Share

Erisa

Author: RZ
last update Last Updated: 2024-03-17 04:15:28

Aldar bangun dengan kepala yang terasa berat, dunia berputar di sekitarnya, dan setiap hembusan napas terasa seperti usaha yang menghabiskan tenaga. Dia meraih kepalanya yang masih pusing, mencoba memusatkan pikirannya, namun segalanya terasa samar dan kabur.

"Kepalaku sakit, ada dimana aku." Tanya Aldar kepada nenek tua itu sambil memegang kepala yang masih pusing.

"Kamu berada dirumah Erisa, kamu pingsan karena telah berjuang menolong kami." Balas nenek tua sembari membantu Aldar bangun dari tempat tidur.

Aldar tidak menjawab ucapan terima kasih dari nenek tua tersebut, karena masih belum paham yang sedang terjadi. lalu, ia mencoba untuk keluar dari rumah Erisa untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

Tak berpeduli dengan luka-lukanya, Aldar mencoba turun dari tempat tidur. “Bagaimana dengan si penyihir jahat?” tanya Aldar kepada Lucy yang duduk bersama Erisa.

“Terima kasih, Aldar. Kau telah menyelamatkan kami dari penyihir jahat,” jawab Erisa sambil bangun dari kursinya.

“Sepertinya, kamu harus berterima kasih kepada Lucy. Dialah yang mengalahkannya. Aku kalah karena kelemahan, tidak sehebat Lucy,” tambah Aldar.

“Tidak, aku melihat perjuanganmu. Kamu bertarung dengan gagah berani melawan Malice si penyihir jahat, meskipun kamu tahu tidak mungkin menang,” sahut Erisa, lalu tiba-tiba ia memeluk Aldar dengan erat.

"Semoga lukamu cepat sembuh, Aldar," ujar Lucy sambil memberitahukan kepada Aldar.

Mereka tiba di tengah riuhnya suasana makan malam, diadakan sebagai ungkapan terima kasih atas tindakan penyelamatan yang dilakukan oleh Aldar dan Lucy. Malam itu terasa berkepanjangan, dihiasi dengan aroma lezat daging panggang, arak yang mengalir deras, dan api unggun yang terus berkobar hangat. "Mari kita nikmati malam ini hingga pagi tiba!" teriak seorang warga, disambut oleh sorak riang dari yang lain, sementara gelak tawa menggema meramaikan malam itu.

Aldar duduk sendirian di kegelapan malam, pikirannya dipenuhi oleh bayangan-bayangan kehilangan yang tak terkira. Dia merasakan kekosongan yang mendalam di dadanya, seolah-olah sebagian dirinya telah terbakar bersama api yang menghancurkan rumahnya. Dengan setiap pukulan ke batu besar di hadapannya, rasa frustasi dan kemarahan yang meledak di dalam dirinya semakin membesar, seperti api yang tak terkendali.

Dia berlatih sendirian di bawah sapaan matahari yang hangat, tubuhnya terasa tersiram sinar hangatnya. Tangannya penuh dengan luka bakar dari paparan sinar matahari yang keras, sementara napasnya terengah-engah dalam kelelahan.

"Apakah menjadi kuat adalah impianmu?" terdengar suara lembut mendekatinya. Aldar duduk diam, tidak mampu menjawab. Energi dalam dirinya terasa terkuras oleh latihan kerasnya.

“Erisa, ternyata itu kamu,” jawab Aldar. 

“Kamu belum menjawab pertanyaanku.”

Aldar tersenyum dengan interogasi Erisa, “Aku ingin menjadi untuk membalaskan dendam keluargaku.”

Erisa bingung dengan senyuman Aldar, dia melihat tekad yang kuat, namun hati yang rapuh. 

“Ceritakan tentang dirimu, Erisa,? tanya Aldar dengan senyuman hangat. 

“Aku hanya gadis desa biasa,” Erisa mulai berbicara dengan ragu, mencoba merangkai kata-kata untuk menggambarkan hidupnya.

