Senyum Ferdi seketika mengembang. Masalah Leni berhasil dihadapi.
Tak lama, Leni pun tiba di apartemennya. Tampak jelas, kekhawatiran di wajah gadis itu.
Terlebih, Leni melihat keadaan wajah Ferdi yang penuh luka lebam."Ada apa denganmu?"
"Aku 'kan sudah bilang tadi di telepon," ucap Ferdi kemudian.
"Memangnya, preman mana yang berani memukulimu? Aku akan baik-baik membalasnya," kata Leni yang sudah emosi dibuatnya.
Ia seakan tidak terima pacarnya dipukuli sampai seperti ini."Sudahlah, Leni. Itu tidak penting." Ferdi mengalihkan Leni dari rasa penasarannya. "Aku sudah sangat senang karena kau akhirnya mau datang ke apartemenku. Sebelumnya, aku merasa sangat kesepian."
"Apa yang kau katakan? Sebagai kekasihmu, bagaimana mungkin aku tidak khawatir saat mendengar kabar seperti ini? Kenapa kau tidak ke rumah sakit?" tanya Leni.
Ferdi pun tersenyum, inilah yang ingin dia dengar sebelumnya.
"Boro-boro ke rumah sakit, uang apartemen saja belum dibayar. Apalagi, aku sudah tidak punya uang lagi," ucap Ferdi lalu menghela napas di depan pacarnya itu. Dia memulai "aksi" untuk mendapat lembaran uang seperti biasa.
"Apa?! Uang sewa apartemen belum dibayar? Dan, kau punya banyak hutang?" Leni terkejut mendengarnya.
"Memangnya, aku kelihatan berbohong? Perusahaan mengalami kerugian besar dan aku terpaksa gulung tikar. Setelah itu, masih harus membayar hutang perusahaan yang tidak sedikit. Semua uangku sudah terkuras habis, bahkan aku dipukuli karena tidak bisa membayar hutang."
Tanpa tahu malu, Ferdi mengumbar kebohongannya dengan lancar.
Ini sudah biasa Ferdi lakukan. Awalnya, dia berbohong dengan berpura-pura menjadi kaya saat mendekati pacar-pacarnya. Kemudian, ia mengatakan dirinya bangkrut, sehingga pacarnya itu tidak akan curiga. Dan yang paling penting, mungkin saja pacarnya akan bersedia membantu dan memberikan uangnya.
"Kenapa kau tidak bilang kepadaku? Apakah kau pikir aku akan enggan membantumu?" tanya Leni seketika. Wanita itu turut sedih mendengar kabar bahwa Ferdi telah bangkrut dan jatuh miskin.
'Kena kau!" Ferdi pun tersenyum dalam hati. Pria itu pun memaksa untuk mengeluarkan air mata buaya andalannya.
"Kau... kau tidak malu punya pacar miskin sepertiku? Aku sudah bangkrut, bukan lagi orang kaya."Seketika, Leni terlihat sedih. "Aku mencintaimu dengan tulus, Mas! Cintaku tidak mungkin berubah hanya karena dirimu yang sudah bangkrut. Lagian aku juga tidak kekurangan uang."
"Benarkah? Aku terharu mendengarnya. Kau memang adalah kekasihku yang paling baik. Aku bersyukur bisa mengenalmu," ucap Ferdi kemudian.
Leni hanya terdiam kemudian mengusap kepala Ferdi yang saat itu berbaring di tempat tidur. Ferdi kemudian memegang tangan Leni yang putih bersih, cantik, dan terasa sangat lembut ketika dipegang.
"Leni, bisakah kau sering-sering menemuiku dalam sebulan ini?" tanya Ferdi.
"Yah, aku pasti akan sering-sering menemuimu. Memangnya, kenapa dalam sebulan ini?" tanya Leni.
"Aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersamamu sebelum berpisah." ucap Ferdi.
"Sebelum berpisah? Apa maksudnya?" tanya Leni semakin penasaran.
