Share

05. Kekuatan Tersembunyi

Rawindra menatap kakeknya dengan pandangan yang aneh saat kakeknya menanyakan jumlah domba yang ada saat dia tidak menjumpai kakeknya di padang rumput ini.

"Untuk apa kakek menanyakan jumlah domba yang ada di padang rumput saat kakek tidak ada? Apa ada domba yang hilang, Kek?" tanya Rawindra.

"Jawab dahulu pertanyaan kakek tadi barulah kamu boleh mengajukan pertanyaan!" sahut Ki Bratajaya.

"Tunggu dulu, Kek! Windra baru sadar tadi ada yang aneh dengan jumlah domba di padang rumput ini! Tadi, banyak sekali domba yang ada memenuhi seluruh padang rumput, sedangkan sekarang hanya sedikit domba yang ada!" ujar Rawindra.

"Kamu tahu kalau domba yang sekarang adalah domba yang sebenarnya yang kita gembalakan ke tengah padang rumput!" kata Ki Bratajaya, yang mulai memahami arti kesalah pahaman antara dirinya dengan Rawindra mengenai keberadaannya di padang rumput ini.

"Tadi banyak Kek! Aku tidak bohong!" tegas Rawindra.

"Kakek tidak bilang kalau kamu bohong, Rawindra!" sahut Ki Bratajaya.

"Lantas, kenapa tadi dombanya banyak, sekarang tinggal sedikit?" tanya Rawindra yang semakin bingung.

"Kamu menembus dimensi masa depan, Nak!" sahut Ki Bratajaya. "Walaupun hanya sesaat, secara tidak sengaja kamu membuka dimensi masa depan dan membawa kedua temanmu juga ke dalamnya!"

"Masa depan? Mana ada yang seperti itu, Kek!"

"Kekuatan tersembunyi ini hanya dimiliki oleh ahli ilmu bela diri tertentu saja, Rawindra! Sepertinya, kamu termasuk salah satunya. Dulu, Legenda Persilatan mengatakan kalau pendekar terpilih yang bisa menembus masa depan adalah pemimpin dunia persilatan yang akan membawa negeri ini ke dalam kejayaan dan kedamaian!" jelas Ki Bratajaya.

Rawindra menggeleng, tak percaya. "Kakek terlalu berlebihan! Kita kan bukan siapa-siapa, Kek. Ilmu Bela Diri saja tidak bisa, mana mungkin menjadi pemimpin dunia persilatan?"

Pemuda 15 tahun itu tersenyum karena menganggap ucapan sang kakek begitu lucu, sampai ia mendengar ucapan Ki Bratajaya selanjutnya.

"Kekuatan ini juga dimiliki oleh ayahmu, Rawindra!"

"Ayahku? Bukannya ayahku hanya manusia biasa saja yang tidak punya kemampuan apa-apa, Kek?"

Kini, Ki Bratajaya yang dibuat terkejut dengan pertanyaan Rawindra.

Tanpa sengaja, dia telah membocorkan rahasia yang selama ini dia simpan demi kebaikan Rawindra.

Pria tua itu menghela nafas panjang.

Tak ada pilihan lain.

Sepertinya, hari ini, ia terpaksa memberitahu Rawindra tentang asal-usul pemuda ini

"Maafkan Kakek, Rawindra. Ayahmu bukanlah manusia biasa, tapi seorang pendekar sakti yang dahulu memimpin dunia persilatan untuk melawan serangan pasukan Iblis Azriel yang berusaha menguasai dunia manusia!" jelas Ki Bratajaya pada akhirnya.

Mata Rawindra membulat.

"Maksud kakek? Kakek berbohong padaku?”

Pemuda itu terlihat kecewa. Selama ini, kakeknya terus mengajarinya tentang kejujuran. Tapi, apa ini?

"Semua demi kebaikanmu, Rawindra! Iblis Azriel ini pasti akan membalaskan dendamnya kepadamu sebagai satu-satunya keturunan ayahmu yang masih hidup!" sahut Ki Bratajaya.

"Kakek melarangku belajar ilmu bela diri dan menjadi pendekar hanya karena tangan kiriku cacat!" ujar Rawindra melampiaskan kekesalannya.

"Saat ini, Iblis Azriel terkurung di dalam Alam Kegelapan yang berada di luar alam yang ada di semesta ini. Tapi, ayahmu tidak bisa terlalu lama mengurung iblis ini karena kekuatanya terbatas saat itu. Ayahmu yang menitipkan pesan kepada kakek untuk menjadikanmu sebagai manusia biasa saja agar tidak diincar oleh Iblis Azriel!" jelas Ki Bratajaya.

"Apa hubunganya ayahku dengan kakek? Apa kakek ini ayah dari ayahku atau hanya sekedar diminta merawatku?” tanya Rawindra.

