共有

Part 02

作者: Mrs.Juno
last update 最終更新日: 2021-03-21 13:28:58

—02—

            Pertemuannya dengan Marvin kemarin membuatnya terus tersenyum walau dirinya sempat mendapat omelan dari pemilik kedai ice karena salah membuatkan pesanan pelanggan.

            Dan sekarang pemilik kedai terheran-heran dengan kedatangan Aleandra yang lebih cepat darinya. Bahkan gadis itu dengan cekatan membantu pemilik tersebut menyusun kursi dan meja di bagian depan kedai, sambil memperhatikan jalan dengan lamunannya.

            "Butuh bantuan?" tanya suara laki-laki mendekati Aleandra yang melamun.

            "Oh astaga! Kau mengagetkanku!" pekik Aleandra terkejut. Karena dirinya sedang melamuni seseorang dan orang itu muncul secara tiba-tiba.

            "Apa aku menyeramkan?" tanya Marvin.

            "Tidak! Kau tampan, dan jaket apa yang kau kenakan?" tanya Aleandra menilik penampilan Marvin yang terlihat lebih muda dari kemarin.

            "Kenapa? apa tak cocok?"

            "Tidak! Kau terlihat lebih tampan!" ungkap Aleandra dengan santainya. Dan Marvin hanya bisa tersenyum. Lalu kembali membantu Aleandra dengan mengangkat kursi yang dipegang wanita itu.

            "Tidak usah ... Sungguh, aku masih ingin hidup dengan tenang," ujar Aleandra kembali membuat kerutan dikening Marvin.

            "Maksudmu? Apa bos mu akan memecatmu?"

            "Bukan. Tapi, jika para gadis pelajar itu datang dan melihat seorang pria tampan membantuku, mereka pasti akan mengejekku lagi,” ungkap Aleandra. Dan tawa Marvin pecah seketika.

            "Aku yakin dikepalamu ini tersimpan banyak imajinasi yang luar biasa," ujar Marvin dan kembali membantu dengan paksaan.

            "Jadi kau ingin pesan apa pelanggan pertamaku?" tanya Aleandra pada Marvin yang duduk di kursi yang dia rapikan tadi.

            "Aku ingin ice cream matcha, dan memakannya ditemani dirimu," ujar Marvin.

            "Ah, sayang sekali aku tak masuk dalam menu," jawab Aleandra dan tersenyum lagi.

            "Kau benar, maka dari itu aku akan menunggumu saat jam istirahat saja, bagaimana?" tanya lagi Marvin.

            "Hm ... Baiklah," kata Aleandra semakin mengembangkan senyumnya.

            "Oh, hm ... Apa tak ada upah dari hasil mengangkut kursi dan meja ini?" tanya Marvin.

Aleandra tertawa, itu perkataannya kemarin dan Marvin menggunakan itu untuk menggodanya.

            "Apa segelas kopi cukup?" tanya Aleandra.

            "Sangat cukup, terima kasih Aleandra."

            "Untuk apa?"

            "Karena kau mau meladeni orang tua sepertiku."

            "Usiamu yang banyak, bukan jiwamu. Kau sangat menyenangkan Marvin," ungkap Aleandra tersenyum lagi, sambil melangkah ke dalam kedai untuk membuat secangkir kopi.

            "Astaga ... kenapa suaramu begitu indah saat menyebut namaku?" gumam Marvin.

Namun, sempat terdengar oleh Aleandra hingga merona.

            Beberapa saat kemudian Aleandra datang dengan dua gelas kopi dan beberapa kue. Pemilik kedai memberinya untuk ucapan terima kasih karena Marvin membantu pekerjaannya.

            “Ini kopimu Marvin, dan pemilik kedai memberimu upah atas pekerjaanmu mengangkat meja dan kursi," ujar Aleandra duduk di hadapan Marvin.

            "Ya, Thanks. Jadi berapa usiamu sebenarnya?"

            "Tebaklah," ujar Aleandra setelah menyeruput kopinya.

            "Hm ...." Marvin tampak berpikir, "dua puluh tahun?"

            "Tepatnya dua puluh satu," jawab Aleandra.

            "Oh sungguh tak terlihat," puji Marvin tulus dan Aleandra kembali merona.

            "Apa kau seorang mahasiswi? Kenapa bekerja di kedai ice ini?"

            "Hm ... aku hanya lulusan highschool," jawab Aleandra menjadi murung walau akhirnya dia tetap tersenyum.

            "Kenapa?" tanya Marvin. Aleandra mengedikkan bahunya.

