LOGINJaka berhenti melangkah di bawah pohon besar setelah sampai di kaki gunung. Dia menatap kearah puncak Gunung yang ada di hadapannya berharap bisa melihat gurunya. Namun jelas itu tidak mungkin.
"Gunung Semeru, aku pamit. Semoga aku memiliki kesempatan untuk kembali kesini," kata Jaka lalu dia pun kembali melangkah menuju ke Desa Waru seperti yang gurunya katakan. Menjelang siang, Jaka baru sampai di desa tersebut. Di sekitar Desa memang banyak orang menanam singkong dan jagung. Ada pula yang menanam umbi-umbian. Desa Waru berada tepat di kaki gunung Semeru yang berbatasan dengan kaki gunung Bromo. Kawasan tersebut merupakan tempat yang sangat subur untuk bercocok tanam segala tanaman. Jaka langsung menuju ke salah satu rumah yang ada di desa tersebut. Dia masih cukup hapal dengan rumah itu meski sudah belasan tahun tidak ikut turun gunung lagi bersama Ki Meru. Ternyata bangunan rumahnya masih sama. Yaitu bangunan kayu dan dinding gedek atau anyaman bambu. Namun Jaka merasa ada yang aneh dengan Dewa Waru tersebut. Dia tak menjumpai satu orang pun saat berjalan disana. Pemuda itu pun mulai gelisah. Dia melangkah lebih cepat menyusuri jalanan desa yang sebagian besar masih tanah berbatu. Hingga akhirnya dia berhenti saat melihat sekumpulan orang membawa senjata berupa parang berdiri di depan bangunan besar. Jaka menduga, orang-orang desa ada di dalam bangunan besar yang merupakan balai desa tersebut. "Apa yang terjadi...?" batin pemuda itu. Terdengar suara teriakan dari dalam balai desa pertanda ada sesuatu yang terjadi disana. Jaka segera menaruh buntalan kain miliknya di atas jemuran pakaian warga. Dengan ilmu Kaki Awan dia melesat menuju ke Balai desa tersebut tanpa disadari oleh beberapa penjaga disana. Set! Dengan sekali gerakan, Jaka menyumbangkan ketiga orang yang ada didepan balai desa tanpa ada perlawanan yang berarti. Setelah itu dia melompat ke atas atap masih dengan ilmu meringankan tubuh miliknya. Dari atas atap, Jaka mengintip ke dalam balai desa melalui celah tang dia buat. Ternyata di dalam balai desa tersebut puluhan orang telah diikat dan duduk di lantai tanah. Sementara belasan orang nampak berdiri dengan senjata parang terhunus. Darah Jaka saat itu juga mendidih melihat salah satu wanita yang ada disana dijambak hingga terjatuh. Tanpa pikir panjang, pemuda itu langsung memukul atap tersebut hingga jebol membuat semua orang terkejut bukan main. Dalam keadaan melayang, Jaka berkelebat kearah pria yang baru saja menjambak wanita hingga menjerit kesakitan. Tinju pemuda itu mendarat di batok kepala pria gondrong dengan cambang lebat tersebut. Prak! Tubuh pria itu terpental menabrak dinding yang terbuat dari anyaman bambu hingga jebol. Tubuhnya terguling dan berhenti setelah menabrak batang kayu. Semua orang menatap kearah pria tersebut. Mereka menjerit tertahan setelah melihat si pria yang tergeletak bersimbah darah dalam keadaan kepala remuk dan sebagian isinya keluar. Jaka bergerak cepat menyerang semua orang yang dia anggap penjahat. Hanya dalam waktu singkat, belasan Pendekar roboh terkena serangan kilat sang Pendekar yang baru saja turun gunung. Beberapa nampak kejang-kejang meregang nyawa. Yang lain sudah tewas dalam keadaan mengenaskan. Semua orang yang dalam keadaan terikat hanya bisa melongo melihat aksi dari Pendekar muda tersebut. Dengan cepat Jaka segera melepaskan ikatan mereka semua. Begitu terbebas, mereka pun berkerumun untuk melihat pahlawan yang baru saja menyelamatkan mereka dari hal buruk. "Anak muda, siapa kau dan