Share

Bab 2

last update Huling Na-update: 2022-11-12 12:57:10

"Indriiiiiii!" Alma berteriak bak tong kosong berbunyi.

Indri sengaja pergi dari ruangan sempit itu sebelum akhirnya sang mertua datang. Ia pura-pura ke kamar mandi dan menyalakan air ke dalam ember. Selang beberapa menit, ia keluar dengan tangan bas*ah.

"Ada apa, Ma?" tanya Indri mendekati mertuanya yang berwajah merah seperti bara api. 

"Kamu lihat ini!" Alma membentak. Tangannya mengangkat sebuah gaun mahal yang baru dua hari mendiami lemari kamarnya. Padahal, gaun itu akan digunakan sebentar lagi.

"Tadi aku sudah matikan setrikannya, kok, Ma. Itu buktinya." Indri menunjuk kabel yang sudah terputus dari stop kontak.

Alma semakin mer*dang. Napasnya naik turun sehingga membuatnya seperti orang hilang kewar*san. Bak teko uap yang sudah mendidih.

Dalam hati Indri, ia mengumpat. Sebenarnya uang bulanan dari Rasya adalah untuknya. Kenapa bisa hilang? Ya, Indri menyimpannya dalam lemari lalu ia melihat tanpa sengaja, Alma mengambil secara diam-diam. Mengendap dan mungkin telah dibelikan gaun itu.

"Indri! Kamu harus ganti rugi! Mama, enggak mau tahu, kamu ganti senilai harga gaun ini!" 

Pertengkaran masih berlanjut, wanita dengan roll di rambut itu mel*tot pada menantu satu-satunya. 

"Maaf, Ma. Uang bulanan Indri, kan, sudah Mama ambil. Bagaimana Indri bisa mengganti?" Indri menarik satu sudut bibirnya.

Alma terkejut dalam hati. Kenapa Indri bisa tahu. Wanita itu tak berkata lagi. Ia segera enyah dari hadapan Indri.

Alma telah tenggel*m dalam kamarnya. Indri pun mengembus napas dengan penyesalan. Bukan maksudnya berbuat durh*ka, tetapi perbuatan Alma sudah keterlaluan. 

Baru kali ini Indri berbuat nekat. Berulangkali mengucap istighfar dan mendo'akan ampunan untuk dirinya dan Alma. Jika suatu saat ia mempunyai pekerjaan, ia berniat untuk mengganti rugi atas perbuatannya.

Indri kembali melihat Angga di kamar dengan perut berat. Sesekali menahan tendangan dari dalam ditambah lelah dengan pekerjaan yang baru saja ia selesaikan.

"Astaghfirullah, Angga." Indri memekik. Ia panik bukan main ketika baru saja ingin merebahkan diri sambil menyentuh lengan putra pertamanya yang tiba-tiba demam.

"Sabar, Nak, ya!" Indri segera menelpon Rasya. Tangannya gemetaran disertai jantung berdegup kencang. Keringat dingin tiba-tiba mengucur deras dari keningnya.

"Mas, angkat, dong!" Indri terus bergumam sendiri.

Panggilan sama sekali tidak ada jawaban, Indri segera menata tas dan memasukkan dua stel baju Angga. Ia menggendong Angga lalu keluar untuk mencari taksi.

***

Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" Indri bertanya dengan perasaan campur aduk. Ia menunggu sang dokter yang tengah memeriksa putranya. 

"Putra anda harus dirawat untuk sementara ini, Bu. Dia terkena cac*r dan demamnya tinggi sekali," balas dokter tadi. Sang dokter juga menunjukkan sikap keprihatinan.

"Astaghfirullah." Indri lemas. Ia bingung, bagaimana akan membayar semuanya. Apalagi sebentar lagi dia akan melahirkan. 

"Baik, Dok. Saya telpon suami saya dulu." 

Dokter mengangguk lalu keluar kamar pasien kecil itu. Sudah puluhan kali ia mencoba menghubungi dan mengirim pesan, tetapi satupun tak ada balasan.

Mondar-mandir di depan kamar rawat sang putra, ada gurat ketakutan. Karena selama ini yang selalu membantu adalah kakak laki-lakinya, terpaksa kali ini Indri menghubungi untuk meminta bantuannya lagi.

Malamnya, Ali datang bersama Ibunya. Sang kakak menggandeng Ibunya menghampiri wanita yang kini sendirian menanti sebuah keajaiban. Wanita muda itu terlihat stre es, menutup wajah sesekali dan gelisah. Indri yang melihat dari kejauhan, segera berdiri.

