Share

Bab 6

Penulis: SaljuHitam1505
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-20 21:35:01

"Kenapa kau begitu cantik baby?" tanya Gian, sebelah alisnya terangkat. Sementara tangan pria itu berangsur mengelus pipi mulus Nora.

Nora memalingkan wajahnya hanya untuk menghindari sentuhan Gian. "Lepaskan aku, berengsek!"

Nora berusaha melepas ikatan tambang tebal yang melilit tubuhnya. Nahas, sekuat apa pun gerakannya tak mampu melepas jeratan.

Gian tertawa mengejek seraya berjalan ke arah sofa di hadapan Nora. Lalu, ia duduk di sana dengan menyilangkan kakinya.

"Berusahalah sekuat tenaga baby, paling tidak pergelangan tanganmu yang akan putus nanti," kelakarnya. Gian menatap Nora yang terduduk di atas ranjang king size miliknya.

"Salahmu sendiri meninggalkanku begitu saja!" Gian mulai murka. Melihatnya Nora hanya mampu menatap pria itu penuh rasa benci.

Bagaimana bisa di masa lalu dirinya begitu mencintai pria gila penuh obsesi ini? Ia tak habis pikir.

"Kenapa kau membawaku kemari sialan?!" tanya Nora, emosinya memuncak.

"Kenapa kata-katamu itu kasar sekali baby? Siapa yang mengajarimu?"

"Ck! Tak penting!"

Tangan Nora masih berusaha bergerak untuk melepas tambang yang mengikatnya. Namun rasanya sia-sia. Pergelangan tanganya justru terasa sakit sekarang.

Tatapan Gian berubah menjadi sendu. Tetapi, jelas tergambar ada rasa obsesi dan ambisi yang terkubur di dalam hatinya.

"Apa kekuranganku baby, sehingga kau lebih memilih menikah bersama musuhku itu, hm?" Sebelah alis Gian terangkat, membuat Nora hampir saja tergoda. Namun, secepat kilat Gadis itu membuang wajah dan berdecak.

"Terlalu banyak kekuranganmu sampai-sampai aku tak bisa menyebutkannya satu persatu," jawab Nora tanpa menoleh ke arah Gian sama sekali.

Gian menganggukkan kepalanya seolah memahami.

"Cukup jangan membantahku selama kau berada di sini baby. Jangan sampai membuatku marah!" ancam Gian.

Nora tak peduli hingga ia mendengar langkah Gian berjalan keluar kamar.

"Aku harus bisa melarikan diri," gumam Nora. Matanya mengedar mencari sesuatu yang sekiranya bisa untuk membuka tambang yang mengikat tangannya.

Bibirnya tersenyum lega saat melihat sebuah gelas di atas nakas. Dengan cepat ia berdiri dan melangkah menuju tempat dimana gelas itu berada.

Setelah sampai, ia mencoba untuk menggeser gelas kaca itu agar terjatuh dengan tangannya yang terikat. Tubuhnya membelakangi nakas tersebut.

Prah!

Suara pecahan gelas membuat Nora dengan cepat menoleh ke arah pintu. Ia sedikit khawatir jika Gian akan datang kembali.

"Aku harus cepat." Nora berjongkok dan mengambil pecahan gelas itu perlahan, lantaran geraknya yang terbatas dan membelakangi.

"Awss! Sial!" Nora meringis kala merasakan jari-jemarinya tergores pecahan gelas kaca tersebut.

"Akhirnya." Nora bernapas lega ketika tangannya berhasil terbebas dari jeratan tali tambang yang membelenggunya.

"Pantas saja sakit," gumam Nora kala menemukan banyak goresan yang mengenai telapak tangannya. Perlahan ia mengelap darah yang mengalir keluar dengan Gaun pengantin berwarna putih yang ia kenakan.

"Aku harus cepat pergi dari sini." Nora mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kamar. Tak ada satupun lubang atau jendela. Sepertinya kamar ini memang sudah di rancang sedemikian rupa untuk penyekapan.

"Bagaimana ini?" Nora menggigit bibir bawahnya.

Kaki Nora berjalan menuju ke arah pintu. Tangannya memutar gagang pintu. Sial, terkunci. Otaknya berpikir keras untuk mencari bagaimana cara agar bisa melarikan diri dari kamar ini. Lalu, matanya memicing saat menemukan sebuah benda yang tak asing terletak di atas meja rias.

