"Aku sudah menjadi istri seorang Kenzo Albar Antarez?" gumam Nora.
Kini, di sebuah ballroom hotel yang disewa oleh keluarga Nora dan Kenzo, tengah diadakan sebuah pesta besar-besaran setelah berlangsungnya prosesi pernikahan antara Kenzo dan Nora.Seminggu setelah kejadian di mana Nora melarikan diri, keduanya sepakat untuk menikah secepatnya. Dan tepat di hari ini, mereka berusaha telah resmi menjadi sepasang suami istri.Kenzo, pria itu tengah dikerumuni oleh para partner bisnisnya yang hadir. Begitu juga dengan Nora yang sedang asyik bercerita dengan teman-temannya.Suasana meriah sangat terasa saat diiringi oleh musik dari penyanyi ternama yang turut diundang hadir untuk memeriahkan pesta pernikahan ini."Kau mengatakan tak ingin cepat menikah! Tapi lihat sekarang, kau justru mendahuluiku. Saat kau tinggal bersama suamimu, aku akan sendirian nanti. Hm, Tapi, apakah kau benar-benar yakin?" tanya Angel. Ia adalah teman dekat Nora semenjak masa SMA."Tidak apa-apa, kurasa pilihanku tak salah kali ini," Jawab Nora sembari meneguk sebuah minuman berwarna putih yang merupakan sebuah susu dari dalam gelas yang ia pegang."Tapi, Nora," Angel mengedarkan pandangannya ke arah sekeliling. Kemudian ia mendekatkan bibirnya ke telinga Nora."Benarkah suamimu itu seorang Mafia terkejam?" bisiknya. Nora menatap Angel dengan tatapan bertanya. Ia bergantian mendekatkan bibirnya pada telinga Angel."Darimana kau tahu?" tanyanya berbisik juga."Aku hanya menebak. Karena, tak mungkin suamimu hanya pengusaha biasa tapi dimana-mana terdapat bodyguard yang menjaga. Terlebih, mereka semuanya membawa senjata api. Juga tadi aku sempat mendengar desas-desus dari para tamu yang hadir." jawab Angel.Mata Nora menatap para bodyguard yang berjaga. Benar, mereka semua terlihat profesional serta membawa senjata api dimasing-masing tangannya."Benar. Oleh sebab itu, aku tertarik untuk menikah dengannya." kata Nora."Bukankah harusnya kau menikah dengan Gian kekasihmu itu?" tatapan Angel menyelidik.Nora menghela nafas. Wajah cantik yang dipoles dengan sapuan makeup natural itu menunjukkan raut tak suka."Tidak. Sampai kapanpun aku tak mau menikah dengannya. Aku telah memutuskan hubungan dengannya semalam lewat telepon." jelas Nora."Kenapa?""Karena, em, kau akan tahu suatu saat nanti seperti apa kelakuan pria itu."Nora dan Angel kembali membahas banyak hal. Begitupun dengan semua tamu yang hadir. Baik dari keluarga, kerabat dua keluarga, maupun para tamu yang sengaja diundang sedang menikmati acara ini. Ada yang sedang menikmati jamuan yang disediakan, ada juga yang sedang meminum anggur yang tersedia."Baiklah, para hadirin sekalian, kini saatnya prosesi pengambilan foto. Silahkan untuk kedua mempelai kembali ke pelaminan. Setelah kedua mempelai, dilanjut dengan sesi berfoto dengan keluarga dan para tamu yang hadir jika berkenan." suara dari MC wanita terdengar diseluruh penjuru ruangan.Kemudian sesuai arahan yang diberikan, semuanya melakukan sesi foto dengan baik dan tenang."Kau lelah?" tanya Kenzo yang sudah duduk di atas kursi pelaminan bersama dengan Nora. Sesi berfoto telah usai dan hadirin kembali dipersilahkan untuk menikmati pesta.Nora menoleh. Ia menganggukan kepalanya. "Sedikit," jawabnya."Bagaimana dengan kekasihmu?" Kenzo bertanya lagi."Aku sudah mengakhiri hubungan dengannya semalam. Tapi dia menolaknya meskipun aku mengatakan aku akan menikah denganmu. Dia bahkan mengancam akan mengambilku kembali bagaimanapun caranya." jelas