Share

4. Perpisahan

Author: Gibran
last update Last Updated: 2025-05-16 07:03:16

Malam itu Jaka tak bisa tidur dengan nyenyak. Perasaan gelisah melanda hatinya. Besok dirinya akan turun gunung untuk pertama kalinya setelah belasan tahun berada di puncak. Meski sesekali turun bersama gurunya, tetap saja kepergian besok sangat berbeda. Dirinya akan memapaki dunia persilatan menjadi pendekar sejati. Meski tidak ragu dengan bekal ilmu kanuragan yang diajarkan sang guru, tetap saja, Jaka masih merasa belum siap meninggalkan orang tua tersebut.

Setelah resah tak dapat tidur semalaman suntuk, akhirnya pagi pun tiba. Suara ayam terdengar saling bersahutan di bawah sana. Jaka bangun dari tempat tidurnya sambil menguap lebar-lebar.

"Sial..Aku kurang tidur..." gerutu pemuda itu sambil melangkah keluar menuju ke gentong tanah berisi air. Dia mengambil gayung lalu mengguyur wajahnya dengan air yang dingin.

"Bwaahhh! Segar!" seru pemuda itu.

Selesai membasuh muka, Jaka melangkah menuju ke goa batu yang tak jauh dari gubuk tempat tinggalnya. Goa batu itu biasa digunakan oleh Ki Meru untuk memasak besar seperti membakar daging atau makanan lain. Dari kejauhan Jaka mengendus aroma harum yang membuat perutnya keroncongan.

"Aroma ini...Kakek Guru sepertinya tengah membakar daging kelinci hutan kesukaanku..." batin Jaka. Entah mengapa tiba-tiba dia merasa terharu. Dengan langkah perlahan Jaka mendekati mulut goa kecil tersebut.

Sesampainya di depan sana, terlihat Ki Meru yang tengah sibuk memasak. Dia membakar dua ekor daging kelinci hutan dan merebus singkong. Sesekali pria tua itu membalik daging kelinci agar tidak gosong. Dan sesekali juga dia meniup tungku tempat dia merebus singkong. Melihat Jaka datang, Ki Meru pun tesenyum.

"Kau sudah bangun ternyata. Aku sudah menyiapkan makanan untukmu." kata Ki Meru.

Jaka tersenyum kecil sambil melangkah masuk. Dia berjongkok di hadapan api yang tengah membakar daging.

"Kenapa guru harus repot-repot seperti ini?" tanya Jaka.

"Hus, repot bagaimana? Aku menyiapkan semua ini bukan hanya untukmu. Aku juga butuh makan!" kata Ki Meru sambil membuka tutup panci tanah miliknya.

Jaka tertawa kecil. Padahal sebelumnya dia sudah mengira, daging kelinci bakar itu akan diberikan padanya untuk makan disana dan bekal di perjalanan. Ternyata tak seperti yang dia pikirkan.

"Kemarilah, kau makan dulu," kata Ki Meru yang terlihat sangat baik di mata Jaka hari itu. Pemuda itu sadar, itu adalah kebaikan terakhir dari gurunya sebelum dia turun gunung dan tak tahu kapan bisa bersua lagi.

Jaka pun duduk di lantai batu yang biasa menjadi tempat duduknya saat makan disana. Momen makan di goa itu terbilang langka karena tak setiap hari Ki Meru masak besar. Biasanya dia hanya bakar singkong di dalam gubuk atau tidak makan sama sekali.

Ki Meru mengambil daging kelinci bakar dan menaruhnya di atas nampan kayu. Lalu dia pun mengambil beberapa potong singkong rebus yang dia letakkan di sebelah daging tersebut. Setelah itu, Ki Meru meletakkan makanan tersebut di depan Jaka.

"Makanlah, mungkin ini adalah santapan terakhirmu disini..." kata Ki Meru dengan suara yang sedikit berbeda dari biasanya.

Kedua mata Jaka nampak berkaca-kaca. Dia mengangguk lalu mengambil singkong rebus yang ada di hadapannya. Pemuda itu pun mulai makan dengan tenang sambil berpikir kemana dia akan melangkah.

"Setelah turun gunung, kau temui orang yang ada di desa Waru itu seperti biasa. Dia sudah sangat baik mau memberikan singkong ini pada kita," kata Ki Meru. Jaka mengangguk.