"Aku harus membayar hutangku dalam sebulan. Jika tidak, aku akan dipenjara. Aku tidak sanggup membayarnya. Memangnya, apa lagi yang bisa aku lakukan? Pada, akhirnya aku hanya bisa pasrah dan menerima nasibku di pen..." ucap Ferdi yang mulutnya tiba-tiba ditutup oleh Leni.
"Kamu jangan bilang seperti itu! Aku akan membantumu membayar hutangmu itu, memangnya berapa hutangmu?" tanya Leni tiba-tiba.
Mendengar hal itu, ingin rasanya Ferdi menari-nari saking bahagianya. Namun, demi kelancaran rencananya, ia kemudian hanya bisa menahan untuk memperlihatkan betapa senangnya dia.
"Tidak perlu. Utangku sangat banyak. Takutnya, aku malah membebanimu."
Leni segera membuka smartphone miliknya dan masuk ke aplikasi M-banking. Tak lama, dia mengirimkan 600 Juta ke rekening Ferdi.
"Aku sudah mengirim 600 juta ke rekeningmu. Jadi, kau bisa membayar hutangmu dan uang sewa apartemen ini."
"Apa?! Kau mengirimkannya ke rekeningku?" tanya Ferdi.
Keterkejutan Ferdi bukanlah kepalsuan seperti tadi. Ia memang benar terkejut dan sama sekali tidak mengharapkan Leni akan mengirimkan langsung uangnya ke rekening miliknya. Tapi, sepertinya... dia harus mencoba peruntungannya sekali lagi pada "kekasih tajirnya" ini.
Pria itu seketika memegang kepalanya dan memijat keningnya--belagak bahwa uang itu tak cukup. "Terima kasih, Leni! Tapi, itu percuma saja."
"Memangnya ada apa?" tanya Leni kebingungan.
"Tidak masalah. Mungkin, memang sudah menjadi takdirku untuk dipenjara. Aku punya hutan 600 Juta di bank, dan kamu malah mengirimkan uang itu ke bank. Tentu saja, uang 600 Jutanya akan tertahan. Dan, aku akan tetap tidak bisa membayar utang dan berakhir di penjara selama satu bulan," ucap Ferdi kemudian. Ia segera melirik ke arah Leni dan tersenyum pahit.
Leni hanya bisa mengerutkan keningnya dan memijat kepalanya yang mulai sakit. "Sebenarnya hutang mu ada berapa sih?"
"1,1 Milliar. Lima ratus juta utangku kepada seseorang dan 600 Juta utangku pada bank. Aku bersyukur, setidaknya hutangku di bank sudah lunas dengan uang kirimanmu," ucap Ferdi belagak lemas.
Hutang 600 Juta di bank adalah benar, Ferdi memang mempunyai hutang 600 Juta. Sementara Hutang 500 Juta kepada seseorang, merupakan kebohongan. Tentu saja, Ferdi melakukan hal itu demi memenuhi gaya hidupnya yang hedon.
Uang 500 Juta bukanlah uang sedikit! Tapi, dia butuh itu.
"Hanya itu? Tidak ada lagi?" tanya Leni memastikan.
"Sudah tidak ada, hanya itu saja," ucap Ferdi.
"Baiklah, aku akan mengirim 100 Juta lagi kepadamu untuk membayar biaya sewa apartemen dan untuk uang jajanmu. Tapi, aku ingin ikut saat kau membayar hutang mu itu, demi memastikan saja."
Mendengar Leni akan memberikan uang 100 Juta secara cuma-cuma dan masih akan membayarkan hutang fiktif Ferdi, membuat Ferdi tersenyum.
Ferdi bahkan memeluk Leni dengan erat. "Terima kasih, Leni! Kau benar-benar adalah kekasihku yang paling baik. Aku tidak tahu akan bagaimana nasibku tanpa bantuanmu."
Leni pun hanya bisa tersenyum dipeluk dengan sangat erat oleh Ferdi.