Sebuah guratan senyum tipis terbit di bibirnya. "Kesempatan," lirihnya.

Dengan cepat Nora berjalan menuju meja rias itu. Tangan kanannya bergerak untuk mengambil sebuah tusuk rambut kecil yang nampak tajam. Entah milik siapa dan bagaimana bisa benda itu berada di sini.

"Ini pasti bisa berguna," gumamnya lantas berjalan kembali ke arah pintu dan memasukkan tusuk rambut yang ia genggam ke dalam lubang kunci seraya memutar-mutarnya.

"Ayolah pasti bisa." Keringat mulai menetes di dahinya, sementara tangannya terus bergerak berusaha membuka pintu.

Klek!

Pintu berhasil terbuka. Nora menusukan tusuk rambut itu pada rambutnya yang masih di hias layaknya seorang pengantin.

Perlahan Nora membuka pintu. Tatapannya mengedar mencari sosok Gian. Setelah merasa aman, ia segera melangkah keluar meninggalkan kamar itu.

Entah ke mana perginya high heels yang awalnya ia pakai saat acara pernikahannya tadi. Sekarang ia tak mengenakan alas kaki apa pun. Namun, itu tak menjadi sebuah halangan. Kakinya terus melangkah mencari pintu keluar dengan hati-hati.

"Di mana pintu keluarnya? Kenapa ruangannya sangat banyak?!" Nora menarik napasnya kasar. Tak ada celah sedikitpun di semua ruangan yang ada. Hanya terdapat beberapa pintu yang ia tak tahu untuk apa ruangan di dalamnya.

Dengan hati-hati ia membuka satu persatu pintu yang ada. Tetapi ia hanya menemukan banyak lemari yang entah berisi apa di dalamnya tanpa barang lainnya. Hampir semua ruangan yang telah ia periksa kecuali kamar tempat ia disekap berisikan barang yang sama.

Hanya tinggal Dua pintu yang belum ia buka. "Semoga ini pintu keluarnya."

Ceklek!

"Shit!" umpatnya pelan sesaat setelah membuka pintu. Ternyata di dalamnya terdapat Gian yang tengah tertidur di atas sebuah ranjang.

Tanpa pikir panjang ia menutup pintunya kembali dan berjalan menuju pintu yang pasti adalah pintu keluar.

"Sial! Terkunci," desis Nora. Pintunya terkunci.

Ia meraih tusuk rambut yang ia pakai. Ia akan menggunakan cara yang sama untuk membuka pintu ini.

"Ku mohon Tuhan, jangan buat aku sengsara kembali." Nora mengulang-ulang doanya seraya terus berusaha memutar-mutar lubang kunci. Berharap bisa terbuka. Nahas, caranya tak berhasil.

Nora menghela napas kasar. Waktu terus berjalan dan lama kelamaan Gian akan terbangun.

"Sepertinya aku harus mencari di mana kuncinya berada," ujar Nora seraya menyelipkan tusuk rambut itu kembali pada rambutnya.

Nora mulai memasuki ruangan pertama yang berisikan banyak lemari. Ia berharap akan menemukan kunci pintu keluarnya di sana. Namun, saat memasuki ruangan hidungnya mencium aroma formalin yang sangat kuat. Refleks ia menutupi hidung dengan satu tangan.

"Kenapa menyengat sekali!" gumam Nora. Ia terus berjalan dan membuka satu persatu lemari.

"Sepertinya kunci itu di dalam lemari ini," lirihnya kala menemukan salah satu lemari yang berbeda. Namun, hanya ada dokumen-dokumen yang ia tahu adalah dokumen lama tak berguna.

Aroma formalin semakin kuat tercium saat ia berdiri di hadapan sebuah lemari yang belum ia periksa.

Dengan hati yang berharap, Nora membuka lemari di hadapannya. Matanya membulat sempurna dan jantungnya seperti berhenti berdetak saat sepasang matanya melihat benda yang terdapat di dalam lemari tersebut.

Tubuhnya membeku untuk sesaat. Sekian detik Nora berusaha mengatur napas lantas dengan engan cepat menutup lemari itu kembali.

"Dasar psikopat gila!" Nora menggerutu. "Ternyata dia masih melakukan perdagangan organ manusia ilegal!"

Nora ingat suatu hal. Dulu, Gian adalah seorang mafia yang melakukan perdagangan organ tubuh manusia dengan ilegal. Ia pikir itu tidak dilakukan di masa sekarang. Namun ia salah mengira.