Nora."Lalu?""Aku tak takut! Justru aku akan melenyapkannya segera!" kata Nora berapi-api. Hal itu membuat Kenzo tersenyum miring sesaat. Lalu pandangannya melihat keadaan pelipis Nora yang masih terdapat sebuah luka. Makeup yang menutupi sudah mulai luntur akibat keringat."Lukamu? Bagaimana?"Nora mengernyitkan dahinya bingung. "Luka?" ulangnya.Kenzo mengambil tissue yang tersimpan di saku jaz yang ia kenakan. Lalu tangannya terangkat untuk mengelap keringat di pelipis Nora dengan sedikit ditekan."Aahhss," rintih Nora saat luka di pelipisnya ditekan oleh Kenzo. Seketika matanya melotot kesal menatap sang suami."Kau sengaja?" kesalnya. Kenzo hanya mengangkat bahunya sebagai jawaban dengan wajah datar."Sudah lebih baik," kata Nora setelah menyingkirkan tangan Kenzo yang tadi menyentuh pelipisnya."Setelah ini, jangan lupa untuk membantuku membalaskan dendam," peringat Nora. Kenzo mengangguk. Ia takkan lupa akan hal itu.Setelahnya, keduanya memilih diam dengan pikiran masing-masing.Saat suasana sedang kondusif dan tenang, tiba-tiba saja terdengar suara gaduh dari arah pintu masuk.DOR!DOR!DOR!Sebuah suara tembakan terdengar saling bersahut-sahutan. Seketika suasana menjadi kacau. Orang-orang yang hadir saling berlari untuk menyelamatkan diri.Para bodyguard yang berjaga dengan sigap menjaga orang-orang yang sedang panik.Lain dengan semua orang yang panik dan memilih untuk menyelamatkan diri, Nora justru mencari keberadaan Kenzo. Entah kemana pria itu pergi. Hatinya sudah tenang saat melihat keluarganya dan keluarga Kenzo telah diamankan oleh beberapa bodyguard.Pernah dihadapkan dengan sebuah kematian menjadikannya tak takut akan hal-hal yang berbahaya dan pasti bisa melukainya."Ck! Kemana pria itu!?" kesalnya. Dengan mengangkat sedikit gaun pengantin yang ia kenakan, Nora berjalan menuju pintu masuk. Tempat dimana sumber keributan terjadi."Nyonya, sebaiknya anda jangan mendekat," cegah salah satu bodyguard yang ingin mengamankan Nora.Nora menoleh. "Dimana suamiku?" tanyanya.Bodyguard itu menunduk. "Tuan Kenzo sedang menghadang musuh yang ingin masuk dan merusak acara ini nyonya," jelasnya."Musuh?" ulangnya memastikan. Bodyguard itu menganggukan kepalanya. "Siapa orang yang menyerang?""Mereka kelompok Mafia yang dipimpin oleh seseorang yang bernama Gian. Mereka ingin menerobos masuk dan menginginkan anda nyonya. Jadi, sebaiknya nyonya ikut saya untuk mencari tempat yang aman."Nora menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak! Aku tak bisa meninggalkan kekacauan ini!" sergahnya, lalu ia berlari menuju tempat di mana Kenzo berada.Bodyguard itu panik saat mendapati sang nyonya sudah mendekati pintu ballroom."Anda merebut kekasih saya sialan!" umpat Gian keras.Di saat anak buahnya sedang saling melawan dirinya justru sedang mendebat pria dengan wajah datar di hadapannya ini. Pria yang kini sudah menjadi suami Nora."Tidak!" balas Kenzo dingin. Pria itu menatap Gian dengan tajam.Dor!PRANG!Beberapa tembakan mengenai kaca yang membuat kaca itu jatuh berserakan."Singkirkan anak buah anda sekarang dan biarkan saya mengambil kekasih saya di dalam sana!" Suruh Gian sambil mengangkat senapannya ke arah Kenzo.Kenzo menaikkan sebelah alisnya. "Silahkan jika anda mampu," katanya dengan nada meremehkan."Sampai kapanpun! Nora akan tetap menjadi milik saya!" ucap Gian. Jarinya bersiap untuk menarik pelatuk senapan di tangannya."Berhenti!" Teriak Nora yang datang dari dalam dan langsung berdiri di depan Kenzo. Ia