            "Karena satu dan lain hal," jawab Aleandra terlihat tak ingin membahasnya. Marvin mengerti dan memilih diam.

            "Sudahlah ... Jangan membahas tentangku. Bagaimana denganmu? Aku tak pernah melihatmu berkunjung ke kedai ice ini." Aleandra berusaha menyembunyikan raut wajah sedihnya.

            "Ya, aku berniat membuka kantor cabang baru di dekat sini, jadi aku akan berada beberapa hari disekitar sini."

            "Oh ya? Lalu bagaimana dengan anak dan istrimu?"

            "Mereka di Sydney, aku sudah berpisah dengan istriku."

            "Benarkah?!" seru Aleandra sedikit berlebihan, membuat Marvin mengerutkan keningnya.

            "Kau tampak sangat bahagia mendengarnya?" tanya Marvin.

            "Hah? Oh tentu ... Itu artinya kau mendapat predikat duda tampan dikalangan para gadis seperti kemarin," gurau Aleandra dengan ringan tanpa malu.

            "Begitukah? Astaga ... Pantas saja kemarin mereka begitu senang saat aku tersenyum."

            "Begitulah," balas Aleandra mengedikkan bahunya lalu melihat jam tangannya, "Baiklah ... Aku harus bekerja, bagaimana denganmu?"

            "Aku akan menunggu jam makan siangmu tiba, sebelum berakhir seperti kemarin," ujar Marvin lagi-lagi menggoda Aleandra dengan mengulang ucapan Aleandra yang kemarin.

            "Baiklah ... selamat menunggu," ujar Aleandra tersipu dan memilih berlalu untuk melakukan pekerjaannya. Dia yakin jika terlalu lama bicara dengan Marvin, wajahnya akan seperti kepiting rebus nantinya.

            Sementara Marvin sibuk dengan ponselnya, dia meminta sekretarisnya untuk menyiapkan semua keperluan untuk pendaftaran study lanjutan untuk Aleandra.

***

            Siang hari, suasana cafe yang cukup ramai didatangi oleh orang-orang yang ingin mengisi perutnya. Beberapa pengusaha melakukan janji temu makan siang dengan rekan bisnisnya, ada juga beberapa wanita sosialita yang terlihat lebih berisik dari yang lain.

Namun, semua tak terganggu dengan aktifitas dari masing-masing kelompok. Mereka semua bergerak sesuai dengan porsi dan kebutuhan mereka dalam menjalani kehidupan bersosialisasi.

            Sama hal nya dengan Aleandra dan Marvin, mereka akhirnya memilih cafe yang cukup ramai untuk mereka beristirahat sejenak dari pekerjaannya. Lalu menikmati makan siang mereka sambil berbincang.

            "Ku kira kau hanya bergurau, apa kau sungguh tak ada pekerjaan?" tanya Aleandra. Sambil menunggu makanan mereka datang.

            "Permisi ... ini pesanan anda, silakan dinikmati." Seorang pelayan wanita meletakkan dua piring makanan yang mereka pesan. Pelayan itu mengedipkan matanya pada Marvin yang sangat jelas terlihat oleh Aleandra.

            "Eherm!" Aleandra sedikit berdeham untuk menyadarkan pelayan tersebut. Entah kenapa dia merasa kesal saat beberapa wanita menatap Marvin penuh minat.

            "Maaf, Miss. Saya—"

            "Kemari, dekatkan telingamu," ujar Aleandra dan dituruti pelayan itu. Lalu Aleandra dengan sengaja berbisik.

Namun, suaranya bahkan bisa didengar jelas oleh Marvin.

            "Kau yakin akan menggodanya? Kuberitahu satu hal, pria di depanku ini seorang gay!" Pelayan tersebut langsung menarik kepalanya dan pamit undur diri. Memecahkan tawa Aleandra dengan Marvin yang menggeleng tak percaya.

            "Oh astaga .... Aku tak percaya kau begitu pecemburu sampai menuduhku agar tak lagi diperhatian para wanita itu."

            "Itu tak benar! Jelas aku menyelamatkanmu," ujar Aleandra, pipinya merona. Lalu dia kembali tertawa.

            "Oh ayolah, apa itu sangat lucu?" tanya Marvin, walau dia juga tak dapat menghentikan tawanya.

            "Baiklah, aku akan berhenti. Mari kita makan sebelum ini dingin," ujar Aleandra, lalu mereka memakan makan siangnya.

            "Ehm ... Ini sangat enak," ujar Aleandra disela-sela makannya.

            "Benarkah?"