Memang sebenarnya singkong tersebut mereka dapatkan dari seorang petani singkong yang ada di bawah kaki Gunung Semeru. Setiap masa panen, mereka mendapatkan jatah dari petani tersebut karena Ki Meru pernah menolong keluarga si petani dari serangan macan gunung. Sejak saat itulah, keluarga petani itu memberikan singkong sebagai balas budi meski Ki Meru pernah menolaknya. Bahkan mereka naik ke gunung sampai ke puncak untuk memberikan bahan pangan tersebut tak peduli lelah maupun bahaya yang bisa kapan saja datang.

Setelah makan hingga habis, Jaka pun bersiap untuk pamit. Ki Meru yang sejak tadi sibuk datang dan memberikan buntalan kain kepada pemuda tersebut.

"Kek...Apa ini?" tanya Jaka sambil menunjuk buntalan kain tersebut.

"Ini untukmu, kau ini kan masih muda, mudah lapar. Aku tahu betul itu. Anggap saja ini hadiah dariku," kata Ki Meru membuat Jaka tak bisa lagi menahan perasaannya. Dia berlutut di hadapan Ki Meru sambil meneteskan air mata.

"Terimakasih kek...Aku tak akan pernah melupakan semua kebaikan yang kau berikan padaku...Suatu saat nanti, aku akan membalas kebaikan ini..." kata Jaka sambil mengusap air matanya.

Ki Meru tertawa kecil. Dia menangkap bahu Jaka dan mengangkatnya agar pemuda itu berdiri.

"Sudahlah, jangan cengeng. Kau ini seorang pria. Tak boleh seorang pria menangis hanya karena perpisahan. Ingat, berdiri di jalan yang benar, melangkah membasmi kejahatan. Itu pesan ku untukmu, Jaka Geni!" kata Ki Meru.

Jaka mengangguk sambil mengusap ingus yang hampir menetes. Dia tersenyum melihat raut wajah Ki Meru yang seolah hendak muntah melihat ingusnya yang meleleh seperti anak kecil.

"Dasar kau ini...jorok!" ucap gurunya tersebut namun sambil cengengesan.

Jaka mengambil buntalan kain yang ada di lantai. Dia merasakan hangat.

"Jadi daging kelinci bakar itu untukku semua Kek? Katanya kakek ini untuk kita berdua?" tanya Jaka.

"Sudah, kau bawa saja itu untuk makan siang atau sore. Cukuplah untuk hari ini. Besok kau harus masak sendiri. Kalau kau malas, ya kau tidak makan. Kakek juga tidak bisa memberimu uang. Karena kakek tidak memiliki uang sepeserpun," kata Ki Meru.

Jaka tak tahu harus berkata apa. Yang jelas saat ini dia merasa sangat bersedih karena harus berpisah dengan orang yang sudah merawat dirinya sejak dia kecil. Jaka menyalami tangan pria tua itu lalu menciumnya. Ki Meru menatap dengan mata yang berkaca-kaca namun masih terlihat tegar. Dia mengusap punggung pemuda itu lalu menepuk-nepuk nya dengan pelan.

"Pergilah, aku taruh harapan besarku padamu. Namamu, akan berjaya di atas dunia jika kau tetap berada di jalanmu. Ingat lagi pesanku, jangan mudah terkecoh oleh kejahatan dan tipu daya yang tiada habisnya. Kau sudah mendapatkan semua yang aku miliki, inilah saatnya kau mengamalkan semua itu, muridku, Jaka..." kata Ki Meru dengan suara yang mulai berubah.

Jaka mengangguk kemudian dia pun berdiri. Mereka sempat saling bertatap mata sebelum sama-sama tersenyum.

"Kakek jaga dirimu baik-baik...jangan lupa minum Ramuan untuk tulang yang sudah aku buat kemarin malam saat aku tidak bisa tidur. Itu cukup untuk beberapa hari ke depan. Setelahnya, murid tak bisa memberikan apa pun untukmu kek...Maaf jika aku selalu merepotkan dirimu..." kata Jaka.