"Aku dan ayahmu bersahabat, Rawindra! Hanya saja ayahmu memiliki ilmu keabadian sedangkan aku tidak memilikinya!" sahut Ki Bratajaya.

"Berarti ayahku masih hidup?" tanya Rawindra.

"Kakek tidak tahu! Sudah lama kakek tidak berjumpa dengan ayahmu!" sahut Ki Bratajaya.

Wajah Rawindra seketika lesu. "Apa kakek tahu sebabnya tangan kiriku ini menjadi cacat? Kalau aku boleh tahu, di mana ibuku?"

Ki Bratajaya menggeleng. "Ayahmu melarangmu untuk mencari ibumu, Rawindra! Sebenarnya kamu tidak terlahir cacat! Ada suatu kejadian yang membuatmu cacat di tangan kirimu ini!"

Entah mengapa, Rawindra mulai merasakan kemarahan yang besar di dalam dirinya.

"Kenapa aku dilarang untuk menemui dan mencari ibuku sendiri? Kakek bilang kedua orang tuaku telah meninggal dunia, tapi sekarang kenyataannya masih hidup! Kenapa mereka tidak mengunjungiku?" bentaknya penuh emosi.

"Tahan emosimu, Rawindra! Jangan sampai kamu dikuasai kegelapan yang sudah ada di dalam dirimu sejak lahir!"

"Selama ini aku mengira kalau ayahku hanyalah penggembala domba yang miskin, tapi ternyata ayahku seorang pendekar terkenal! Apa ibuku juga seorang pendekar terkenal?" tanya Rawindra.

"Sudah cukup aku memberitahukanmu tentang masa lalumu ini, Rawindra! Lebih baik kamu batalkan saja keikutsertaan untuk masuk Perguruan Pedang Patah" seru Ki Bratajaya, “sepertinya, keanehan ini dimulai sejak kamu berniat ke sana.”

Rawindra menggeleng. "Aku tetap akan ikut,Kek! Jangan melarangku atau aku tidak mau mengenalmu lagi sebagai kakekku!" ancamnya.

"Baiklah! Aku akan mengizinkanmu mengikuti seleksi penerimaan murid Perguruan Pedang Patah, dengan satu syarat!" ujar Ki Bratajaya.

"Apa syaratnya?"

"Lupakan masa lalumu, termasuk orang tuamu! Kelak kamu bisa mencari tahu sendiri keberadaan mereka! Tapi, untuk sekarang jalani hidupmu seperti biasa dan wujudkan keinginanmu menjadi Pendekar Pedang Terhebat! Kakek akan mendukungmu!"

Rawindra terdiam.

Ia tahu keras kepalanya kakeknya ini.

Memaksa kakeknya ini memberitahukan masa lalunya juga orangtuanya, hanya akan membuat dirinya terkekang oleh aturan yang lebih ketat.

"Baiklah! Aku harap suatu saat nanti kakek akan menceritakan semuanya! Aku akan bekerja keras agar bisa masuk dan lolos seleksi Perguruan Pedang Patah!" seru Rawindra.

"Itu baru cucu kakek!" sahut Ki Bratajaya sambil tersenyum seolah-olah sudah melupakan pembicaraan mereka yang hampir saja memutuskan hubungan antara kakek dengan cucunya.

Rawindra juga mulai tersenyum.

"Hanya kakek yang peduli padaku. Aku tidak perlu mencari orang tua yang tidak pernah peduli padaku!" tegas Rawindra dalam hatinya.

Puk!

Ki Bratajaya juga menepuk pelan pundak Rawindra untuk menyatakan dukungannya terhadap Rawindra yang ingin mengikuti seleksi penerimaan murid Perguruan Pedang Patah.

"Kakek yakin kalau kamu akan berhasil masuk seleksi penerimaan bahkan menjadi Juara Sejati yang berkesempatan belajar ilmu Pedang Patah langsung dari pemimpin perguruan ini!"

"Terima kasih Kek atas dukungannya! Maafkan Windra kalau tadi bersikap tidak sopan terhadap kakek!" sahut Rawindra yang mulai tenang.

Ki Bratajaya mengangguk. "Kakek juga ikut senang kamu mendapat dua teman baru! Sepertinya, mereka teman yang baik. Bahkan, mereka mau mengajarimu ilmu bela diri! Kalau kamu mau, kakek juga bisa mengajarimu sedikit ilmu bela diri untuk bekal dirimu dalam penerimaan seleksi perguruan.”

"Paham, kek! Terima kasih atas kemurahan hati kakek!" sahut Rawindra.

“Bagus! Ingat satu hal, Nak. Nanti, kamu tidak boleh menggunakan ilmu bela diri ajaran kakek untuk membalas perbuatan orang yang telah menyakitimu! Ilmu bela diri bukan untuk menyakiti orang tapi untuk melindungi kaum yang lemah!" ujar Ki Bratajaya sangat amat serius.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status