"Bisa-bisanya ia menyimpan kepala manusia di sini!" Nora bergidik ngeri. Ia memutuskan untuk berjalan keluar dari ruangan itu. Bayang-bayang kepala manusia yang ia lihat seperti kepala milik seorang wanita masih tergambar jelas di pikirannya.

"Di ruangan lain pun pasti berisi hal yang sama," gumamnya.

Nora sungguh tak sudi jika harus melihat potongan tubuh lagi.

Meskipun masih terus terbayang bagaimana menyeramkannya kepala tadi, Nora tak mau menyia-nyiakan waktu dan terus mencari keberadaan kunci dengan membuka-buka lemari kecil di dalam kamar yang terdapat Gian.

Sesekali ia menoleh untuk memastikan Gian masih terlelap. Ia mengambil dengan cepat sebuah gantungan yang berisi beberapa kunci, tepat di samping Gian tertidur. Gantungan itu berada di atas ranjang.

Setelah mendapatkannya, ia berjalan ke arah pintu keluar dan berusaha membuka pintu tersebut.

"Tuhan, tolong aku," lirih Nora.

Tangannya mulai pegal karena pintunya tak kunjung terbuka. Luka goresannya pun semakin lama semakin terasa perih. Sesekali ia menyeka keringat yang menetes di dahinya.

"Mau pergi kemana baby?"

~

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Perjalanan Dimensi Waktu Istri Mafia    Bab 105

    "Hahaha!" Nora tertawa terbahak-bahak dengan menatap Reyna tajam. Ekspresi bengis terpampang jelas di wajah cantiknya. "Aku bahkan tak tahu apakah aku bisa benar-benar memaafkanmu, Reyna,"Di depan Reyna, Nora berdiri tegak. Gadis itu mengambil sebuah botol berisi racun di dalam saku jaketnya. Sorot mata Nora tampak dingin, seperti cahaya remang yang memantul di permukaan cairan berbahaya itu. Dia terlihat tak berperasaan, wajahnya menyiratkan kekecewaan yang mendalam. "Minum ini, Reyna," perintahnya dengan suara datar, seolah mengabaikan rasa takut yang terpancar dari Reyna. "Jika kau memang menyesal, buktikan padaku."Reyna menatap botol itu, mulutnya terasa kering. "Kak, tolong… jangan lakukan ini!" ucapnya, suara penuh kepanikan. "Kita bisa menyelesaikannya dengan cara lain. Ingat Kak! Kita pernah menjadi saudara!"Nora mengangkat bahu, senyum sinis menghiasi wajahnya. "Saudara? Aakah kau benar-benar percaya bahwa kita masih bisa menjadi saudara lagi setelah semua yang kau lak

  • Perjalanan Dimensi Waktu Istri Mafia    Bab 104

    Nora menatap ke arah hutan yang gelap, napasnya teratur namun penuh semangat. "Waktunya telah tiba. Kita tidak akan mundur. Kita harus menghadapi ini, Kenzo." "Ayo kita lakukan. Jika Reyna ada di sini, kita akan menemukannya."Nora merasakan getaran di sakunya. Ia mengeluarkan ponselnya dan melihat nama Ayah di layar. Dengan sedikit keraguan, ia mengangkat telepon."Nora, kami semua mendukungmu," suara Ayahnya terdengar tenang namun tegas, "Reyna telah melampaui batas. Dia tidak hanya mengkhianati kita, tapi juga merusak kehormatan keluarga. Kau tahu apa yang harus dilakukan."Suara Bundanya kemudian terdengar, lembut namun penuh kepastian, "Kami percaya padamu, Nak. Ini bukan lagi soal pribadi, tapi soal keluarga. Jika kau ragu, ingatlah betapa Reyna telah membuat kita terluka."Nora menggenggam ponselnya lebih erat, menghirup napas dalam-dalam, dan menatap Kenzo. "Ayah dan Bunda telah berbicara. Semua mendukung kita," katanya, matanya berbinar dengan tekad yang baru.Kenzo mengangg