            "Ya, mungkin karena ada pria tampan yang menemaniku makan siang hari ini," celetuk lagi Aleandra membuat Marvin kembali tertawa. Entah sudah berapa kali dia tersenyum saat bersama Aleandra.

            "Oh astaga ... Aku terlalu tua untuk mendapat gombalan," gurau Marvin disela tawanya.

            "Aku rasa umur tak menjadi penghalang untukmu mendapat sebuah pujian, karena kau memang tampan."

            "Cukup sampai di situ, aku tak ingin ada kata tapi setelah kau memujiku," tanggap Marvin.

            "Ya ampun. Di situlah letak pembuktian bahwa kau memang sudah banyak umur untuk mengetahui niatku," ujar Aleandra kembali tertawa.

            "Baiklah ... Kau pandai membuatku tersenyum, bolehkah aku mengajakmu makan siang dalam beberapa hari ke depan?"

            "Secara tak langsung kau memintaku untuk menghiburmu?" tanya Aleandra.

Marvin kembali tergelak, gadis di hadapannya itu mampu membuatnya lupa akan wibawanya sebagai lelaki matang.

            "Apa kau tak ingin melanjutkan studymu?" tanya Marvin tiba-tiba.

            "Aku ingin, tapi aku tak bisa," ujar Aleandra, lalu dia melihat jam tangannya.

            "Kena—"

            "Aku harus kembali Marvin, jam istirahatku sudah selesai. Dan kakakku akan datang hari ini, dia ingin memakan ice cream," ujar Aleandra memotong ucapan Marvin.

            "Baiklah, aku akan mengantarmu," tekad Marvin lalu dia meminta bill untuk membayar makanannya.

-

            Marvin menghentikan mobilnya tepat di depan kedai ice tempat Aleandra bekerja.

            "Itu kakakku, dia sudah duduk di tempat biasa. Ayo aku kenalkan kau dengannya," ajak Aleandra tanpa sadar menarik tangan Marvin. Namun, Marvin tak beranjak, membuat Aleandra tertarik kembali. Walau tak sampai menabrak tubuh liat Marvin.

            Aleandra tersadar dengan apa yang dia lakukan, lalu dengan cepat dia menarik tangannya.

            "Ma-maaf, aku terlalu antusias. Kakakku—"

            "Tak apa .... Aku akan menjawab seperti kemarin jika kakakmu bertanya," ajak Marvin sekarang dia yang menggenggam tangan Aleandra.

            Gadis itu tertatih menyamakan langkahnya sambil menggelengkan kepalanya. Karena bukan ide yang bagus untuk mengatakan lelucon seperti di restoran cepat saji kemarin. Leanor mungkin akan bertanya macam-macam jika tahu adiknya memiliki kekasih.

            Setelah langkah mereka sama, Aleandra berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Marvin. Setelah terlepas, Marvin dengan jahil malah meraih pinggang Aleandra.

            "Hentikan leluconnya, kakakku sangat galak!" bisik Aleandra berdusta.

            "Benarkah? Aku yakin dia tak akan galak jika melihatku."

            "Kau terlalu percaya diri!" Aleandra melepaskan diri dari rengkuhan Marvin. Lalu sedikit berlari untuk menghampiri kakaknya lebih dulu.

            "Kakak, dengan siapa kau datang?"

            "Hanya sendiri. Siapa yang bersamamu?" tanya Leanor menatap Marvin yang berjalan menuju ke arah mereka.

            "Dia Marvin, pelanggan di sini. Ceritanya panjang, Lea. Akan kuceritakan di rumah. Sekarang bolehkah kau menemaninya mengobrol? Aku harus kembali bekerja," pinta Aleandra. Lalu Marvin tiba.

            "Marvin, kenalkan dia kakakku."

            "Leanor, panggil saja Lea."

            "Marvin Williams, panggil saja Marvin," balas Marvin, lalu mereka berjabat tangan.

            "Baiklah, aku akan ambilkan ice kesukaanmu Lea, dan kau Marvin?"

            "Aku tidak, aku masih kenyang," jawab Marvin.

            "Baiklah .... Kalian mengobrollah."

            Lalu Marvin menggunakan kesempatan itu untuk menanyakan kepada Leanor, kenapa Aleandra tak melanjutkan studynya. Awalnya Leanor tampak ragu untuk menceritakannya, tetapi Marvin membujuknya dan berkata akan membantu. Leanor akhirnya menceritakan tentang Aleandra yang sempat mempunyai penyakit kanker tulang, dan baru saja sembuh juga baru mulai bekerja di sini karena keadaan ekonomi mereka. Hingga tak terasa jam pulang kerja Aleandra tiba, Marvin mengajak mereka untuk makan malam.

