Flavia mengukur perutnya yang sudah semakin membesar. Flavia selalu mencatat berapa ukuran perutnya. Tak hanya itu, dia mengambil foto setiap perkembangan besar perutnya. Itu akan dipakainya untuk dokumentasi.Bian yang masuk ke kamar melihat sang istri yang sedang asyik mengukur perutnya. Rasanya gemas sekali melihat istrinya. Bian menghampiri sang istri. Memeluk dari belakang. “Tanganku sepertinya tidak muat untuk memeluk.” Perut Flavia yang besar membuat Bian kesulitan.“Iya, ternyata besar sekali perutku.” Flavia sendiri merasa jika yang dikatakan sang suami benar. “Dengar, nanti kamu harus duduk diam saja. Aku yang akan memilih.” Rencananya hari ini Bian, Flavia, dan keluarga akan memilihkan baju untuk anak mereka. Mengingat usia kandungan cukup besar, sebenarnya Bian tidak tega untuk membiarkan sang istri memilih baju untuk anak mereka. “Baiklah, aku akan diam saja nanti di sana. Duduk manis, dan membiarkan kalian untuk memilih.” Flavia tersenyum. Dia juga tidak yakin jika ak
Bian mengajak Flavia keliling komplek. Kebetulan sore hari. Cuaca tidak terlalu panas, jadi enak untuk berkeliling komplek. “Apa kamu suka?” Bian menoleh sejenak pada sang istri. “Tentu saja aku suka. Ternyata seru sekali.” Flavia begitu berbinar menikmati perjalanan. Angin yang bertiup sepoi-sepoi begitu nikmat sekali. “Kapan lagi kita berlima bisa naik motor ini. Nanti jika anak-anak lahir. Aku rasa hanya cukup mereka bertiga.” Bian tertawa. “Iya, satu di sana, dan dua di sini.” Flavia menunjuk tempat duduk di belakang Bian.“Iya, pasti seru membawa mereka bertiga keliling komplek bersama.” Bian sudah membayangkan akan seseru apa nanti kehidupan mereka dengan tiga anak. Bian dan Flavia menikmati perjalanannya keliling komplek. Bian melihat wajah sang istri yang benar-benar berbinar. Tidak sia-sia akhirnya Bian membelikan motor. Walaupun entah kapan akan dipakai lagi. Puas berkeliling-keliling. Akhirnya mereka kembali ke rumah. Bian membantu Flavia untuk turun dari motor. Tanga
Bayi Flavia dan Bian masih di ruang NICU karena mereka masih perlu perawatan. Mengingat berat badan mereka masih begitu kecil. Flavia sendiri sudah belajar bangun paska operasi. Dia semangat melakukan itu semua karena ingin segera bertemu dengan anak-anaknya. Flavia pergi ke ruang NICU diantar oleh Bian. Dia duduk di kursi roda didorong oleh suaminya. Flavia ingin menyusui anak-anaknya. Tidak hanya sendiri, Flavia bersama dengan papanya, mertuanya, kakak, dan bibi dan paman mertuanya. Mereka semua melihat anak-anak Flavia dan Bian lebih dulu dari balik kaca. Tiga anak sedang pulas tertidur. Hal itu membuat mereka begitu gemas sekali. “Kalian sudah punya nama?” Mommy Shea menatap Flavia dan Bian. “Sudah Ma.” Flavia mengangguk. “Siapa?” Daddy Bryan begitu penasaran sekali dengan nama cucunya.“Si sulung, namanya Nathan Fabio Adion.” Karena anak laki-lakinya lahir pertama, jadi Bian menyebutnya sulung. “Itu yang bibirnya tebal namanya Fiorenza Claire Adion.” Bian menunjuk satu anak
Suara pesan masuk ke ponsel Bian. Suara itu mengusiknya. Waktu masih menunjukan jam lima waktu London. Namun, pesan di ponsel Bian sudah berisik sekali. Tentu saja Bian tahu jika itu adalah ulah sang kakak. Jika ini jam lima di London. Artinya di Indonesia jam dua belas. Selisih tujuh jam.Suara pesan yang mengusiknya itu membuat Bian akhirnya meraih ponsel di nakasnya. Dia ingin melihat pesan apa sebenarnya yang dikirim kakak-kakaknya itu. Saat membuka pesan sebuah pesan gambar yang terlihat di ponselnya. Walaupun foto diambil dari kejauhan, tetapi Bian tahu siapa orang di dalam foto itu. Cia:Siapa itu?Retta:Fotonya tidak jelas, kak.Bian: Itu Daddy.Cia:Daddy siap?Bian:Daddy BryanGhea:Dengan siapa Daddy Bryan?El:Ternyata gosip yang beredar benar.Al:Aku pikir hanya gosip saja.Bian:Jadi kalian tahu siapa wanita ini? El:Ini masih gosip. Ada gosip yang beredar daddy menjalin hubungan dengan manager konstruksi di Adion Company.Bian:Gosip adalah fakta yang tertunda. Gh