Air matanya pecah lagi. Dia wanita itu kini berpelukan saling melepas kegundahan. Rumi menepuk-nepuk lembut punggung putrinya. Ia tahu betul bagaimana keadaan rumah tangga Indri. 

"Ndri, bagaimana keadaan Angga?" Ali membuka suara. Melepas embusan napas berat tak tega melihat adiknya begitu pilu.

"Angga ...." Indri tak kuasa mengatakan perkembangan kondisi putranya.

"Katakan saja! Kami akan selalu ada buatmu," kata Ali lagi.

"Benar, Ndri. Jangan takut, oiya, mana Rasya?" Sesaat Rumi teringat pada menantunya. Menoleh kanan kiri hingga menatap ke ujung juga tak terlihat batang hidungnya.

"Mas Rasya ... dia belum datang, Bu. Mungkin sibuk." Indri berusaha menutupi. Meski dalam hatinya ia tahu, jam segini biasanya Rasya sudah santai di rumah.

"Jangan bohong, Ndri! Ibu dan Mas-mu sudah tahu." Rumi beralih pandang pada sosok lelaki berperawakan tinggi tegap di sampingnya. Yang merupakan pebisnis muda dengan jabatan manager.

"Tidak, Bu. Mas Rasya memang sibuk biasanya jam segini." Indri menunduk. Ia tak mau raut wajahnya kembali terbaca oleh mereka.

Dokter berjalan beriringan dengan suster melewati mereka. Lalu, masuk ke dalam membuat mereka bertiga mengalihkan perhatian pada jendela kaca yang sedikit terbuka.

"Ndri, coba telpon si Rasya lagi! Siapa tahu dia sudah pulang. Masa jam segini belum pulang? Ini sudah setengah sembilan, Ndri." Ali terlihat gusar. 

"Biarkan saja, Mas. Aku sudah pasrah. Tolong, kuatkan aku saja." Indri kembali mengintip putranya.

***

"Al, coba kamu temui Rasya! Ibu punya firasat buruk tentang rumah tangga adikmu. Dia pasti menyimpan semuanya sendirian. Tapi, jangan bilang-bilang Indri kalau kamu menemui Rasya," ucap Rumi ketika menjelang subuh. 

Mereka bertiga menginap di ruangan Angga di rawat. Indri baru saja terlelap karena semalaman menangisi Angga yang belum juga sadar.

Ali segera keluar dari kamar itu. Sebelumnya ia akan pulang dulu untuk ganti baju dan membersihkan diri. Di koridor rumah sakit, tak sengaja ia menabrak seorang wanita yang juga berjalan terburu-buru.

"Maaf," kata Ali sambil membantu wanita dengan jilbab hitam itu memunguti barang-barangnya.

"Saya juga minta maaf, karena kurang hati-hati." Wanita tadi terus menunduk dan berjalan terburu-buru. Beberapa detik tatapan Ali mengunci langkah wanita tadi hingga lenyap.

Jam enam pagi Ali sudah berada di depan rumah Rasya. Ia masih di dalam mobil sambil menyiapkan segala kata yang akan ia sampaikan pada iparnya itu.

Baru saja membuka pintu mobil, sebuah sedan hitam keluaran terbaru masuk melewati pagar rumah Rasya. Ali mengurungkan niatnya. Sayang, ia tak dapat melihat siapa yang baru saja masuk.

Ali memutuskan untuk menunggu saja di depan rumah lagi. Sampai waktu menunjukkan jam delapan pagi dalam ponsel miliknya. Tak ada satupun penghuni rumah yang keluar. Ali mulai lelah.

"Hallo, katakan pada direktur. Saya izin telat karena harus mengurus keponakan yang sakit." Ali menutup panggilan. Ia menghubungi pihak kantor.

Ia melihat mobil keluar tetapi dari pantulan jendela kaca, Rasya ada di dalam sana. Buru-buru Ali menghidupkan lagi mesin mobilnya dan mengikuti ke mana mobil tadi pergi.

Mobil di depannya mengarah pada sebuah supermarket. Ali masih memantau ketika benar, Rasya keluar dari sana bersama seorang wanita berpakaian kurang bahan.

Lelaki dengan rahang kokoh itu mengepal kan tangannya membentur setir. Ia semakin meradang ketika melihat Rasya menggandeng wanita tadi memasuki sebuah pusat perbelanjaan. 