  • Perjalanan Dimensi Waktu Istri Mafia    Bab 103

    "Ken!" Nora menatap Kenzo yang juga tengah menatapnya saat ini. Gadis itu menyibak rambutnya yang berkeringat. Keheningan di dalam markas segera pecah menjadi sorakan kegembiraan. Para anggota mafia, yang sebelumnya tegang menyaksikan pertarungan, kini bersorak merayakan kemenangan Nora atas Gian. Suara tawa dan teriakan penuh semangat menggema di seluruh ruangan, menandakan bahwa mereka telah berhasil mengalahkan musuh yang selama ini menjadi ancaman bagi mereka."Untuk Nyonya Nora!" teriak salah satu anggota, mengangkat senjata dengan penuh semangat. Suara tepuk tangan dan sorakan lainnya menyusul, menyebar dengan cepat seperti api. "Dia telah menyelamatkan kita semua!"Kenzo berdiri di samping Nora, wajahnya menampakkan kepuasan dan kebanggaan. Ia mengamati sekeliling, menyaksikan bagaimana para anggotanya merayakan keberhasilan itu. "Kita tidak boleh berpuas diri!”" Kenzo mengangkat suaranya di atas keributan. "Kemenangan ini bukanlah akhir. Masih ada tugas penting yang menunggu

  • Perjalanan Dimensi Waktu Istri Mafia    Bab 102

    "Mulai sekarang, kita bergerak. Temukan Reyna, hidup atau mati."Para anggota mafia mulai bergerak cepat, mengambil posisi dan menjalankan perintah. Nora berdiri di samping Kenzo, matanya bersinar penuh ambisi dan kebencian. Dalam hatinya, ia tahu ini adalah akhir dari perseteruannya dengan Reyna. Tapi kali ini, ia tidak hanya akan menang—ia akan memastikan Reyna tak pernah kembali.Ketegangan di dalam markas Kenzo tiba-tiba memuncak ketika suara deru mesin mobil dan suara langkah kaki berat terdengar mendekat. Pintu masuk utama dibuka dengan paksa, dan rombongan mafia yang dipimpin oleh Gian melangkah masuk dengan agresif. Mereka mengenakan pakaian gelap, wajah tertutup oleh masker, menunjukkan bahwa mereka datang untuk bertarung. Gian, sosok tinggi besar dengan tatapan menakutkan, berdiri di depan kelompoknya. Senyumnya penuh tantangan saat ia melihat ke arah Kenzo dan anggota mafia yang berkumpul. "Kenzo," ia menyapa dengan nada mengejek. "Dengar, malam ini aku akan mengambil kemb

  • Perjalanan Dimensi Waktu Istri Mafia    Bab 101

    "Ck! Aku takkan membiarkan Nora hidup lebih lama! Besok. Yah, Besok. Aku akan mengakhiri semuanya. Aku akan melenyapkannya dan merebut Kak Kenzo!" .... Di sebuah ruang bawah tanah yang gelap dan lembap, markas mafia yang dipimpin oleh Kenzo dipenuhi dengan para anggotanya yang berkumpul di tengah malam. Lampu-lampu redup memancarkan cahaya kekuningan, menerangi wajah-wajah tegang dan bersiap. Meja kayu panjang di tengah ruangan dipenuhi peta, dokumen, dan foto-foto Reyna. Suara berisik dari para anggota mafia yang berbicara dan mengasah senjata memenuhi ruangan, menciptakan suasana tegang yang tak terelakkan. Kenzo berdiri di depan semua orang, tubuhnya tegak, mata tajamnya memandang serius pada anak buahnya yang berjumlah puluhan. Ia mengenakan setelan hitam yang rapi, wajahnya dingin, penuh ketegasan. Rambut hitamnya tersisir rapi, namun aura di sekelilingnya memancarkan bahaya yang tak bisa disangkal. Di tangannya, sebuah pistol berlapis perak tergenggam erat. "Reyna tidak bis

  • Perjalanan Dimensi Waktu Istri Mafia    Bab 100

    Nora berhenti sejenak di depan pintu, memandang Sam dengan senyum tipis di wajahnya. "Kamu baik-baik saja, Sam?"Sontak, Sam mengangukkan kepalanya sebagai jawaban. "Aku baik-baik saja, Nyonya," jawabnya. "Sebaiknya kita beristirahat sekarang. Besok pagi, kita akan melakukan pencarian untuk menemukan jalang itu. Kita akhiri saja semuanya. Aku yakin. Semua anggota keluarga kita akan merasa tenang jika benalu itu lenyap." Kenzo menajamkan matanya. .... Dalam kegelapan malam, Reyna berlari tanpa henti, menerobos ranting-ranting kasar dan daun-daun lebat di hutan yang seolah mencoba menahannya. Tubuhnya menggigil, bukan hanya karena dinginnya malam, tapi karena gemetar perasaan yang bergejolak di dalam dirinya. Tangan kirinya masih berlumuran darah Hercules, pria yang pernah begitu mencintainya. Nafasnya berat, namun ia terus berlari, seolah mencoba melarikan diri dari bayang-bayang perbuatan yang baru saja dilakukannya."Tidak ada jalan kembali," gumamnya dalam hati, matanya membara