-

            "Jadi, Jika kalian bersedia bercerita, aku siap mendengarkan. Mungkin aku bisa membantu kalian," ujar Marvin mengakhiri ceritanya.

            "Aku dan adikku sebenarnya tak pernah menginginkan ini terjadi. Semua karena salahku. Ale harus bekerja di tempat ini walau aku tahu kakinya masih sering merasakan sakit sedikit, karena harusnya dia menuntaskan penyembuhannya," ungkap Leanor.

            "Jangan menyalahkan dirimu lagi, Lea. Kau sudah banyak berkorban untukku hingga kau kesusahan. Untuk sekarang ijinkan aku yang membantumu."

Leanor tersenyum, lalu kembali menceritakan kisah hidup mereka. Mengenai kecelakaan di pabrik sepatu milik kedua orang tua Aleandra dan Leanor. Hingga kepindahan mereka dari apartemen di Perth. Sampai kisah dibalik kehamilan Leanor.

            Marvin cukup terkejut mendengar cerita perjuangan kedua wanita di hadapannya, namun mereka masih saling menguatkan.

            Apa mungkin kedua anak laki-lakiku mau jika dijodohkan dengan Ale dan Lea, batin Marvin.

            "Jangan berpikir untuk menjodohkan kami Marvin," terka Leanor seolah tau jalan pikiran Marvin.

Pria itu terkekeh pelan. "Kau seperti pembaca pikiran ... Itu hanya terlintas dipikiranku tadi."

            "Anak-anakmu pasti sudah memiliki pilihannya sendiri, jangan membuat mereka marah padamu." Kali ini Aleandra yang menambahkan.

            "Jadi bagaimana jika denganku saja? Adakah salah satu dari kalian yang mau dengan orang tua ini?" tanya Marvin membuat tawa mereka pecah.

            "Jangan dianggap, aku hanya bergurau," ujar Marvin disela-sela tawanya.

            "Bagaimana jika aku menganggapnya serius?" tanya Aleandra membuat Leanor dan Marvin terdiam.

            "Al, Ini sudah tak lucu lagi," ujar Leanor.

            "Hm ... Aku tak berpikir kau akan menganggap ini serius Al, jadi ...."

Seketika suara tawa Aleandra terdengar nyaring, membuat Leanor dan Marvin mengerutkan keningnya.

            "Harusnya aku mengabadikan wajah terkejut kalian, sungguh sangat lucu." Aleandra tertawa sendiri dan disusul dengan Leanor serta Marvin yang tersadar bahwa mereka telah tertipu oleh Aleandra.

            Seandainya kau serius mengucapkan itu Aleandra. Aku ...,  heh! Siapa juga yang mau dengan orang tua sepertiku, batin Marvin.

**

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Perfect Obsession   Epilogue

    Seorang anak perempuan yang saat ini menjadi malaikat di rumah bergaya Eropa itu. Membuat suasana rumah itu menjadi berwarna, senyum dan tawa menjadi keseharian yang tak pernah terlewatkan oleh balita yang saat ini sudah berusia satu tahun. Marveille Beverly Williams… anak perempuan dari hasil pergulatan Marvin Williams dan Aleandra Beverly. Saat ini sedang menjadi pusat perhatian karena tengah berjalan di depan kedua orangtuanya yang sedang menuju kepelaminan di taman bunga rumah mereka. Yang telah disulap menjadi tempat resepsi pernikahan. Bocah perempuan itu berjalan di samping bocah laki-laki yang lebih besar darinya. Sambil menabur kelopak bunga, yang mereka bawa dengan menggunakan keranjang kecil. Lagu instrumen mengalun indah mengiringi langkah mereka

  • Perfect Obsession   Part 41 ( The end)

    Kelahiran seorang anak perempuan menjadi sebuah kebahagiaan yang indah bagi Marvin dan Aleandra. Anak perempuan yang begitu mirip dengan ayah dari anak itu.Marvin semakin mencintai Aleandra lebih dari sebelumnya. Dirinya tak henti mengecup Aleandra, setelah wanita yang dia cintai itu berhasil melahirkan anak dari hasil buah cintanya. Marvin tampak sangat bahagia saat dirinya menggendong bayi mungil itu ke dalam pelukkannya. Dirinya sampai menangis terharu melihat bayi perempuan mungil yang berada dalam dekapannya. Aleandra tersenyum melihat Marvin yang terlihat sangat bahagia. Memiliki seorang anak dari hasil perbuatan nakal dan mesum keduanya. Aleandra kembali mengingat kejadian yang mengharukan yang sempat membuatnya dan Marvin bers