Dengan kemar*han yang sudah memunc*k, Ali turun dari mobil dan langsung membalik pundak Rasya. Ali dengan tangan mengepal melayangkan tinj*nya tepat mengenai wajah suami dari adiknya. 

Sontak wanita tadi berteriak kencang. Ia meminta tolong dengan segera. 

Ali terus memukuli Rasya tanpa henti. Baru setelah beberapa orang melerai, Ali mengatakan semua sesak dalam dadanya. "Das*r, lelaki tidak berguna! Anakmu sakit di rumah sakit, kau malah enak-enakan sama wanita lain. Istrimu berjuang sendirian dengan perut besar di sana, kau malah bermain gi*a di belakang!" 

Rasya meringis menahan per*h pada pipi dan perutnya yang tadi terkena hant*man keras. 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (8)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
adimmu juga tolol dan dungu. udah tau suami g perhatian masih aja hamil kerjaannya. apa adik mu g pernah sekolah? ajari adik mu utk pintar dikit jgn punya kemampuan cuman ngangkang dan ngrbabu
goodnovel comment avatar
D'naya
Makin seru nih
goodnovel comment avatar
D'naya
Makin seru
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Perginya Istriku    Season 2 Bab 205

    "Tapi nggak siang bolong begini juga Mas, nggak enak dengan tamu undangan juga keluarga yang lain. Pak penghulu aja belum pulang lo," elak Anggi beralasan yang sebenarnya dirinya masih grogi dan malu harus sekamar kembali dengan Reno."Berarti kalau sudah nggak siang boleh dong," goda Reno sambil menaik turunkan kedua alisnya."Ish ... Apaan sih, minggir mau keluar." Anggi menggeser tubuh tegap suaminya."Cium dulu," pinta Reno sambil mendekatkan bibirnya yang sengaja dimonyongkan."Mas ... Jangan ngadi-ngadi deh, minggir mau keluar dulu." Anggi kembali mendorong dada sang suami yang semakin mendekat pada dirinya."Cium dulu sekali ajaz habis itu kita keluar bareng, biar enak kalau keluarnya bareng," jawab Reno sambil tersenyum manis."Mesum ....""Eh, siapa ya mesum, kamu kali yang pikirannya udah traveling ke mana-mana. Maksudku kalau kita keluar kamar bareng kan enak dilihatnya. Masak pengantin baru keluar kamar sendiri-sendiri, apa kata mereka coba?" Reno menyentil ujung hi

  • Perginya Istriku    Season 2 Bab 204

    "Terima kasih sudah mau menerimaku kembali, juga sudah memberikan Rea, hingga hidupku kembali berwarna." Ungkapan tulus Reno begitu tangannya menyambut tangan Anggi untuk diajak duduk di bangku sebelahnya.Rea yang tak mau lepas dari papanya malah memeluk leher Reno dengan posesif. Mau tidak mau, acara penyematan cincin nikah yang dilanjutkan penandatanganan buku nikah, dilakukan dengan Rea tetap di gendongan sang papa. Tamu undangan, keluarga juga semua yang menyaksikan merasa terharu juga geli, baru kali ini menyaksikan acara ijab qobul dengan membawa anak mereka. Apapun keadaan mempelai, yang pasti doa restu terucap tulus dari setiap hati yang hadir dan menyaksikan bersatunya kembali orang tua Rea tersebut.Cincin berlian berwarna pink sengaja dipesan khusus oleh Reno untuk Anggi. Eternal pink, berlian langka dan termahal di dunia, menjadi simbol bersatunya kembali rumah tangga Reno dan Anggi. Cincin dengan harga lebih dari lima puluh milyar itu tersemat dengan cantik di jari Mas

  • Perginya Istriku    Season 2 Bab 203

    "Iya Mbak, tanpa pakai make up berlebih, wajah Mbak Anggi sudah tampak cantik dan mangglingi ," jawab perias yang masih menyapukan kuas di wajah Anggi.Rea menatap mamanya dari balik pintu. Gadis kecil yang baru sempurna berjalan sendiri itu menatap takjub pada wanita yang melahirkannya, entah apa yang dipikirkan anak anak sekecil itu. Kepalanya beberapa kali juga menoleh, memperhatikan lalu lalang orang yang mempersiapkan acara akad nikah kedua orang tuanya. Rumah yang biasanya sepi, kini terasa ramai. Anggi yang sempat melirik bayangan putri kecilnya langsung meminta perias menghentikan aktivitasnya, lalu dirinya beranjak menghampiri malaikat kecil yang garis wajahnya seperti pinang dibelah dua dengan Reno."Sayang, kenapa di sini? Nenek mana?" Anggi mengangkat tubuh Rea dalam gendongannya lalu membawanya masuk ke dalam kamar."Mbak, maaf sambil pangku anak saya nggak pa-pa kan?" Anggi meminta izin pada perias yang akan melanjutkan pekerjaannya."Nggak pa-pa Mbak, yang penting a