“Apa artinya menjadi gadis desa biasa bagi mu?” tanya Aldar dengan rasa ingin tahu yang tulus.

Erisa mengangkat pandangannya, sedikit terkejut oleh pertanyaan Aldar. "Bagi ku, itu berarti hidup sederhana dan berusaha bertahan di tengah kesulitan," jawabnya dengan mantap.

"Aku mengerti," kata Aldar dengan penuh pengertian. "Namun, tentu ada lebih banyak cerita di balik kesederhanaan itu. Ceritakan lagi tentang dirimu, Erisa."

Erisa menundukkan kepala sejenak sebelum akhirnya melanjutkan, "Keluargaku... mereka..."

"Aku tak tahu apa yang harus kukatakan..." Aldar menyela dengan lembut, memperlihatkan simpati pada Erisa.

Erisa menarik nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Mereka dibunuh oleh orang-orang jahat ketika aku masih kecil, Aldar," ucapnya dengan suara yang gemetar, luka masa lalu terpampang jelas dalam setiap kata yang diucapkannya.

Aldar duduk dalam keheningan, pertarungan batin yang tak terlihat terjadi di dalam dirinya. Dendam yang membara bersaing dengan kehangatan yang dia rasakan saat memandang Erisa. Dia bertanya-tanya apakah dia harus terus mengikuti niat balas dendamnya atau membuka hatinya pada perasaan yang baru.

Tatapan mereka bertemu, dan takdir sepertinya mempermainkan peran. Tubuh mereka mendekat, bibir mereka bertemu dalam kehangatan yang tak terduga. Erisa tak menolak, membalas ciuman itu dengan getaran yang tak terlukiskan dalam kata-kata. Dan dalam pelukan erat yang menyatu, mereka menemukan ketenangan dalam keterpurukan mereka.

Ciuman itu adalah semacam penyembuhan bagi keduanya, menghapus sedikit demi sedikit luka-luka masa lalu yang masih menghantui. Dalam dekapan hangat, mereka menemukan ketenangan yang jarang mereka rasakan sebelumnya.

Bagi Aldar, perasaannya yang terbagi antara dendam dan cinta menjadi kabur dalam momen ini. Dia merasa bahwa mungkin, di antara kegelapan masa lalu dan keinginannya untuk balas dendam, ada tempat bagi cinta yang baru dan menyembuhkan.

Sementara bagi Erisa, ciuman itu membawa kelegaan dan kebahagiaan yang tak terduga. Setelah sekian lama merasa terluka dan terasing, dia menemukan secercah harapan dalam dekapan Aldar.

Aldar tahu bahwa dia tidak bisa tinggal diam bersama Erisa di desa itu. Meskipun hanya sebentar, dia merasa sangat bahagia bisa mengenal Erisa dan penduduk desa dengan kehangatan yang mereka berikan.

“Kami akan melanjutkan perjalanan besok, Erisa,” ucapnya dengan suara terdengar teramat sedih, seolah-olah mengungkapkan keinginannya untuk tetap bersama Erisa.

“Apakah kamu harus pergi, Aldar?” tanya Erisa dengan nada sedih.

Aldar terdiam, matanya memancarkan rasa penyesalan. “Baiklah, aku mengerti,” ucap Erisa lembut, namun di dalam hatinya, keputusannya membuatnya terluka. Erisa mengangguk, meskipun berat, dia harus menerima keputusan Aldar."

Erisa mengulurkan sebuah pemberian kepada mereka sebagai bekal di perjalanan. "Bawalah ini sebagai perbekalan kalian di jalan, kami tidak akan melupakan kebaikan kalian," ucapnya dengan tulus.

Lucy menerima pemberian itu dengan senyum yang tulus. "Terima kasih, Erisa," ujarnya, ekspresinya penuh dengan rasa terharu.