"Terima kasih, Leniku sayang." Senyum menyeringai muncul di wajah Ferdi tanpa perempuan itu sadari. Total, ia mendapat 1,2 milliar dari Leni. Bahkan, dia masih mendapatkan pelukan hangat juga! Maka, nikmat mana lagi yang kamu dustakan?
"Sama-sama. Yang penting, kamu harus selalu setia dan jujur padaku, ya!" ucap Leni penuh harap.
Seketika, tubuh Ferdi menegang. 'Jujur?' batin pria itu.
Ferdi yang kini berada di sebuah kafe kemudian terdiam cukup lama. Ia akhirnya sudah minum-minum sampai mabuk berat. Satu hari sejak kematian Ibu Ferdi. Tepatnya saat malam hari pukul tujuh malam. "Tidak peduli seberapa keras aku ingin berpaling, tapi hati kecilku terasa sangat ingin melihat Ibu untuk yang terakhir kalinya. Padahal jelas-jelas aku sangat membenci ibuku itu." kata Ferdi dalam hati. Setelah mempertimbangkan banyak hal, ia memutuskan untuk datang ke rumah sakit. Namun sebelum itu ia menelepon terlebih dahulu. Telepon kemudian tersambung. "Yulia, aku akhirnya menyadari kalau aku sudah keterlaluan kemarin, aku minta maaf. Aku sadar, meskipun saat kecil ibuku telah meninggalkan ku, tapi dia masih perduli terhadapku. Ia membiayai sekolahku sampai kuliah. Dan betapa bodohnya aku saat mengetahui fakta ini... aku justru memutuskan untuk berhenti kuliah dan meninggalkan segala mimpiku untuk bisa menjadi dokter. Segalanya telah terbuang sia-sia, yang tersisa hanyalah penyesal
Ferdi kini berada di alun-alun kota sedang duduk di sebuah kursi panjang yang terletak di pinggir jalan. Saat itu hujan turun dengan sangat deras dan Ferdi sedang melamun memikirkan Ibunya. "Sial, kenapa aku malah ketemu dengan ibuku lagi?" pikir Ferdi. Ia tidak peduli lagi dengan air yang membasahi tubuhnya. Tring!Nada dering telepon yang berbunyi tidak membuat Ferdi bergeming. Smartphone miliknya yang anti air pun tidak rusak meski diguyur hujan di dalam sakunya. Leni yang kebetulan sedang berjalan menggunakan payung kemudian segera menghampiri Ferdi. "Sialan orang ini, dia meminjam mobilku dan berjanji akan kembali untuk menjemput dan mengantarkan aku pulang. Tapi faktanya aku telepon malah tidak digubris. Aku pun sampai terpaksa naik taksi pulang." kata Leni kesal. Sebelumnya Ferdi memang meminjam mobil Leni dan pergi ke rumah sakit. "Ferdi, apa yang kau lakukan di sini? Kau meminjam mobilku dan berkata akan datang dan menjemput kemudian mengantarkan aku pulang. Tapi keman
Ferdi kini hanya terdiam menatap ibunya terbaring lemas di atas ranjang pasien. "Nak Ferdi... Nak Ferdi... Maafkan Ibu Nak..." Ferdi kini bisa mendengar suara pelan keluar dari mulut ibu kandungnya itu. Ferdi hanya berdiri di sampingnya dan terdiam tanpa kata-kata. Perasaan aneh yang tidak bisa dijelaskan mulai dirasakan oleh Ferdi. Ia menutup matanya kemudian mengingat peristiwa puluhan tahun lalu.***Flashback On***"Maafkan aku mas, aku sudah tidak tahan hidup miskin bersamamu. Aku akan pergi bersama seorang pria yang lebih kaya darimu. Aku akan menikah dengannya!" kata Jennifer ibu Ferdi. Saat itu Ferdi masih kecil mungkin berumur lima tahun. "Ibu... jangan pergi ibu! Kumohon jangan tinggalkan kamu ibu!" Ferdi saat itu sampai memohon dan memegang kaki ibunya agar tidak pergi. Namun, demi melepaskan pelukan Ferdi kecil dari kakinya, ia menganyungkan kakinya sampai Ferdi terpental. "Aku tidak Sudi hidup menderita bersama dengan kalian. Aku akan menjalani kehidupanku dengan ba