  • Perginya Istriku    Season 2 Bab 202

    Anggi yang biasanya cuek, jutek, wajahnya menghangat dan terlihat memerah. Dia tahu kalau ayah dari anaknya itu memang lelaki romantis tapi, tidak pernah menyangkan kalau akan diperlakukan seromantis ini, ya walau hanya dalam butik, bukan di suasanya makan malam yang sangat romantis tapi, cukuplan untuk bisa membuat hati Anggi semakin berbunga-bunga.Pemilik juga karyawan butik sampai menutup mulut mereka, takjub dengan keromantisan calon pengantin pria. Baru kali ini mendapatkan klien yang unik dan cukup menarik. Seorang pegawai butik, mungkin bagian marketing langsung merekam agedan tanpa rencana itu. "Jangan sembarangan rekam, nanti kalau mereka tahu bisa runyam urusannya," tergur pemilik butik sambil berbisik."Yang penting rekam dulu Bu, nanti baru minta izin pada mereka. Kalau diizinkan lumayan buat konten marketing butik. Kalau nggak diizinkan ya simpan saja dulu. Siapa tahu lain waktu mereka berubah pikiran," balas si pegawai sambil terus melanjutkan aksinya."Semoga saja

  • Perginya Istriku    Season 2 Bab 201

    "Sayang, aku sudah di jalan. Kamu berangkat sendiri atau sekalian aku jemput?" Reno menghubungi Anggi begitu selesai meting dengan klien. Hari ini keduanya ada janji untuk fithing baju pengantin."Aku sudah di butik, baru saja sampai," balas Anggi dengan senyum menghias wajahn cantiknya.Semenjak Anggi jujur pada Reno kalau Rea adalah darah daging mantan suaminya. Akhirnya mereka memutuskan untuk rujuk kembali, mungkin sebuah alasan klise demi anak tapi, jika ditelisik lebih dalam lagi. Orang tua Rea sebenarnya masih saling menyimpan rasa, hanya mereka masih mengedepankan ego tanpa mempertimbangkan perasaan juga kebutuhan kasih sayang putri kecil mereka.Dan di sinilah mereka, berada di butik yang dulu juga pernah membuatkan baju pengantin untuk Reno da Anggi di pernikahan sebelumnya. Pemilik butik juga pegawai butik hanya mengulum senyum ketika Anggi menceritakan secara singkat perjalan pernikahannya dengan sang mantan suami."Mbak Anggi mau pakai baju dengan model yang bagaimana

  • Perginya Istriku    Season 2 Bab 200

    Saat Anggi muncul dari toilet, ia melihat Mamanya sudah duduk bersama putri dan mantan suaminya. Meski sudah dua tahun lamanya, Anggi masih ingat jelas wajah itu. Wajah yang masih sangat melekat di hatinya. "Rea, ayo ikut Mama." Anggi tiba-tiba menyerobot meraih putrinya dari pangkuan Reno. "Tunggu, Anggi." Reno berdiri menyamai wanita cantik itu. Anggi terlihat tampak lebih segar dari yang dahulu. Tampak lebih bersinar setelah bercerai dengan suaminya."Aku tidak bisa lama-lama di sini. Putriku harus tidur. Juga besok aku harus kerja." Anggi masang wajah ketus. "Nak, jangan bilang begitu. Jujurlah pada Reno. Siapa Rea sebenarnya." Mama Anggi ikut berdiri. Namun, ia tak ingin mencampuri urusan mereka. "Mama ke sana dulu. Kalian bicaralah berdua. Jangan ada yang mengedepankan ego. Belajarlah kalian untuk bersikap dewasa dan tidak mengikuti hawa nafsu sendiri." Wanita tua itu lantas pergi. Meninggalkan mereka bertiga saja. Karena tak bisa mencegah lelaki itu melarangnya, maka Anggi

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status