menatap Gian dengan tatapan tajam dan benci yang sangat kentara."Akhirnya kau muncul baby!" Gian berujar senang. "Baiklah, aku takkan berbasa-basi lagi." lanjutnya. Lalu ia menginstruksikan anak buahnya untuk memakai masker yang tergantung di leher masing-masing. Begitu pula dengan dirinya.Tangan Gian mengambil sesuatu di balik saku celananya. "Ayo baby, ikut aku," ucapnya dan langsung meraih tangan Nora lalu menariknya kencang.BOM!Sebuah bom gas beracun meledak setelah dilemparkan oleh Gian. Menimbulkan asap tebal serta membuat orang yang menghirupnya terbatuk hebat hingga mengeluarkan darah.Situasi itu sengaja dibuat dan tanpa menyia-nyiakan kesempatan, Gian segera membawa Nora bersamanya."Kenzo!" Panggil Nora saat dirinya ditarik paksa oleh Gian.Kenzo segera mencari sumber suara tersebut. Dengan menahan nafasnya, ia berhasil menembus asap tebal tersebut. Namun sayang, ia tak menemukan keberadaan Nora berserta Gian dan anak buahnya."Shit!""Hahaha!" Nora tertawa terbahak-bahak dengan menatap Reyna tajam. Ekspresi bengis terpampang jelas di wajah cantiknya. "Aku bahkan tak tahu apakah aku bisa benar-benar memaafkanmu, Reyna,"Di depan Reyna, Nora berdiri tegak. Gadis itu mengambil sebuah botol berisi racun di dalam saku jaketnya. Sorot mata Nora tampak dingin, seperti cahaya remang yang memantul di permukaan cairan berbahaya itu. Dia terlihat tak berperasaan, wajahnya menyiratkan kekecewaan yang mendalam. "Minum ini, Reyna," perintahnya dengan suara datar, seolah mengabaikan rasa takut yang terpancar dari Reyna. "Jika kau memang menyesal, buktikan padaku."Reyna menatap botol itu, mulutnya terasa kering. "Kak, tolong… jangan lakukan ini!" ucapnya, suara penuh kepanikan. "Kita bisa menyelesaikannya dengan cara lain. Ingat Kak! Kita pernah menjadi saudara!"Nora mengangkat bahu, senyum sinis menghiasi wajahnya. "Saudara? Aakah kau benar-benar percaya bahwa kita masih bisa menjadi saudara lagi setelah semua yang kau lak
Nora menatap ke arah hutan yang gelap, napasnya teratur namun penuh semangat. "Waktunya telah tiba. Kita tidak akan mundur. Kita harus menghadapi ini, Kenzo." "Ayo kita lakukan. Jika Reyna ada di sini, kita akan menemukannya."Nora merasakan getaran di sakunya. Ia mengeluarkan ponselnya dan melihat nama Ayah di layar. Dengan sedikit keraguan, ia mengangkat telepon."Nora, kami semua mendukungmu," suara Ayahnya terdengar tenang namun tegas, "Reyna telah melampaui batas. Dia tidak hanya mengkhianati kita, tapi juga merusak kehormatan keluarga. Kau tahu apa yang harus dilakukan."Suara Bundanya kemudian terdengar, lembut namun penuh kepastian, "Kami percaya padamu, Nak. Ini bukan lagi soal pribadi, tapi soal keluarga. Jika kau ragu, ingatlah betapa Reyna telah membuat kita terluka."Nora menggenggam ponselnya lebih erat, menghirup napas dalam-dalam, dan menatap Kenzo. "Ayah dan Bunda telah berbicara. Semua mendukung kita," katanya, matanya berbinar dengan tekad yang baru.Kenzo mengangg
"Ken!" Nora menatap Kenzo yang juga tengah menatapnya saat ini. Gadis itu menyibak rambutnya yang berkeringat. Keheningan di dalam markas segera pecah menjadi sorakan kegembiraan. Para anggota mafia, yang sebelumnya tegang menyaksikan pertarungan, kini bersorak merayakan kemenangan Nora atas Gian. Suara tawa dan teriakan penuh semangat menggema di seluruh ruangan, menandakan bahwa mereka telah berhasil mengalahkan musuh yang selama ini menjadi ancaman bagi mereka."Untuk Nyonya Nora!" teriak salah satu anggota, mengangkat senjata dengan penuh semangat. Suara tepuk tangan dan sorakan lainnya menyusul, menyebar dengan cepat seperti api. "Dia telah menyelamatkan kita semua!"Kenzo berdiri di samping Nora, wajahnya menampakkan kepuasan dan kebanggaan. Ia mengamati sekeliling, menyaksikan bagaimana para anggotanya merayakan keberhasilan itu. "Kita tidak boleh berpuas diri!”" Kenzo mengangkat suaranya di atas keributan. "Kemenangan ini bukanlah akhir. Masih ada tugas penting yang menunggu
