Share

Bab 2 Kesempatan Hidup Lagi

Kriing! Kriing! Kriing!

Suara alarm terus berdering tanpa henti hingga mendenging di telinga. Membuatnya berpikir apa ini mimpi atau nyata?

"Apa ini? Kenapa aku bisa mendengar suara alarm kamarku lagi? Aku 'kan sudah ...."

Sontak saja Zsalsya menyentuh pipinya, ia meraba dan kembali merasakan lembut kulit dan halus rambutnya.

Tak lama dari itu, seruan sederhana dari seorang pria paruh baya kembali terdengar di telinga.

"Bangun, Nak, sudah siang! Ayo cepat turun ke bawah sarapan dulu sebelum pergi dengan tunanganmu!" suara tak asing dan selalu dirindukan itu kembali terdengar nyaring.

Firman -- Ayahnya duduk di samping Zsalsya dan terus menggemingkan tubuhnya. Hal itu membuat Zsalsya langsung membuka mata, ia menoleh ke arah aroma tubuh yang tidak asing dan masih teringat jelas itu.

"P-Ppapa?!"

Ia merasa linglung kala melihatnya, karena kini seperti hidup di antara halusinasi, mimpi dan nyata. "Sepertinya ini memang Papa!" Menyadari bahwa ini nyata, membuatnya sangat antusias.

Tekadnya semakin bulat dan apa yang terbayang di kepala mengenai penderitaan itu membuatnya ingin membalas dendam dan mengubah takdir hidupnya.

"Seperti katamu, mulai sekarang aku akan hidup lebih baik!" ucap Zsalsya sembari tersenyum di depan kaca membayangkan ucapan Mariana setelah memberinya suntikan mati kala itu.

Setengah jam telah berlalu. Zsalsya berjalan menuruni tangga dengan heels abu-abu dan tas selempang hitam di bahunya.

Ia melangkah ke meja makan untuk menemui Firman yang ternyata sudah menunggu di sana. Semua mata tertuju padanya, mulai dari Firman, Mariana dan Nana.

"Tumben sekali kamu berpenampilan begini," singgung Mariana merasa aneh.

Zsalsya tersenyum. "Karena aku akan hidup lebih baik."

Biasanya, Zsalsya mengenakan sepatu ketsnya. Ia jarang dandan dan berpenampilan sangat biasa. Namun, penampilannya kini jauh berbeda daripada sebelumnya.

Ting! Sebuah pesan masuk.

Zsalsya melihat ponsel yang ada di tangannya. Ia membuka pesan itu, tetapi tak berniat membalasnya.

Ia memeluk Firman, lalu mengecup pipinya. "Aku harus pergi sekarang, Pa!"

"Kamu sarapan dulu! Mamamu sudah menyiapkan semuanya!"

"Nanti saja, Pa. Lagi pula, dia bukan Mamaku!" Zsalsya menepis ucapan itu.

Bukan hanya Firman yang merasa aneh dengan sikap Zsalsya, rupanya Nana dan Mariana pun begitu.

"Zsa mau pergi dulu, dahh Papa~!" Zsalsya melambaikan tangannya.

Sikapnya memang sangat berbeda. Dahulu Zsalsya yang selalu bersikap ramah kepada Mariana dan Nana, kini ia memilih untuk mengabaikannya. Baginya, itu adalah awal dirinya untuk membalas dendam terhadap mereka yang sering berlaku seenaknya.

***

Sampai di tempat fitting baju, Zsalsya dalam sebuah ruangan khusus pun mencoba gaun putih menjuntai dengan bagian samping terbelah hingga memperlihatkan sedikit bagian pahanya. Kerlipan permata putih di sekitar pinggang membuatnya tampak cantik bak putri.

Di depan cermin, ia terus memandangi dirinya. Lalu, memutar tubuhnya ke arah para karyawan yang menemaninya mencoba gaun pengantin.

Kedua bola mata mereka tampak berbinar dengan bibir tersenyum.

"Waahh, gaunnya tampak sangat cocok di tubuhmu, Nona~!" celetuk salah seorang karyawan yang berdiri menemani Zsalsya mencoba gaun.

Namun tidak baginya, kenangan buruk di masa depan membuatnya muak kala mendengar pujian yang mengingatkannya pada hari itu. Kesedihan dan kepedilhan begitu menyayat hatinya.

