Share

06. Balas Dendam

Di sisi lain, Hirawan dan Iravan menjadi cacat akibat serangan Sagara dan Adista.

Keduanya tidak mampu lagi meningkatkan tenaga dalam mereka serta berlatih ilmu bela diri.

Namun, mereka tidak berani melampiaskan dendam mereka karena jabatan orang tua Sagara jauh melampaui jabatan orangtua mereka.

Bahkan, ayah dan ibu mereka justru menyarankan Hirawan dan Iravan untuk minta maaf kepada Sagara.

Orang tua mereka lebih takut diberhentikan oleh orangtua Sagara akibat kesalahan anaknya.

Hal ini membuat dua bocah nakal itu marah.

Sasaran balas dendam mereka adalah Rawindra yang dianggap sebagai sumber kemalangan mereka.

"Kita harus membalaskan sakit hati kita, Van!" seru Hirawan kepada Iravan yang masih kesulitan berjalan akibat hilangnya semua titik pengolahan tenaga dalam.

"Benar Wan! Kita harus melenyapkan pemuda cacat itu! Kalau bukan karena dia, tidak mungkin Tuan Muda Sagara membuat kita jadi seperti sekarang ini!" sahut Iravan.

"Kamu tahu rumah gembel itu?" tanya Hirawan yang juga kesulitan saat berjalan.

"Setahuku dia biasa menggembalakan dombanya di padang rumput bersama kakeknya! Kita tunggu saja sampai kakeknya pergi baru kita hajar gembel cacat itu!"

"Kamu takut sama kakeknya?"

"Bukan takut, tapi kita tidak tahu kemampuan kakeknya ini! Lebih baik kita jaga aman saja daripada berurusan dengan kakeknya yang siapa tahu sakti mandraguna!" sahut Iravan.

"Benar juga katamu, Van! Bagaimana kalau anak gembel itu melawan?" tanya Hirawan.

"Kita hajar saja sampai mampus anak gembel itu! Gara-gara dia, kita jadi cacat begini! Pasti Tuan Muda Sagara terpengaruh oleh gembel itu sampai membuat kita jafi cacat begini! Pokoknya, kita harus membuat gembel itu lebih cacat daripada kita baru aku bisa puas membalaskan dendam kita padanya!"

"Hahaha! Aku suka idemu! Anak gembel cacat itu mesti dikasih pelajaran biar lain kali lebih menghormati kita!" sahut Hirawan sambil tertawa terbahak-bahak.

Rasa senang karena membayangkan bisa menghajar Rawindra sampai memohon ampun, ternyata berubah menjadi kekecewaan saat mereka hanya melihat kakek penggembala domba di sana.

"Hanya ada kakeknya, Wan! kemana gembel sialan itu?" gerutu Iravan.

'Kita tanya sama kakeknya saja, Van!" usul Hirawan.

"Gila kau, Wan! Cari mati itu namanya!" sahut Iravan.

"Kenapa kau mesti takut? Kakek seperti itu tidak pantas kamu takuti, Van! Lihat tindakanku!" seru Hirawan yang maju ke arah Ki Bratajaya tanpa bisa dicegah oleh Iravan.

"Hei kakek tua! Mana cucumu yang brengsek itu?" tanya Hirawan langsung bersikap tidak sopan.

Ki Bratajaya hanya diam saja menatap pemuda cacat ini tanpa menjawab sepatah kata pun pertanyaan Hirawan.

Hal ini membuat bocah itu emosi. "Kamu sudah tuli ya?! Aku tanya, kemana cucu brengsekmu itu?"

"Sudahlah, Wan! Biar bagaimanapun, kita tidak boleh bersikap kurang ajar sama orangtua!" seru Iravan yang tak setuju dengan perbuatan Hirawan.

Namun, ucapan itu justru semakin membuat Hirawan naik pitam.

Ia mulai bersikap kasar dengan berusaha mencengkram baju Ki Bratajaya.

