengan Raven ketika di mal tadi. Raven yang sedang asyik menggoda Lora, mengalihkan pandangan ketika merasa ada orang yang datang. Alangkah terkejutnya ketika melihat Noah yang datang. Lebih terkejut lagi ketika melihat Noah membawa banyak paper bag. Namun, dia berusaha untuk tenang, tak menujukan rasa terkejutnya. “Hai, kita bertemu lagi,” sapa Raven.
Cia memasukkan beberapa barang milik Lora ke dalam tas. Tak lupa, dia mengecek lagi untuk memastikan jika tidak ada barang yang tertinggal. Rencananya bersama dengan Noah, El, dan Freya, dia akan menginap di vila. Awalnya sang papa tidak mengizinkan Cia pergi ketika nama Noah disebut. Namun, saat El dan Freya turut disebut, akhirnya Papa Felix mengizinkan, dan meminta Cia untuk berhati-hati. “Sudah siap semua?” tanya Mama Chika yang masuk ke kamar.“Sudah, Ma.” Cia tersenyum. Sudah sejak lama dia tidak sebahagia ini. Semangatnya kembali tumbuh lagi saat kehadiran Noah. “Ayo kakakmu juga sudah menunggu!” ajak sang mama. Di lantai bawah, Kean dan Lean berlarian ke sana ke mari. Mereka begitu senang karena akan diajak berlibur. Terutama kali ini mereka akan dijanjikan untuk ke kebun binatang. Pastinya akan membuat mereka sangat senang. “Ingat jaga Cia baik-baik!” Papa Felix yang sedang menggendong
“Kenapa kalian ke sini?” El begitu terkejut ketika melihat siapa orang yang datang malam-malam ke vila. “Ghea yang merengek ke sini.” Dean harus pasrah ketika dihubungi oleh Ghea. Mengajaknya untuk menyusul kakaknya ke puncak.El mngecek dengan apa adiknya datang. Namun, belum sempat dia menanyakan, adiknya sudah melayangkan protes. “Kakak tega sekali!” Ghea menatap malas pada sang kakak. “Siapa Sayang?” Suara Freya terdengar dari dalam. “Aku, Kak,” teriak Ghea. Dia menerobos masuk ke dalam vila. El tersenyum pada Dean. Sebenarnya dia tidak menyangka jika adiknya itu akan datang ke vila. “Ayo!” ajaknya pada Dean. Saat Dean masuk, El menutup pintu. Mereka berdua mengekor Ghea yang sudah lebih dulu masuk ke vila. “Hai, kejutan …,” teriak Ghea dengan senyuman di wajahnya.“Ghea ….” Freya dan Cia begitu terkejut. “Aunty Ghe,” teriak Kean dan Lean yang begi
Dua tahun sudah kerjasama antara Adion dan Zorion dilakukan. Pembangunan mal sudah selesai dan akan diresmikan dalam dua hari ke depan. Papa Felix begitu sibuk menyelesaikan beberapa hal terkait pembangunan. Mengecek kembali semuanya. Cia yang ingin membicarakan tentang hubungannya dengan Noah, tidak mendapatkan celah sama sekali. Hingga membuatnya mengurungkan niatnya. “Silakan diminum, Kak.” Cia meletakkan minuman di atas meja. “Terima kasih.” Raven tersenyum. Hari ini dia akan ke tempat Daddy Bryan. Namun, karena pria paruh baya itu belum pulang, dia memilih untuk berkunjung ke rumah Cia lebih dulu. Mengunjungi Lora. Cia duduk di depan Raven. Melihat Raven yang sedang bermain-main dengan Lora. Raven memang begitu dekat dengan Lora. Dengan mudah Lora pun tertawa. “Kemarin aku ke sini, tetapi kamu pergi.” Raven beralih pada Cia. “Iya, kami pergi ke kebun binatang.” “Dengan siapa saja? El dan F
Papa Felix menatap lekat wajah putrinya. Sang istri yang berada di sebelahnya, menggenggam erat tangannya. Meyakinkan untuk mengambil keputusan yang terbaik. Papa Felix menangguk. Menurunkan egonya karena memang harus Noahlah yang menikahi Cia. Mengingat dia adalah ayah dari Lora. Cia yang mendapati anggukan dari sang papa, meneteskan air mata. Tak menyangka jika papanya akan mengizinkan. Padahal dia sendiri begitu takut untuk mengatakannya. Cia beralih pada Noah. Menatap pria yang sudah dicintainya sejak lama itu. Tidak bisa dipungkiri oleh Cia jika dia memang tidak bisa berhenti mencintai Noah. Terlebih lagi, kini Noah tidak hanya mencintainya saja, tetapi juga Lora. “Aku mau,” ucapnya disertai anggukan. Noah tersenyum. Akhirnya, dia mendapatkan wanita yang dicintainya. Tak hanya itu dia juga akan mendapatkan anaknya. Tak ada yang lebih membuat Noah bahagia selain itu semua. Semua orang bertepuk tangan. Merasa i
Noah begitu bersemangat sekali sejak rencana pernikahannya disusun. Di tengah pekerjaannya yang cukup banyak, dia masih harus menyiapkan semua rencana pernikahannya. Namun, karena dia begitu bahagia, apa yang dikerjakannya tidak terasa berat. Kemarin, keluarga Cia sudah mengadakan pertemuan. Mereka semua sudah membagi tugas masing-masing. Jadi sudah tidak akan ada yang masalah berat lagi. Dengan pembagian tugas masing-masing, mempermudah mereka menyiapkan. Hari ini rencananya, Noah akan mencari jas dan gaun untuk pernikahan mereka. Mereka akan pergi bersama dengan Mama Chika, Mommy Shea, dan Mommy Selly. Tiga wanita itu tidak mau ketinggalan untuk membantu Cia memilih gaun pernikahan. Noah menjemput mereka semua dia rumah calon istrinya itu. Saat tiba, dia melihat para ibu yang begitu heboh. Mama Chika pun meminta Noah untuk duduk lebih dulu. Karena Lora masih mandi. Maklum, bayi kecil itu baru bangun tidur. “Dengar! Kami a