darimana asalmu?" tanya salah satu orang tua yang ada disana. Jaka tersenyum. "Namaku Jaka Ki, aku baru saja turun gunung dari Semeru." kata Jaka menjawab dengan jujur. "Oh, aku ingat! Kau nak Jaka yang waktu itu ikut turun bersama Ki Mahameru itu bukan!?" tiba-tiba terdengar seruan dari arah belakang sana. Ternyata itu adalah orang yang sering membawakan singkong ke puncak. Memang Jaka jarang bertemu dengannya. Tapi dari kejauhan dia pernah melihat pria berperawakan kekar berkulit gelap tersebut. "Paman Pembawa singkong!" seru Jaka. Pria itu pun mendekat dan beberapa orang memberinya jalan. "Kau sudah sebesar ini...Dan kau juga sudah menjadi seorang Pendekar yang hebat...Anak muda, kau luar biasa..." kata pria tersebut membuat Jaka tersenyum lebar. Mereka pun saling berkenalan satu sama lain. Para penduduk desa yang ramah menganggap Jaka sebagai seorang pahlawan desa karena sudah menyelamatkan mereka semua dari ancaman para perampok yang sudah menggila beberapa tahun terakhir. Dan gilanya, pemuda itu membasmi mereka semua dalam satu waktu dan satu gerakan saja! Puluhan warga mengubur mayat para perampok tersebut di kebun kosong yang ada di sebelah balai desa. Mereka juga membersihkan darah yang berceceran disana. Pria yang sering membawakan singkong ke gunung itu menceritakan kepada Jaka mengenai para perampok tersebut. Mendengar hal itu Jaka merasa prihatin karena salah satu Anak dari pria itu telah tewas terbunuh karena melawan para perampok. "Kerajaan bahkan tak mempedulikan mereka...Aneh sekali," batin Jaka. Hari itu juga, setelah urusan di Desa Waru selesai, Jaka melanjutkan langkah kakinya menuju ke barat. Tujuannya saat ini adalah Padepokan Sigaluh yang ada di Puncak Gunung Sumbing wilayah kerajaan Sigaluh. Para penduduk desa melepas nya dengan sorak sorai karena akhirnya mereka terbebas dari Kekejaman para perampok yang sudah menghantui mereka selama beberapa tahun belakangnan ini. Jaka menjadi tahu, alasan Ki Mahameru gurunya meminta dia untuk mengunjungi Desa tersebut. Dia yakin, gurunya itu tak hanya meminta dia untuk berterimakasih saja. "Apakah kakek sudah tahu hal ini dan memberikan kesempatan padaku untuk berbuat kebaikan terhadap sesama? Kakek...Kau membuatku semakin sedih..." batin Jaka sambi melangkah dengan cepat. Berhari-hari pemuda itu berjalan menembus hutan. Sesekali dia masuk ke dalam pedesaan untuk mencari pekerjaan. Hasil dari bekerja itulah dia gunakan untuk membeli makan. Namun tak jarang dirinya harus menahan lapar di tengah malam. Bekal yang gurunya berikan sudah lama habis. Sekarang Jaka baru merasakan rasanya kesepian. Tanpa ada orang yang bisa dia ajak bicara. Hari ke sepuluh, kaki Jaka berhenti tepat di bawah kaki Gunung Sumbing tepat di hadapan gapura kecil bertuliskan Padepokan Sigaluh. Matanya berbinar-biar menatap keindahan gunung tersebut. Dia pun melangkah melanjutkan perjalanannya menuju ke Padepokan Sigaluh untuk melihat Padepokan yang pernah gurunya kunjungi di masa lalu. "Pasti ada banyak murid berbakat...Haaah, hari sudah mulai gelap. Aku harus bergegas," batin Jaka yang segera mempercepat langkah. Matahari pun terbenam dan gunung itu menjadi gelap gulita. Jaka mulai merasa resah mendaki gunung tersebut. Entah perasaan apa itu. Dan tiba-tiba saja dia dikejutkan oleh sesosok orang yang berdiri di tengah jalan setapak. Pria itu menundukkan kepalanya. Jaka melangkah mendekati pria tersebut. "Permisi Ki...Saya numpang lewat..." ucap Jaka sambil sedikit membungkukkan badan. Dia pun melewati pria tersebut. Beberapa