Si pedagang sate akhirnya mendahulukan Ferdi saat diberikan uang tiga ratus ribu. "Terima kasih," kata Ferdi saat ia menerima bungkus satenya. Ferdi kemudian segera menuju rumah sakit. "Semoga aja Yulia nggak ada malam ini." pikir Ferdi yang sangat berharap Yulia masih di warung makan sederhana dan langsung pulang saja setelahnya. Jika Yulia kembali ke rumah sakit, itu justru akan membuat Ferdi mendapatkan berbagai masalah.Ferdi menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya melangkah masuk ke dalam rumah sakit. "Kenapa mendadak Jennifer bisa sakit keras begini? Padahal sebelumnya baik-baik saja." pikir Ferdi saat sudah berada di dalam lift. Ia terus mengingat perkataan Yulia yang mengatakan bahwa Jennifer sakit keras dan terus menyebut namanya. Sesampainya di bangsal VIP 07, mata Ferdi membulat sempurna saat melihat Jennifer ternyata justru jauh lebih baik dari sebelumnya. "Sial, apakah Yulia berbohong padaku?" pikir Ferdi. "Eh, kamu sudah datang?" kata Jennifer kemudian tersenyum
Ferdi kemudian menghela napas berat dan langsung menunjukkan kepada Jennifer raut wajahnya yang terlihat merasa sangat sedih. "Kau tidak tahu, betapa khawatirnya aku pada saat ini. Bahkan, saat tahu kamu masuk rumah sakit, aku langsung bergegas ke sini dan mengebut di jalanan. Sial bagiku aku ditilang. Aku sudah berusaha sebaik mungkin tapi polisi itu mempersulit diriku. Akhirnya, harus menggunakan uang jajan terakhirku untuk menyogoknya. Setelah itu, aku bergegas ke sini." Jennifer kini terdiam."Bahkan setelah sampai di sini, aku ke resepsionis dan langsung ke sini. Saat sampai aku masih sangat mengkhawatirkan dirimu. Kemudian mempertanyakan tentang bagaimana keadaan mu. Tapi, kau malah bertanya hal lain?" kata Ferdi."Tidakkah kau berpikir bagaimana khawatirnya aku? Cih, aku tahu. Aku memang hanyalah pemuda miskin dan rendahan kali ini. Makanya kamu tidak mempercayaiku lagi kan?" kata Ferdi.Kalimat demi kalimat yang terucap di mulutnya tidak hanya membuat Jennifer tidak jadi mara
Jennifer menghela napas sambil memegang kepalanya yang terasa sakit."Maafkan aku, aku tidak berada di restoran itu sekarang," kata Jennifer."Lalu di mana kamu sekarang? kata Ferdi pura-pura bertanya."Rumah sakit, bisakah kau datang ke sini sekarang?" kata Jennifer.Mata Ferdi membulat sempurna. Dia teringat Yulia bekerja di sana. Namun, dia kini tidak punya alasan."Baiklah, aku akan segera ke sana. Kamu tunggulah aku!" kata Ferdi di telepon. Pada akhirnya, Ferdi memutuskan untuk pergi menjenguk Jennifer. Dari pada nantinya ia semakin marah dan membuat dirinya benar-benar rugi jika hubungannya dengan Jennifer hancur, kan?Mengingat, Jennifer adalah 'atm berjalan' milik Ferdi yang juga menguntungkan. "Baiklah, aku akan menunggumu!" kata Jennifer kemudian menutup telepon. Ferdi kemudian menghela napas. "Aku tidak boleh langsung masuk. Aku harus menunggu beberapa saat. Dengan begitu, Jennifer akan berpikir saya perjalanan ke rumah sakit," pikir Ferdi. Namun, Ferdi dilema begitu