Belum sampai bibir Bian pada bibir Flavia, tiba-tiba gadis itu membuka mata. Reflek Bian memundurkan tubuhnya. Bian takut Flavia menyadari apa yang dilakukannya. “Panas sekali.” Flavia memegangi lehernya. “Aku akan ambilkan minum.” Bian dengan cepat berinisiatif berdiri. Mengayunkan langkahnya ke dapur untuk mengambilkan minum. Berharap Flavia tidak menyadari apa yang akan dilakukan tadi. “Panas.” Flavia merasakan tubuhnya yang begitu panas. Dengan segera dia menurunkan ritsleting gaun yang dipakainya. Kemudian menurunkannya dan membuangnya asal. Dia merasa tubuhnya panas. Karena itu dia membuka bajunya dan membuangnya asal. Bian yang kembali ke kamar benar-benar dikejutkan dengan Flavia yang membuka bajunya, dan hanya tersisa pakaian dalam saja. Tentu saja itu membuat Bian begitu terkejut. Bian laki-laki normal. Melihat pemandangan indah di dari tubuhnya membuatnya tentu saja tergoda. Flavia ingin membuka bra yang dipakainya. Hal itu membuat Bian segera menghampiri dan mencegahn
Bian segera mendaratkan bibirnya di bibir Flavia. Mencium dengan kasar gadis di depannya itu. Dia tak memberikan celah sama sekali pada Flavia. Jangankan membalas. Untuk sekadar memberikan celah Flavia bernapas pun Bian tidak melakukannya. Bian benar-benar dipengaruhi perasaan marahnya pada Flavia.Flavia yang berada dalam pengaruh alkohol pun berusaha melepaskan bibirnya. Namun, usahanya sia-sia saja. Bian tak melepaskannya sama sekali.Di saat bibir masih saling bertautan, tangan Bian mulai menyelusup masuk ke punggung Flavia. Melepas pengait bra yang dikenakan oleh gadis itu. Pengait bra yang terlepas, membuat Bian mulai menurunkannya. Membuat dua benda kenyal milik Flavia tanpa penutup apa pun. Bian melepaskan tautan bibirnya. Dia mengangsur tubuhnya turun. Mendaratkan kecupan di leher Flavia dan meninggalkan bekas kemerahan di sana. Bibir Bian yang mulai turun pun sampai ke dua benda kenyal milik Flavia. Bian tetaplah pria normal. Tentu hasratnya seketika muncul walaupun di ten
“Kamu yang melakukan semua ini?” Flavia menatap Bian. Dia berangsur bangun sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Dia masih tidak percaya pria di depannya itu melakukan semua itu. Air mata Flavia tak tertahan lagi. Dia benar-benar kecewa ketika mengetahui jika Bian dengan teganya melakukan itu. “Salah apa aku padamu hingga membuatmu melakukan semua ini?” Di tengah isak tangisnya, Flavia bertanya. “Karena kamu sudah menggoda daddy-ku.” Bian dengan tenangnya menjawab pertanyaan Flavia. Dia bangkit dari posisi tidurnya. Menyandarkan tubuhnya ke dashboard tempat tidur. “Bukankah aku sudah jelaskan jika aku tidak menggoda Bryan Adion.” Flavia menatap Bian tajam. Dia tidak habis pikir jika itu menjadi alasan Bian melakukan semua ini padanya. Padahal sudah berkali-kali dia sudah menjelaskan pada Bian. “Lihatlah, kamu mengatakan hal yang berbeda. Kata orang apa yang keluar dari mulut orang mabuk itu seratus persen benar. Orang mabuk tidak sadar dengan yang dikatakannya dan jauh l
Mommy Shea yang hendak masuk dikejutkan dengan pintu yang terbuka. Namun, yang lebih mengejutkan lagi melihat seorang gadis dengan selimut yang membungkus tubuhnya. Mommy Shea kenal betul dengan gadis itu. Dia adalah manager kontruksi di Adion bernama Flavia. Selimut yang hanya menutupi bagian dada dan menyisakan bahu yang terbuka membuat Mommy Shea dapat melihat jelas tanda merah di leher gadis itu.“Fla.” Mommy Shea menatap gadis yang tampak kacau itu. Pipinya basah dan menjelaskan jika baru saja dia menangis. Ingatan Mommy Shea kembali pada puluhan tahun yang lalu. Dia yang dulu diperkosa oleh pria yang kini menjadi suaminya itu, juga keluar dari apartemen dengan wajah yang kacau seperti itu. Dengan tanda kemerahan yang berada di leher hingga dadanya. Flavia yang melihat Mommy Shea memilih mengabaikannya. Dia menerobos keluar dari apartemen Bian. Meninggalkan Mommy Shea yang masih mematung di depan pintu. Bian yang melihat mommy-nya begitu terkejut sekali. Dia yang tadi keluar