langkah dia berjalan, tiba-tiba pemuda itu merasakan adanya desiran angin dari arah belakang. Jaka pun menoleh. Namun dia kalah cepat, pria tak dikenal itu langsung melancarkan serangan ganas menggunakan kelima jarinya. Clak! Ugh! Tubuh Jaka terdorong ke belakang hingga hampir terjatuh. Dia memegangi dadanya yang baru saja terkena serangan. Cairan hangat terasa membasahi tangannya. "Luka...? Jari orang itu menancap di dadaku...? Bagaimana mungkin...? Apakah dia seorang sesepuh di dunia persilatan?" batin Jaka dengan perasaan yang mulai cemas. "Pegilah ke puncak dan kau akan menemukan Padepokan Sigaluh. Hanya mereka yang bisa menyembuhkan luka itu. Kalau kau tak ingin mati, pergi secepat yang kau bisa." kata pria tersebut kemudian dia menghilang dari pandangan. Entah karena pandangan mata Jaka yang sudah mulai kabur atau memang orang tersebut menghilang begitu saja, yang jelas Jaka segera berlari menuju kearah puncak Gunung Sumbing untuk mencari pertolongan. Dia tak ingin mati di gunung tersebut padahal dirinya baru beberapa hari turun gunung. ***Mendengar kabar Yang Sian Kan pergi untuk menangkap orang asing bernama Jaka Geni, mata Utari Dewi segera terbuka. "Kakang..." ucap gadis itu dalam hati. Utari menghentikan bertapanya. Dia berjalan keluar menyusuri lorong kediaman Yang Sian Kan. Saat berpapasan dengan wanita-wanita budak nafsu Pangeran itu, Utari Dewi bersembunyi di balik pilar merah besar. Dengan berjalan mengendap, Utari melewati sebuah taman di samping kediaman Yang Sian Kan. Taman itu lumayan luas. Saat gadis itu akan melewati pagar tembok yang tinggi, seorang prajurit wanita memergokinya. "Hei, siapa itu!" teriak prajurit itu keras. Suaranya membuat dua prajurit wanita yang lain langsung mendatangi taman. Utari Dewi segera berlari ke arah pagar. Namun langkahnya terhenti saat satu tombak menghadang jalannya. "Terpaksa harus bertarung!" batin Utari. Tiga wanita berpakaian lengkap itu melesat ke arah Utari Dewi. Mereka terkejut melihat siapa gadis yang akan kabur itu. "Ternyata kau! Gadis asing yang selama
Perbatasan gerbang itu terlihat sepi. Beberapa bangunan rumah hancur dan tembok gerbang juga terlihat runtuh. Pertarungan dahsyat antara Jaka Geni melawan Pendekar Tombak Api masih berlanjut. Mereka berdiri saling berhadapan. Saling bertatap mata dengan tatapan tajam. Hawa membunuh terpancar keluar dari dua orang yang sesaat lagi akan saling adu kekuatan untuk terakhir kali. "Aku tidak menyangka, kau orang asing bisa membuatku terluka separah ini. Bahkan orang-orang Serikat Teratai Biru tidak ada yang bisa melukai diriku kecuali orang itu. Kau tidak beda dengan monster berwujud manusia itu... Tapi, kau masih terlihat lebih lemah darinya. Bagiku, kau sudah cukup hebat untuk menjadi bagian dari kami. Apakah kau tidak menginginkan bergabung bersama kami?" Sio Tong menawarkan kerja sama kepada Jaka Geni. Dia mengakui kehebatan Jaka Geni. Namun jika lelaki itu berpikir Jaka Geni akan mudah menerima tawaran, dia salah besar. Jaka Geni adalah seorang kesatria yang bebas. Jaka tersenyum s