"Aku tekankan sekali lagi! Mana anak gembel itu? Aku tidak ingin memukulmu tapi akan aku lakukan kalau kamu diam saja, kakek tua!"

Anehnya, cengkraman Hirawan mendadak mengenai ruang kosong.

Ki Bratajaya sudah tidak duduk di sana!

"Kurang ajar! Berani mempermainkanku!" seru Hirawan yang semakin beringas menyerang Ki Bratajaya.

"Wan! Sudahlah! Kita tidak ada masalah dengan kakeknya! Jangan membuat rusuh!" tegur Iravan.

"Kamu ini membela siapa sih, Van? Kakek tua ini tidak bisa mendidik cucunya, sudah seharusnya diberi pelajaran juga! Gara-gara cucu brengseknya ini, tangan kiriku jadi cacat tidak berguna!"

"Jadi, cucuku yang mematahkan tangan kirimu? Hebat sekali! kamu memang pantas menerimanya melihat sikapmu yang sangat tidak sopan!"

Plak!

Plak!

Plak!

Tiga tamparan beruntun dilancarkan Ki Bratajaya yang langsung mengenai wajah Hirawan dengan telak.

"Tiga tamparan ini sebagai hukuman atas mulutmu yang kurang ajar! seru Ki Bratajaya.

"Grrr ... cari mati kau kakek brengsek!" sahut Hirawan yang semakin beringas menyerang Ki Bratajaya.

Iravan yang melihat kehebatan Ki Bratajaya mengurungkan niatnya untuk menyerang kakek ini.

Selain karena dia menghormati orang tua, ia juga tidak memiliki tenaga dalam sama sekali dan tidak bisa mengerahkan tenaga akibat ditotok oleh Adista.

"Pantas saja tanganmu dibuat patah sama cucuku! Walaupun aku mengajarinya untuk tidak berbuat kekerasan, tapi perbuatan kalian sungguh keterlaluan! Terhadapku saja sudah begitu beringasnya, bagaimana sikap kalian terhadap cucuku?" tanya Ki Bratajaya sambil mengirimkan tiga tamparan lagi ke wajah Hirawan tanpa sekalipun pemuda cacat ini bisa membalasnya atau menghindarinya.

"Ayo kita pergi, Wan! Tujuan kita hanya mencari anak brengsek itu bukan untuk melawan kakeknya!" teriak Iravan yang berusaha menghentikan perbuatan Hirawan ini.

Namun, Hirawan yang angkuh tidak mengubris ajakan Iravan. "Kau tidak tahu siapa diriku, kakek tua! Hidup kalian bisa kubuat hancur dalam sekejap saja saat orang tuaku turun tangan mengatasimu!" ancamnya.

"Kau benar! Aku tidak kenal dirimu maupun orang tuamu! Tapi, aku harus memberimu pelajaran yang tidak diberikan orang tuamu, yaitu sopan santun!" sahut Ki Bratajaya.

"Banyak bicara! Mampuslah!" seru Hirawan yang semakin gencar menyerang Ki Bratajaya.

Tentu saja Hirawan bukanlah lawan yang sepadan untuk Ki Bratajaya.

Namun, kakek ini memang hanya ingin mengajari Hirawan sopan santun dan membuatnya jera.

Jadi, Ki Bratajaya mengurangi tenaga dalamnya saat berhadapan dengan Hirawan.

Bugh!

Sebuah pukulan mendarat di tubuh Hirawan yang membuat pemuda cacat ini terpental mundur beberapa langkah.

“Uhuk!” Darah segar keluar dari bibir Hirawan, membuat pemuda ini mulai berpikir ulang untuk menyerang Ki Bratajaya kembali.

"Awas kau, kakek tua! Aku akan melaporkan perbuatanku kepada orangtuaku!" seru Hirawan. "Ayo kita cari anak gembel itu!"

Hirawan berlalu dari hadapan Ki Bratajaya sambil mengajak Iravan.