Aldar dan Lucy melanjutkan perjalanan mereka, tanpa mengetahui rintangan apa yang akan mereka hadapi selanjutnya. Bagi Lucy, keinginannya untuk menemukan kekuatan sihir sejati terus membakar di dalam dirinya. Sementara bagi Aldar, dia bertekad untuk melatih Lucy dalam sihir demi membalaskan dendamnya kepada Gary yang telah membunuh ibu dan adiknya. Tidak ada yang tahu apa yang menanti mereka di ujung perjalanan itu, namun mereka siap menghadapinya bersama-sama.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perjalanan Menjadi Penyihir Sakti   Menguasai Energi Alam

    Aldar dan Lucy berjalan beriringan menuju danau di pinggir kota Alvoria. Danau itu cukup luas, dengan pemandangan yang indah membuat siapa pun terpesona. Aldar merasakan ketenangan yang menyapu hatinya saat melihat keindahan alam di sekitarnya.Di tengah obrolan mereka, Lucy memuji perkembangan Aldar yang sangat pesat. "Hanya dalam satu tahun, kamu sudah menjadi penyihir kelas A, Aldar. Itu luar biasa!" Mata Lucy berbinar-binar, terpancar rasa bangga dan kagum pada sahabatnya itu.Aldar tersenyum lebar, rasa haru memenuhi dadanya. "Terima kasih, Lucy. Semua itu berkat bimbingan Master Darian. Dia benar-benar luar biasa dalam mengajarkan sihir dan membimbingku menjadi lebih baik." Aldar tulus mengakui peran penting sang mentor dalam perjalanannya."Kamu memang beruntung memiliki Darian sebagai mentormu," ujar Lucy, tangannya menggenggam lengan Aldar dengan lembut. "Karena kamu memang memiliki kemampuan yang sangat istimewa."Aldar terdiam, seolah pujian itu menggugah semangatnya. Namun

  • Perjalanan Menjadi Penyihir Sakti   Legenda Api Hitam

    “Kamu benar, Darian, kekuatan api hitam bukan hanya cerita legenda. Tapi, kekuatan itu memang benar-benar ada.? jawab Lucy sambil menatap Darian serius.Konon, api ini berasal dari kedalaman neraka, tempat di mana kegelapan dan kekuatan gelap bertemu, membentuk api yang tak terkendali dan mematikan.Menurut cerita, hanya penyihir yang paling hebat dan paling bijaksana yang dapat menguasai dan mengendalikan Api Hitam ini. Mereka harus menjalani ujian yang sulit dan mempelajari ilmu sihir yang paling dalam untuk dapat memahami cara mengendalikan kekuatan yang begitu ganas ini.ada seorang penyihir bernama Malakar, yang terkenal akan kebijaksanaan dan kekuatan sihirnya yang luar biasa. Dia dipercaya sebagai satu-satunya yang mampu mengendalikan Api Hitam. Malakar dianggap sebagai penjaga dan pemelihara kekuatan ini agar tidak jatuh ke tangan yang salah.Namun, kekuatan Api Hitam tidak hanya membawa malapetaka, tetapi juga kekuatan besar yang bisa digunakan untuk kebaikan atau kejahatan.

  • Perjalanan Menjadi Penyihir Sakti   Berkunjungnya Lucy: Rencana yang Membuat Kegelisahan

    "Sepertinya tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Aldar," ujar Lucy dengan senyum kecil, mencoba memberikan semangat pada temannya."Kamu benar, Lucy," semangat Arden Tall kembali," jawab Aldar dengan suara pelan, tetapi ekspresinya menunjukkan rasa lega.Aldar merasa lega melihat Morin dan rekan-rekannya telah kembali bersemangat meskipun mengalami kekalahan, "Lihat, disana ada Lucy," teriak Morin, dengan nada ceria."Benar, itu Lucy," jawab yang lain, wajah mereka juga terpancar semangat."Lucy, Aldar, mari kita bicara di ruangan," ajak Darian dengan nada serius.Lalu mereka pergi menuju ruangan Darian. Di ruangan Darian, atmosfer menjadi lebih tenang. Mereka duduk bersama di sekitar meja besar, menatap satu sama lain dengan serius, suasana tegang mulai terasa."Terima kasih, Lucy, telah menghentikan Aldar," ucap Darian dengan rasa lega dan terima kasih yang tulus.Lucy tersenyum menanggapi ucapan terima kasih dari Darian, "Aldar, sekarang kamu mengerti kenapa aku tidak mengizinkanmu