Saat para pendekar itu tertekan oleh dua serangan, tiba-tiba muncul Sio Tong yang langsung menyerang Chang Yun. Sekali tebas membuat Chang Yun terpental saat menangkis serangan tombak Pendekar Tombak Api. Pedang di tangannya terasa terasa terbakar. Panas menyengat. Chang Yun menahan tubuhnya dengan menancapkan pedang pada tanah di pinggir jalan. Tak berhenti sampai di situ, Sio Tong kembali menghilang dan tiba-tiba sudah berada di dekat gadis itu. Melihat orang sekuat Sio Tong mengincar Chang Yun, Jaka Geni langsung meninggalkan beberapa pendekar yang masih tersisa begitu saja. Dia melesat ke arah Sio Tong dengan cepat. Chang Yun kembali gunakan pedang untuk menangkis. Namun tetap saja tenaga Sio Tong lebih kuat dari dirinya. Pedang terlepas dari tangannya. Dengan gerak cepat lelaki itu telah mendaratkan kakinya di dada Chang Yun. Jaka Geni berteriak keras melihat Chang Yun terpental keras menabrak rumah hingga jebol. Sio Tong tertawa terkekeh-kekeh. Lalu dia memutar tombak nya
Sio Tong tertawa keras mendengar ucapan Chang Yun. "Cinta sehidup semati! Hahaha bagus! Aku akan satukan kalian di alam lain!" ucap Sio Tong. Jaka Geni sedikit khawatir dengan kekuatan aneh yang di miliki oleh lelaki itu. "Dia bisa berpindah tempat semau dia. Sungguh kemampuan yang aneh dan berbahaya. Apakah dia bisa di katakan manusia?" batin Jaka Geni. Bahkan setahu dia yang sudah mengenal banyak makhluk gaib, tidak ada satu pun yang dengan mudah berpindah tempat. Bahkan para makhluk gaib itu membutuhkan tumbal di setiap portal yang akan di lewati. Sio Tong langsung melesat ke arah Jaka Geni. Gerakan nya cepat dan aneh. Jaka waspada dengan serangan musuh. Benar saja, saat Sio Tong berada di hadapan Jaka Geni, tiba-tiba tubuhnya lenyap begitu saja. Dan tahu-tahu lelaki berpakaian merah dengan zirah perang itu telah berada di belakang Jaka sambil menusuk. Jaka terkejut. Namun dia telat menghindar. Ujung tombak itu menusuk bahu kanannya dengan cepat. Jaka menjerit keras menahan
Jaka Geni terkejut saat tangannya di tarik hingga tubuhnya masuk ke dalam kamar mandi. Di hadapannya saat ini adalah Chang Yun yang berdiri tanpa selembar benang pun menutupi tubuhnya. Jaka membuang mukanya ke arah lain. "Apa yang kau lakukan Chang Yun? Katanya kau hanya minta di hantarkan handuk." tanya Jaka Geni berusaha tidak menatap tubuh gadis itu. Bagaimana oun, dia adalah lelaki yang waras dan sehat. Di hadapkan dengan pemandangan indah itu tak mungkin dia bisa menolaknya. "Tidak apa-apa kakak, bukankah dulu kakak sudah pernah melihatnya?" tanya Chang Yun dengan bibir bergetar. Entah apa yang membuat dirinya menjadi berani seperti itu. "Tapi... Apa kau tidak masalah dengan itu? Aku ini lelaki waras Chang Yun, bisa kau bayangkan jika aku melihatmu. Apa yang terjadi selanjutnya bukanlah keinginan ku." kata Jaka Geni berusaha mengalihkan pandangan mata nya ke arah lain. Namun Chang Yun terlihat bernafsu memperlihatkan tubuh mulusnya. "Aku tidak merasa tersinggung atau apa ka
Ratusan ribu pasukan kerajaan berjalan menggunakan kuda beriringan menuju Dermaga Kanal Besar. Pasukan besar ini akan menyerang kerajaan Goryeo. Ambisi Kaisar Yang Sui untuk menaklukan negara-negara besar itu tak bisa terbendung. Pasukan dengan jumlah sangat besar itu di perkirakan akan sampai di kerajaan Goryeo satu bulan perjalanan. Itu karena saking banyaknya lautan pasukan yang Kaisar kerahkan. Rakyat Sui semakin terpuruk dengan ambisi besar sang Raja. Pajak di naikkan untuk membiayai perang dan foya-foya para Pangeran di kerajaan. Sementara rakyat kelaparan dan terus di paksa bekerja di kanal besar dan tembok besar. Semua itu membuat Menteri Pertahanan Li Yuan yang berada di kota Henan trenyuh. Dia merasa iba dengan rakyat yang semakin tertindas oleh pemimpin tiran. Namun apa daya, dia pun hanyalah seorang bawahan. Beberapa waktu lalu ada kabar dari kota Jinan tentang sebuah fenomena aneh yang kembali terjadi di hutan kota tersebut. Sejumlah prajurit khusus yang di pimpin Li