"Benar. Tunangan Anda pasti sangat bangga karena pengantinnya sangat cantik!" sahut karyawan lain.

Zsalsya melirik pada sebuah gunting kecil. Ia mengambil benda tajam itu dan menggunting setengah gaun di lutut itu secara melingkar.

"Tidak! Apa yang sedang Anda lakukan?!" Mereka menganga tak percaya dengan apa yang dilakukan Zsalsya.

"Kirim saja jumlah tagihannya ke rumahku, gaun ini tetap akan kubayar normal!" ungkap Zsalsya.

Ia berjalan keluar dari fitting room dan pergi begitu saja.

"Tunggu, Zsa! Apa yang terjadi dengan gaun itu, dan ...."

Arzov meratapi gaun yang dipakai Zsalsya. "Kenapa jadi pendek begini?"

Zsalsya membalikkan badan. "Seperti gaun ini, kita putus dan sana menikah saja dengan wanita yang kau cintai itu!"

"Apa maksudmu? Kenapa tiba-tiba membatalkan begini?" Arzov tidak mengerti dengan Zsalsya. "Oh ya, kenapa tadi pesanku cuma dibaca saja, apa yang membuatmu berubah secepat ini?"

"Kalau begitu, kenapa repot-repot mengirim pesan?"

"Kamu tunanganku dan aku ingin tahu keberadaanmu! Apa itu salah?" Arzov berusaha mengejar Zsalsya, tetapi Zsalsya terus melangkah tanpa henti keluar dari fitting room.

"Kamu tidak salah. Aku yang salah terlalu cepat bertunangan denganmu!"

Arzov tidak menyerah dan terus mengejar keluar, sampai langkah kakinya terhenti kala seorang pria berperawakan tinggi nan tampan datang. Endrick Parkinthonn, itulah namanya, pewaris tunggal dari Empires Group. Pria itu menghalanginya ketika Arzov hendak menyentuh Zsalsya.

"Jangan sentuh istri saya!"

Kalimat singkat itu membuatnya membelalak, Zsalsya kembali mengingat-ngingat, tetapi kejadian ini tak pernah dialaminya sama sekali. "Kenapa dia datang dan membelaku? Bagaimana bisa dia begini, padahal dulu dia sangat dingin padaku." Zsalsya komat-kamit heran ketika atasannya tiba-tiba datang yang entah dari mana dan langsung berkata demikian.

"APA! ISTRI?!!" Arzov tertawa terbahak-bahak tak percaya dengan apa yang telah didengarnya itu. "Pak Endrick, orang hebat seperti Anda kenapa mengambil wanita milik saya? Apa di dunia ini masih kekurangan wanita?" ungkap Arzov setengah mengejek.

Arzov teramat geram kepada Endrick, tetapi ia tidak bisa berbuat banyak karena sadar bahwa pria yang ada di hadapannya adalah direktur baru di perusahaan tempatnya bekerja.

Namun Zsalsya merasa bahwa inilah saatnya untuk membalas dendam kepada Arzov. "Iya, benar. Aku memang sudah menikah dengannya!" sahut Zsalsya membenarkan. "Itulah alasanku menolak pernikahan kita!"

"Aku harus memutusnya supaya tidak jadi menikah dengannya!"

Tekadnya semakin bulat, Zsalsya tidak mau membuang kesempatan berharga ini. Tugasnya kali ini adalah untuk mengubah kehidupan cintanya dan hanya itu yang harus ia lakukan.

"Jangan pedulikan dia, biar kita saja yang pergi!" ajak Endrick kepada Zsalsya.

"Iya, sayang!" balas Zsalsya sambil tersenyum manis. Ia pun berjalan mengikuti langkah kaki pria gagah, tampan dan tinggi itu.

Sementara Arzov masih tidak percaya dengan Zsalsya yang memanggil pria lain dengan kata 'sayang'.

Mereka berjalan menuju sebuah mobil mewah dan duduk berdampingan di jok depan.

Zsalsya tampak berpikir sebentar. Lalu, setengah tubuhnya menghadap ke arah Endrick. "Pengakuanmu yang tadi membuat saya berpikir, bagaimana kalau kita buat perjanjian saja?!"

Zsalsya dengan beraninya memberikan penawaran. Tekadnya yang kuat menghilangkan rasa malunya terhadap Endrick.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status