Di sisi lain, Ki Bratajaya hanya menggelengkan kepala. Ia tidak ingin ikut campur urusan anak muda ini.

"Biarlah Rawindra mengatasi persoalannya sendiri! Kemampuan pemuda itu hanya sedikit di atas Rawindra, pasti dia bisa mengatasi pemuda kurang ajar ini.

Kakek tua itu lalu melanjutkan pekerjaannya menggembalkan domba tanpa merasa cemas akan keadaan Rawindra yang sedang dicari oleh kedua pemuda ini.

"Semoga saja kamu bisa mengatasi mereka, Rawindra!" harapnya, “ini test pertamamu.”

Sayangnya ….

Pria tua itu salah mengira kalau Rawindra yang membuat patah tangan kiri pemuda kurang ajar itu.

Padahal, bukan sang cucu yang melakukannya.

Lagipula, Rawindra sudah berjanji untuk tidak sembarangan mengeluarkan kekuatan pendekar apabila tidak diperlukan dan … dia masih belum mengetahui caranya untuk mengerahkan tenaga dalam.

Sagara dan Adista baru akan mengajarinya pagi ini.

Namun, dua pemuda cacat itu sudah menemukannya di depan rumahnya saat menunggu kedatangan mereka.

"Dasar Gembel! Gara-gara kamu, aku dan Iravan jadi cacat begini!" seru Hirawan yang terus memukuli Rawindra.

Rawindra yang sudah terdesak oleh pukulan keroyokan dua pemuda cacat ini berusaha melawan dengan ilmu bela diri seadanya.

Hanya saja, pemuda tangan satu itu tak bisa mengimbangi dua pemuda cacat yang telah berlatih sejak kecil ini.

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Tiga pukulan beruntun dirasakan Rawindra di bagian perut, punggung, dan dada.

“Uhuk!”

Darah segar mengalir di sela mulut Rawindra akibat luka dalam yang dialaminya dari pukulan yang mengandung tenaga dalam tersebut.

'"Hahaha! Rasakan pukulanku gembel bus*k!" seru Hirawan.

"Kenapa kalian membalaskan dendam kalian padaku? Bukan aku yang membuat kalian cacat!" ujar Rawindra.

"Banyak bicara kau! Rasakan ini!"

Bugh!

Sebuah pukulan keras mendarat tepat di wajah Rawindra membuat pemuda bertangan satu ini langsung terpental dan terjatuh.

Hidungnya berdarah dan kepala sakit disertai batuk darah akibat luka di bagian dalam.

Namun, Hirawan tidak serta-merta melepaskan Rawindra begitu saja.

Sebuah pukulan yang mengandung tenaga besar siap diarahkan tangan kanan Hirawan ke arah kepala Rawindra yang belum bisa bangkit untuk melawan pemuda cacat ini karena seluruh tubuhnya terasa lemas dan sakit akibat pukulan yang diterimanya dari Hirawan.

"Mampuslah!" seru Hirawan yang sudah dikuasai dendam akibat dipermalukan Ki Bratajaya.

BUGH!

Bukan Rawindra yang terpental. Justru, Hirawan lah yang terpental oleh kekuatan tersembunyi dalam diri Rawindra yang otomatis aktif melindungi dirinya!

KRAAAK!

“AAARRRGGGHH!”

Teriakan kesakitan terdengar begitu kencangnya saat tangan Hirawan yang digunakannya untuk memukul kepala Rawindra juga patah oleh kekuatan energi tersembunyi Rawindra ini.

"Apa yang terjadi? Kenapa gembel sialan ini begitu kuat? Sejak kapan dia punya tenaga dalam?" pikir Iravan penuh tanda tanya. 

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Banyu Andisis
keren seru bisa dibaca semua umur
goodnovel comment avatar
Eng Kong
sangat bagus
goodnovel comment avatar
chin888
Karya yang bagus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status