  • Perjalanan Dimensi Waktu Istri Mafia    Bab 99

    "Astaga..." "Nora!?" seru suara yang tidak asing dari belakang membuat gadis itu menolehkan kepalanya dengan cepat untuk melihat sosok yang telah memanggilnya. "Kenzo?" Nora menatap suaminya yang tiba-tiba sudah berada di sini bersama Sam. Kedua pria itu mendekat dan melihat Hercules yang masih tergeletak di atas lantai. Kenzo langsung membawa tubuh Nora ke dalam pelukannya dengan erat untuk menumpahkan rasa khawatirnya. "Kau baik-baik saja?" tanya Kenzo penuh kekhawatiran. Nora menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. "Tapi, pria ini." Rossa menunjuk tubuh Hercules dengan tatapan dingin. "Sam, cek keadaannya!" Aroma darah yang samar menyeruak di udara, membuat perut Sam terasa mual. Hercules tergeletak tak bergerak di lantai, genangan darah tampak mulai mengering di sekitarnya.Sam mendekati tubuh itu dengan hati-hati. Wajah Hercules pucat, matanya terbuka kosong, tidak lagi bernafas. Sam berlutut, memeriksa denyut nadinya di leher, tapi seperti yang sudah ia duga, tidak ada

  • Perjalanan Dimensi Waktu Istri Mafia    Bab 98

    Sesaat kemudian, wajah Kenzo terkena lampu sorot dari sebuah mobil yang berjalan mendekat. Tak lama, mobil itu berhenti di dekatnya dan terlihatlah siapa yang mengemudikan mobil tersebut. "Tuan!" seru Sam dari dalam mobil yang mana hal itu membuat Kenzo langsung berdiri dan bergerak cepat masuk ke dalam mobil. Setelah Kenzo masuk, mobil pun kembali melaju dengan cepat membelah jalanan yang terlihat cukup senggang. ....Rossa, dengan gerak langkah hati-hati, menelusuri lorong sempit menuju apartemen Hercules yang telah dirinya ketahui. Cahaya bulan yang redup dari jendela di ujung lorong cukup memberikan penerangan baginya. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, rasa dendam dan sedikit kekalutan mengisi udara di sekitarnya. Dia tahu bahwa Reyna dan pria itu sedang ada di dalam. Langkahnya semakin pelan saat dia mendekati pintu apartemen.Dengan cekatan, Rossa menyelipkan kunci cadangan yang berhasil ia peroleh dari mencari ke sekitar area pintu dan ternyata kunci itu berada

  • Perjalanan Dimensi Waktu Istri Mafia    Bab 97

    Di sisi lain, Kenzo yang berada di dalam kamar mengerjapkan matanya ketika tangannya meraba-raba ke samping dan tidak menemukan keberadaan sang istri di sampingnya. "Nora!?" panggil Kenzo dengan suara keras. "Dimana dia?" Pria itu bangun dari tidurnya dan beranjak duduk. Kepalanya menoleh ke sana kemari untuk mencari keberadaan sang Istri. Pintu kamar tertutup rapat. Pintu kamar mandi pun sama. Kenzo turun dari atas ranjang dan kemudian berjalan menuju pintu keluar. Saat ini, Kenzo telah keluar dari dalam kamar. Suasana rumah yang sepi seketika menyambutnya. Tanpa memikirkan penghuni lain akan merasa terganggu atau tidak, pria itu akhirnya berteriak. "Nora!" panggilnya yang mana hal itu membuat suaranya menggema di seluruh penjuru rumah. Kenzo dapat merasakan jantungnya berdetak lebih cepat sekarang. Ia takut terjadi sesuatu yang tidak di inginkan pada istrinya saat ini, mengingat baru saja mereka telah mengalami insiden mengerikan di area villa tersebut. Pria itu tidak tahu sa

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status