"Iya iya, sudah lah tak perlu panjang-panjang perpisahannya. Pergilah, aku akan berisitrahat. Capek juga setelah beberapa lama membakar daging itu," kata Ki Meru membuat Jaka tertawa kecil.

"Baiklah, terimakasih ya kakek...Aku pergi dulu," kata Jaka lalu dia membungkuk sekali kemudian pergi meninggalkan Ki Meru yang menatapnya dengan mata memerah. Perlahan-lahan, air mata menetes di pipinya yang sudah keriput.

"Jaka...Hati-hati...kelak kau akan menjadi pendekar yang hebat..." bisiknya dalam hati. ***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perjalanan Sang Batara   280.Utari Dewi Melarikan Diri

    Mendengar kabar Yang Sian Kan pergi untuk menangkap orang asing bernama Jaka Geni, mata Utari Dewi segera terbuka. "Kakang..." ucap gadis itu dalam hati. Utari menghentikan bertapanya. Dia berjalan keluar menyusuri lorong kediaman Yang Sian Kan. Saat berpapasan dengan wanita-wanita budak nafsu Pangeran itu, Utari Dewi bersembunyi di balik pilar merah besar. Dengan berjalan mengendap, Utari melewati sebuah taman di samping kediaman Yang Sian Kan. Taman itu lumayan luas. Saat gadis itu akan melewati pagar tembok yang tinggi, seorang prajurit wanita memergokinya. "Hei, siapa itu!" teriak prajurit itu keras. Suaranya membuat dua prajurit wanita yang lain langsung mendatangi taman. Utari Dewi segera berlari ke arah pagar. Namun langkahnya terhenti saat satu tombak menghadang jalannya. "Terpaksa harus bertarung!" batin Utari. Tiga wanita berpakaian lengkap itu melesat ke arah Utari Dewi. Mereka terkejut melihat siapa gadis yang akan kabur itu. "Ternyata kau! Gadis asing yang selama

  • Perjalanan Sang Batara   279.Pertarungan Maut(2)

    Perbatasan gerbang itu terlihat sepi. Beberapa bangunan rumah hancur dan tembok gerbang juga terlihat runtuh. Pertarungan dahsyat antara Jaka Geni melawan Pendekar Tombak Api masih berlanjut. Mereka berdiri saling berhadapan. Saling bertatap mata dengan tatapan tajam. Hawa membunuh terpancar keluar dari dua orang yang sesaat lagi akan saling adu kekuatan untuk terakhir kali. "Aku tidak menyangka, kau orang asing bisa membuatku terluka separah ini. Bahkan orang-orang Serikat Teratai Biru tidak ada yang bisa melukai diriku kecuali orang itu. Kau tidak beda dengan monster berwujud manusia itu... Tapi, kau masih terlihat lebih lemah darinya. Bagiku, kau sudah cukup hebat untuk menjadi bagian dari kami. Apakah kau tidak menginginkan bergabung bersama kami?" Sio Tong menawarkan kerja sama kepada Jaka Geni. Dia mengakui kehebatan Jaka Geni. Namun jika lelaki itu berpikir Jaka Geni akan mudah menerima tawaran, dia salah besar. Jaka Geni adalah seorang kesatria yang bebas. Jaka tersenyum s

  • Perjalanan Sang Batara   278.Pertarungan Maut

    Saat para pendekar itu tertekan oleh dua serangan, tiba-tiba muncul Sio Tong yang langsung menyerang Chang Yun. Sekali tebas membuat Chang Yun terpental saat menangkis serangan tombak Pendekar Tombak Api. Pedang di tangannya terasa terasa terbakar. Panas menyengat. Chang Yun menahan tubuhnya dengan menancapkan pedang pada tanah di pinggir jalan. Tak berhenti sampai di situ, Sio Tong kembali menghilang dan tiba-tiba sudah berada di dekat gadis itu. Melihat orang sekuat Sio Tong mengincar Chang Yun, Jaka Geni langsung meninggalkan beberapa pendekar yang masih tersisa begitu saja. Dia melesat ke arah Sio Tong dengan cepat. Chang Yun kembali gunakan pedang untuk menangkis. Namun tetap saja tenaga Sio Tong lebih kuat dari dirinya. Pedang terlepas dari tangannya. Dengan gerak cepat lelaki itu telah mendaratkan kakinya di dada Chang Yun. Jaka Geni berteriak keras melihat Chang Yun terpental keras menabrak rumah hingga jebol. Sio Tong tertawa terkekeh-kekeh. Lalu dia memutar tombak nya