  • Perfect Obsession   Part 40

    Pagi harinya... Marvin kembali mendapat kejahilan Aleandra yang menginginkan masakan darinya. Aleandra terlihat duduk dengan manis di depan meja makan. Memperhatikan Marvin yang dengan santainya menggunakan celemek berwarna pink miliknya, sambil membuatkan sepiring nasi goreng. Keinginannya yang aneh dengan meminta Marvin membuatkan sarapan, namun harus menggunakan celemek kesayangannya. Entah bagaimana bisa terpikir oleh dirinya untuk menjahili suaminya. Walau mereka belum secara resmi menikah di gereja. Namun lamaran Marvin kemarin sudah menjadikan dirinya seorang Mrs.Williams. "Jangan menyebarluaskan fotoku Al! Cukup kau yang melihatku semanis ini. Karena ini khusus untukmu, mengerti?" tan

  • Perfect Obsession   Part 39

    Beberapa bulan kemudian, perut Aleandra sudah semakin membesar dan ini adalah bulannya dia akan melahirkan.Aleandra sangat rajin bergerak demi memperlancar proses persalinannya. Dia berjalan ke sana ke sini. Membuat Marvin yang melihatnya menjadi pusing sendiri."Al bisakah kau duduk?" tanya Marvin."Aku harus bergerak agar nanti saat persalinan lebih mudah," jawab Aleandra."Tapi tidak sampai seperti itu. Kau bisa kelelahan Al," ujar lagi Marvin."Baiklah... Aku akan istirahat sebentar." Lalu Aleandra duduk di samping Marvin.Pria itu memang sudah tak menggunakan kursi roda. Namun dia menggunakan tongkat jika berjalan terlalu lama dan jauh."Apa dia berat? Apa kau tak lelah membawanya kemana-mana?" tanya Marvin, sambil mengelus perut Aleandra."Tenanglah... Dia sama sekali tak menyusahkan. Aku sangat senang saat dia menendang," jawab Aleandra."Bagian mana yang sering dia tendang Al?" tanya lagi Marvin. Membawa Aleandr

  • Perfect Obsession   Part 38

    Pagi itu, menjadi pagi terpanas yang dialami Aleandra dan Marvin. Mereka... entah menggunakan gaya seperti apa. Hingga keduanya melakukannya sampai dua kali.Dan sekarang... Keduanya kelaparan dan sibuk menyiapkan makanan di dapur. Marvin duduk diam dengan senyum yang membuat Aleandra terus tersipu."Berhenti memandangku seperti itu," ujar Aleandra."Memandangmu seperti apa Al?" tanya Marvin."Seperti srigala yang ingin menerkam domba kecil tak berdaya sepertiku," jawab Aleandra dengan kiasannya yang membuat Marvin tergelak."Kau itu domba yang sedang mengandung Al. Bagaimana bisa kau diumpamakan sebagai domba kecil?" tanya Marvin menggoda wanita yang sedang serius menyelesaikan masakannya itu."Perlu kuingatkan. Bahwa kau yang membuatku seperti ini. Tadinya aku adalah domba kecil yang polos." Aleandra mencebik lalu tertawa menampilkan deret giginya. Dia meletakkan masakannya ke atas meja lalu duduk di samping Marvin."Aku akan membua

  • Perfect Obsession   Part 37

    Sebuah bunyi terdengar dari perut Aleandra yang baru saja mencoba memejamkan matanya. Marvin tersenyum dan menatap Aleandra yang menyerukkan kepalanya semakin masuk ke dalam pelukkannya."Bangunlah Al... Kau yakin akan membiarkan anak kita kelaparan?" tanya Marvin.Aleandra mendongak dan menggeleng cepat sambil tersenyum menampilkan deret gigi putihnya."Ayo kita keluar. Gadis yang bersama Dave tadi pasti akan kembali dengan makanan.""Hm... Aku tak yakin. Bianca ceroboh. Dia sering melupakan sesuatu. Dan aku rasa..., tadi dia melupakan dompetnya.""Mungkin dia memang ceroboh. Tapi tidak dengan Dave. Barusan aku yang menyuruhnya untuk mengantar Bianca membeli makanan." Aleandra beranjak dari dekapan Marvin dan mengerutkan keningnya bingung."Kapan kau menyuruh Dave?""Gerakan mata dan alis. Maka dia sudah mengerti," jawab Marvin santai."Dia memang lebih bisa diandalkan dibandingkan Zach,” ujar Aleandra. Marvin tergelak m

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status