"Mulai sekarang, kita bergerak. Temukan Reyna, hidup atau mati."Para anggota mafia mulai bergerak cepat, mengambil posisi dan menjalankan perintah. Nora berdiri di samping Kenzo, matanya bersinar penuh ambisi dan kebencian. Dalam hatinya, ia tahu ini adalah akhir dari perseteruannya dengan Reyna. Tapi kali ini, ia tidak hanya akan menang—ia akan memastikan Reyna tak pernah kembali.Ketegangan di dalam markas Kenzo tiba-tiba memuncak ketika suara deru mesin mobil dan suara langkah kaki berat terdengar mendekat. Pintu masuk utama dibuka dengan paksa, dan rombongan mafia yang dipimpin oleh Gian melangkah masuk dengan agresif. Mereka mengenakan pakaian gelap, wajah tertutup oleh masker, menunjukkan bahwa mereka datang untuk bertarung. Gian, sosok tinggi besar dengan tatapan menakutkan, berdiri di depan kelompoknya. Senyumnya penuh tantangan saat ia melihat ke arah Kenzo dan anggota mafia yang berkumpul. "Kenzo," ia menyapa dengan nada mengejek. "Dengar, malam ini aku akan mengambil kemb
"Ck! Aku takkan membiarkan Nora hidup lebih lama! Besok. Yah, Besok. Aku akan mengakhiri semuanya. Aku akan melenyapkannya dan merebut Kak Kenzo!" .... Di sebuah ruang bawah tanah yang gelap dan lembap, markas mafia yang dipimpin oleh Kenzo dipenuhi dengan para anggotanya yang berkumpul di tengah malam. Lampu-lampu redup memancarkan cahaya kekuningan, menerangi wajah-wajah tegang dan bersiap. Meja kayu panjang di tengah ruangan dipenuhi peta, dokumen, dan foto-foto Reyna. Suara berisik dari para anggota mafia yang berbicara dan mengasah senjata memenuhi ruangan, menciptakan suasana tegang yang tak terelakkan. Kenzo berdiri di depan semua orang, tubuhnya tegak, mata tajamnya memandang serius pada anak buahnya yang berjumlah puluhan. Ia mengenakan setelan hitam yang rapi, wajahnya dingin, penuh ketegasan. Rambut hitamnya tersisir rapi, namun aura di sekelilingnya memancarkan bahaya yang tak bisa disangkal. Di tangannya, sebuah pistol berlapis perak tergenggam erat. "Reyna tidak bis
Nora berhenti sejenak di depan pintu, memandang Sam dengan senyum tipis di wajahnya. "Kamu baik-baik saja, Sam?"Sontak, Sam mengangukkan kepalanya sebagai jawaban. "Aku baik-baik saja, Nyonya," jawabnya. "Sebaiknya kita beristirahat sekarang. Besok pagi, kita akan melakukan pencarian untuk menemukan jalang itu. Kita akhiri saja semuanya. Aku yakin. Semua anggota keluarga kita akan merasa tenang jika benalu itu lenyap." Kenzo menajamkan matanya. .... Dalam kegelapan malam, Reyna berlari tanpa henti, menerobos ranting-ranting kasar dan daun-daun lebat di hutan yang seolah mencoba menahannya. Tubuhnya menggigil, bukan hanya karena dinginnya malam, tapi karena gemetar perasaan yang bergejolak di dalam dirinya. Tangan kirinya masih berlumuran darah Hercules, pria yang pernah begitu mencintainya. Nafasnya berat, namun ia terus berlari, seolah mencoba melarikan diri dari bayang-bayang perbuatan yang baru saja dilakukannya."Tidak ada jalan kembali," gumamnya dalam hati, matanya membara