  • Perjalanan Sang Batara   277.Tombak Ruang & Waktu

    Sio Tong tertawa keras mendengar ucapan Chang Yun. "Cinta sehidup semati! Hahaha bagus! Aku akan satukan kalian di alam lain!" ucap Sio Tong. Jaka Geni sedikit khawatir dengan kekuatan aneh yang di miliki oleh lelaki itu. "Dia bisa berpindah tempat semau dia. Sungguh kemampuan yang aneh dan berbahaya. Apakah dia bisa di katakan manusia?" batin Jaka Geni. Bahkan setahu dia yang sudah mengenal banyak makhluk gaib, tidak ada satu pun yang dengan mudah berpindah tempat. Bahkan para makhluk gaib itu membutuhkan tumbal di setiap portal yang akan di lewati. Sio Tong langsung melesat ke arah Jaka Geni. Gerakan nya cepat dan aneh. Jaka waspada dengan serangan musuh. Benar saja, saat Sio Tong berada di hadapan Jaka Geni, tiba-tiba tubuhnya lenyap begitu saja. Dan tahu-tahu lelaki berpakaian merah dengan zirah perang itu telah berada di belakang Jaka sambil menusuk. Jaka terkejut. Namun dia telat menghindar. Ujung tombak itu menusuk bahu kanannya dengan cepat. Jaka menjerit keras menahan

  • Perjalanan Sang Batara   276.Pendekar Tombak Api

    Jaka Geni terkejut saat tangannya di tarik hingga tubuhnya masuk ke dalam kamar mandi. Di hadapannya saat ini adalah Chang Yun yang berdiri tanpa selembar benang pun menutupi tubuhnya. Jaka membuang mukanya ke arah lain. "Apa yang kau lakukan Chang Yun? Katanya kau hanya minta di hantarkan handuk." tanya Jaka Geni berusaha tidak menatap tubuh gadis itu. Bagaimana oun, dia adalah lelaki yang waras dan sehat. Di hadapkan dengan pemandangan indah itu tak mungkin dia bisa menolaknya. "Tidak apa-apa kakak, bukankah dulu kakak sudah pernah melihatnya?" tanya Chang Yun dengan bibir bergetar. Entah apa yang membuat dirinya menjadi berani seperti itu. "Tapi... Apa kau tidak masalah dengan itu? Aku ini lelaki waras Chang Yun, bisa kau bayangkan jika aku melihatmu. Apa yang terjadi selanjutnya bukanlah keinginan ku." kata Jaka Geni berusaha mengalihkan pandangan mata nya ke arah lain. Namun Chang Yun terlihat bernafsu memperlihatkan tubuh mulusnya. "Aku tidak merasa tersinggung atau apa ka

  • Perjalanan Sang Batara   275.Menjadi Buronan

    Ratusan ribu pasukan kerajaan berjalan menggunakan kuda beriringan menuju Dermaga Kanal Besar. Pasukan besar ini akan menyerang kerajaan Goryeo. Ambisi Kaisar Yang Sui untuk menaklukan negara-negara besar itu tak bisa terbendung. Pasukan dengan jumlah sangat besar itu di perkirakan akan sampai di kerajaan Goryeo satu bulan perjalanan. Itu karena saking banyaknya lautan pasukan yang Kaisar kerahkan. Rakyat Sui semakin terpuruk dengan ambisi besar sang Raja. Pajak di naikkan untuk membiayai perang dan foya-foya para Pangeran di kerajaan. Sementara rakyat kelaparan dan terus di paksa bekerja di kanal besar dan tembok besar. Semua itu membuat Menteri Pertahanan Li Yuan yang berada di kota Henan trenyuh. Dia merasa iba dengan rakyat yang semakin tertindas oleh pemimpin tiran. Namun apa daya, dia pun hanyalah seorang bawahan. Beberapa waktu lalu ada kabar dari kota Jinan tentang sebuah fenomena aneh yang kembali terjadi di hutan kota tersebut. Sejumlah prajurit khusus yang di pimpin Li

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status