Flavia yang masuk apartemen segera menuju ke kamarnya. Tangisnya tak berhenti sama sekali. Sampai di kamar, dia melepaskan selimut yang membungkus tubuhnya. Tepat yang dituju pertama kali adalah kamar mandi. Dia ingin membersihkan tubuhnya yang kini sudah ternoda itu. Di bawah kucuran shower Flavia menangis sekencang-kencangnya. Apalagi ketika melihat warna merah yang mengalir di antara kakinya. “Kenapa ini harus terjadi padaku?” Dia merasa ini benar-benar tidak adil untuknya. Padahal dia merasa tidak bersalah sama sekali. Hanya karena kesalahpahaman dia harus kehilangan satu hal yang paling berharga dalam hidupnya. Flavia terduduk di bawah di lantai kamar mandi. Dia memeluk kakinya sendiri ketika merasakan sakit di dalam hatinya. Kesucian yang dijaga selama ini akhirnya hilang sudah. Jika sudah seperti ini, jelas kehidupannya ke depan akan sangat sulit. Flavia tinggal di negara yang masih memandang wanita yang baik adalah wanita yang bisa menjaga kehormatannya, dan saat satu hal it
Bian keluar dengan sudah memakai celana. Namun, kaosnya belum dipakai. Sambil keluar, Bian memakai kaosnya. Saat di luar dilihatnya sang mommy yang tampak lemas duduk di sofa. Hal itu membuat Bian segera ke dapur. Mengambilkan minum untuk sang mommy. Dengan membawa segelas air, Bian menghampiri sang mommy. “Mom, minum dulu.” Bian berdiri tepat di depan mommy-nya. Memberikan minuman pada sang mommy. Mommy Shea yang memejamkan matanya karena merasa pusing, seketika membuka matanya. Dia menatap Bian yang sedang berdiri di depannya. Rasanya, menyengkelkan sekali melihat anaknya itu.Dengan kesal, Mommy Shea meraih gelas berisi air putih. Dia memang butuh untuk menenangkan diri. Saat sang mommy minum, Bian memilih untuk duduk di sofa yang berada di depan sang mommy. Menunggu sang mommy yang sedang menyelesaikan minumnya. “Apa yang kamu lakukan pada Flavia?” Setelah menghabiskan satu gelas air, Mommy Shea segera melemparkan pertanyaan itu pada anaknya.“Aku … aku ….” Bian menggantung uc
Ruang tamu apartemen Bian tampak mencekam. Mereka semua menunggu Daddy Bryan menjelaskan. Bian duduk tepat di samping Daddy Bryan untuk menjelaskan semuanya itu. “Aku harus cerita dari mana?” Daddy Bryan bingung harus memulai dari mana. Dia memilih cara tepat untuk mengurai semuanya. Mengatakan kejujuran yang terjadi. “Flavia mendekati aku, tapi dia mengatakan padaku. Dia beralasan jika mama tirinya memintanya untuk mendekati aku. Semua itu karena adiknya yang kuliah di Jerman. Mama tirinya mengancam jika Flavia tidak mendekati aku, dia tidak akan memberikan uang pada adiknya. Mama tirinya sampai mengirim orang untuk melihat apakah Flavia melakukan semuanya atau tidak. Karena alasan itu aku mengizinkan Flavia mendekati aku ketika ada orang yang mengawasi.” Akhirnya Daddy Bryan menjelaskan dari awal lagi bagaimana semau ini dimulai. “Kenapa kamu tidak menceritakan padaku?” Mommy Shea menatap suaminya dengan penuh rasa kecewa. “Aku tidak mau kamu berpikir buruk pada Flavia. Dia han
Selang sehari dari pertemuan El, Al, dan Daddy Bryan, El dan Al memutuskan kembali bertemu dengan semua sepupunya bersama-sama di sebuah restoran. Dia menceritakan semua rencananya itu pada saudaranya. “Kenapa harus rencana perselingkuhan? Jika Mommy tahu bagaimana?” Ghea justru memikirkan jika semua ini akan jadi masalah di kemudian hari. “Itulah gunanya kita berkumpul. Kita harus pastikan jika kabar ini tidak akan sampai ke mommy.” El mencoba meyakinkan adiknya. “Apa Bian akan pulang jika kita memberitahu hal ini?” Freya menatap suaminya. Dia masih ragu dengan rencana ini. “Bian sangat menyayangi Mommy Shea. Aku rasa dia akan pulang.” Dean menimpali. Mengenal Bian bertahun-tahun dan tinggal bersama di London, membuat dia hapal sifat Bian. “Lalu kita harus mulai dari mana?” Shera menatap satu per satu orang yang ada di meja makan restoran tersebut. “Kita dari foto. Besok Daddy akan pergi dengan Flavia. Salah satu dari kita akan pergi untuk mendapatkan foto. Setelah itu, bagikan