Mobil sampai di rumah El. Bian segera turun dari mobil. Dia menurunkan kopernya terlebih dahulu sebelum masuk. Rencananya, dia akan tidur di rumah kakaknya terlebih dahulu malam ini. Besok baru dia akan pulang. Karena jika dia pulang malam, tentu saja daddy dan mommy akan curiga. Karena Bian tidak langsung pulang. Bian masuk ke rumah sambil menarik kopernya. Dua keponakannya sudah berlari masuk memanggil sang mommy. “Mommy, Uncle Bian sudah datang.” Kean dan Lean yang masuk ke rumah memberitahu sang mommy. Bian hanya bisa tersenyum melihat aksi keponakannya itu. Dia terus mengayunkan langkahnya masuk ke rumah. Saat masuk, dia melihat sudah banyak kakak-kakaknya di sana. Ada Freya-istri El, ada Ghea-kakaknya dan sang suami Rowan, ada Al-kakak sepupunya dan sang istri Shera, dan terakhir ada Dean-sepupunya bersama sang istri Dearra. Mereka semua berkumpul untuk melanjutkan obrolan mereka di chat pesan kemarin. “Uncle Bian.” Anka, Rigel, dan Gemma berlari. Mereka begitu senang sekali
“Dia memang cantik.” El ikut menimpali. “Iya, pantas daddy terpesona.” Al pun ikut menimpali.“Benar, tubuhnya saja seksi.” Rowan tak kalah ikut berkomentar.Bian mengalihkan pandangan pada kakak-kakaknya yang sedang ikut mengomentari Flavia. Namun, ada yang melihat menarik dibanding reaksi kakak-kakaknya yang melihat foto Flavia, yaitu melihat reaksi kakak dan kakak iparnya yang kesal melihat suaminya yang memuji wanita lain.“Jadi lebih cantik dia?” Freya akhirnya membuka suara. Dia menahan gemuruh dalam hatinya.“Seperti tidak hanya daddy yang terpesona.” Shera ikut menimpali.“Iya, dan sepertinya lebih seksi dibanding kita.” Ghea merujuk pada ucapan sang suami. El, Al, dan Rowan langsung mengalihkan pandangan mereka pada istri masing-masing. Mereka menelan salivanya melihat tatapan tajam dari istri mereka masing-masing. “Sayang, bukan begitu.” El mencoba menjelaskan pada Freya. “Lalu?” tanya Freya dengan tatapan menghujam. “Sayang, siapa yang terpesona. Aku—” “Siapa yang b
Bian keluar dari kamar, kemudian menyusul mommy dan daddy yang sudah duduk di ruang keluarga. Ada kakak dan kakak iparnya di sana.Tadi El sudah berangkat untuk ke kantor dan mengantarkan anaknya sekolah, tetapi Ghea menghubungi jika mommy dan daddy akan datang. Jadi dia kembali ke rumah untuk menemani adiknya yang pastinya akan jadi sasaran sang mommy. “Kenapa tidak langsung pulang?” Mommy Shea langsung melempar pertanyaan itu lagi. “Kemarin aku lelah, Mom. Jadi saat Kak El jemput aku putuskan untuk menginap.” Bian memberikan alasan yang menurutnya masuk akal. Tidak mungkin dia mengatakan jika menginap karena mengadakan rapat penting dengan kakak-kakaknya. “Lalu kenapa tidak memberitahu Mommy jika sudah pulang?” Mommy Shea berkaca-kaca. Dia masih tidak terima ketika anaknya tidak mengabari. Padahal kedatangannya tentu saja jadi kebahagiaan untuknya. Bian tidak bisa melihat sang mommy yang menangis. Dia segera menghampiri sang mommy dan memeluknya. Menenangkan sang mommy yang bers
Pagi ini Bian tengah bersiap. Dia tidak mau membuang waktu begitu saja. Jadi dia memutuskan untuk langsung bekerja. Apalagi semalam dia melihat lipstik di jas milik sang daddy. Itu menguatkan jika memang ada yang terjadi pada Daddy Bryan dan juga Flavia. Saat merasa penampilannya sudah rapi, Bian keluar. Bergabung dengan mommy dan daddy-nya untuk sarapan bersama. “Bi, kamu mau ke mana?” Mommy Shea yang melihat anaknya dengan kemeja rapi pun bertanya. Dia merasa heran. Kenapa anaknya serapi ini pagi-pagi sekali. “Bukankah aku sudah bilang jika aku akan bekerja di Adion Company?” Bian menjawab sambil menarik kursi dan mendudukkan tubuhnya di kursi. Ikut bergabung dengan mommy dan daddy yang sudah duduk di ruang makan. “Kenapa cepat sekali? Kamu baru datang dua hari lalu. Paling tidak harusnya kamu istirahat dulu. Jalan-jalan dulu. Nikmati waktumu di sini lebih dulu.” Mommy Shea merasa anaknya terlalu cepat untuk bekerja. Jadi dia pun memberikan protesnya. “Nanti jika aku liburan le