  • Perjalanan Menjadi Penyihir Sakti   Kekuatan dalam Kegagalan

    Lalu Aldar melompat ke arena pertarungan, diikuti oleh Elara, Asher, Aric, dan Ember. Namun, tak disangka, empat anggota Vanguard juga melompat ke dalam arena. Suasana menjadi sangat tegang, seolah-olah akan terjadi pertempuran dahsyat."Kamu sangat kejam, Gary!" teriak Aldar, matanya memancarkan kemarahan yang membara."Aku tidak melanggar aturan. Aku menyerah, dan Arden Tall mendapatkan satu poin," jawab Gary licik dengan senyum mengejek, memicu kekecewaan yang mendalam dari Aldar."Aku hanya lelah, oleh karena itu menyerah," tegas Gary, menyulut kemarahan lebih lanjut dari Asher yang mendengarkan dengan geram.Mendengar jawaban Gary yang meremehkan Arden Tall, bahkan Darian hampir meledak karena amarahnya. Namun, Aron menghentikannya dengan tegas, "Jangan campur tangan, Master. Biarkan mereka menyelesaikannya."Darian kembali duduk di kursinya, menggigit bibirnya dengan kesal. Sementara itu, tiba-tiba Aldar bersiap-siap, matanya memancarkan kemarahan yang membara, hendak mengeluark

  • Perjalanan Menjadi Penyihir Sakti   Pertarungan Sihir

    Hari pertarungan sihir di kota Alvoria telah tiba, dan atmosfernya dipenuhi dengan aura magis yang tegang. Guild-guild terbaik dari seluruh kota berkumpul untuk memperebutkan gelar kehormatan. Arden Tall, salah satu guild terkuat, tidak diragukan lagi menampilkan kehebatannya dengan mengirimkan lima penyihir terbaiknya.Pertarungan semakin memanas ketika Morin, dengan sihir esnya yang memukau, mengirimkan gelombang dingin yang membelah udara. Kristal es terbentuk di sekitar musuh-musuh mereka, mengunci mereka dalam penjara es yang tak terhindarkan.Sementara itu, Elara, dengan keanggunan dalam memanipulasi bayangan, menyelinap di balik kegelapan untuk menyerang musuh-musuhnya. Dari bayangan yang tak terduga, serangan-nya menyapu lawan-lawannya, meninggalkan kebingungan dan ketakutan di antara mereka.Tidak jauh dari Elara, Asher, dengan ketajamannya sebagai sniper sihir, mengarahkan serangannya dengan presisi yang mematikan. Dengan fokus yang tak tergoyahkan, ia menembakkan energi sih

  • Perjalanan Menjadi Penyihir Sakti   Tekad tak Terkalahkan

    Dengan mata berkaca-kaca, Darian memperhatikan pertarungan yang semakin intens. Hatinya berdegup kencang, lalu dia mengisyaratkan kepada Aron untuk menghentikan pertarungan. Akan tetapi, Aldar berusaha bangkit meskipun tubuhnya terasa remuk oleh serangan-serangan Aron. Dia mencoba mengumpulkan sisa-sisa energi yang tersisa dalam dirinya untuk melawan, namun kekuatannya semakin melemah.Para penonton, termasuk teman-teman Aldar, menatap dengan ketegangan yang tak terkatakan. Mereka merasa tidak kuasa melihat Aldar menderita begitu hebat di tangan Aron.Namun, tiba-tiba, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Saat Aron hendak memberikan pukulan terakhir yang akan mengakhiri pertarungan, Aldar tiba-tiba menunjukkan tanda-tanda kebangkitan. Matanya yang tadinya redup mulai bersinar dengan keberanian yang baru.Dengan kekuatan terakhir yang dimilikinya, Aldar mengumpulkan sisa-sisa energinya dan melancarkan serangan terakhirnya. Dengan kejutan yang tak terduga, serangan terakhir Aldar malah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status