Share

5. Sosok Misterius

Penulis: Gibran
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-16 07:03:50

Jaka berhenti melangkah di bawah pohon besar setelah sampai di kaki gunung. Dia menatap kearah puncak Gunung yang ada di hadapannya berharap bisa melihat gurunya. Namun jelas itu tidak mungkin.

"Gunung Semeru, aku pamit. Semoga aku memiliki kesempatan untuk kembali kesini," kata Jaka lalu dia pun kembali melangkah menuju ke Desa Waru seperti yang gurunya katakan.

Menjelang siang, Jaka baru sampai di desa tersebut. Di sekitar Desa memang banyak orang menanam singkong dan jagung. Ada pula yang menanam umbi-umbian. Desa Waru berada tepat di kaki gunung Semeru yang berbatasan dengan kaki gunung Bromo. Kawasan tersebut merupakan tempat yang sangat subur untuk bercocok tanam segala tanaman.

Jaka langsung menuju ke salah satu rumah yang ada di desa tersebut. Dia masih cukup hapal dengan rumah itu meski sudah belasan tahun tidak ikut turun gunung lagi bersama Ki Meru. Ternyata bangunan rumahnya masih sama. Yaitu bangunan kayu dan dinding gedek atau anyaman bambu.

Namun Jaka merasa ada yang aneh dengan Dewa Waru tersebut. Dia tak menjumpai satu orang pun saat berjalan disana. Pemuda itu pun mulai gelisah. Dia melangkah lebih cepat menyusuri jalanan desa yang sebagian besar masih tanah berbatu.

Hingga akhirnya dia berhenti saat melihat sekumpulan orang membawa senjata berupa parang berdiri di depan bangunan besar. Jaka menduga, orang-orang desa ada di dalam bangunan besar yang merupakan balai desa tersebut.

"Apa yang terjadi...?" batin pemuda itu.

Terdengar suara teriakan dari dalam balai desa pertanda ada sesuatu yang terjadi disana. Jaka segera menaruh buntalan kain miliknya di atas jemuran pakaian warga. Dengan ilmu Kaki Awan dia melesat menuju ke Balai desa tersebut tanpa disadari oleh beberapa penjaga disana.

Set!

Dengan sekali gerakan, Jaka menyumbangkan ketiga orang yang ada didepan balai desa tanpa ada perlawanan yang berarti. Setelah itu dia melompat ke atas atap masih dengan ilmu meringankan tubuh miliknya. Dari atas atap, Jaka mengintip ke dalam balai desa melalui celah tang dia buat.

Ternyata di dalam balai desa tersebut puluhan orang telah diikat dan duduk di lantai tanah. Sementara belasan orang nampak berdiri dengan senjata parang terhunus. Darah Jaka saat itu juga mendidih melihat salah satu wanita yang ada disana dijambak hingga terjatuh. Tanpa pikir panjang, pemuda itu langsung memukul atap tersebut hingga jebol membuat semua orang terkejut bukan main.

Dalam keadaan melayang, Jaka berkelebat kearah pria yang baru saja menjambak wanita hingga menjerit kesakitan. Tinju pemuda itu mendarat di batok kepala pria gondrong dengan cambang lebat tersebut.

Prak!

Tubuh pria itu terpental menabrak dinding yang terbuat dari anyaman bambu hingga jebol. Tubuhnya terguling dan berhenti setelah menabrak batang kayu. Semua orang menatap kearah pria tersebut. Mereka menjerit tertahan setelah melihat si pria yang tergeletak bersimbah darah dalam keadaan kepala remuk dan sebagian isinya keluar.

Jaka bergerak cepat menyerang semua orang yang dia anggap penjahat. Hanya dalam waktu singkat, belasan Pendekar roboh terkena serangan kilat sang Pendekar yang baru saja turun gunung. Beberapa nampak kejang-kejang meregang nyawa. Yang lain sudah tewas dalam keadaan mengenaskan.

Semua orang yang dalam keadaan terikat hanya bisa melongo melihat aksi dari Pendekar muda tersebut. Dengan cepat Jaka segera melepaskan ikatan mereka semua. Begitu terbebas, mereka pun berkerumun untuk melihat pahlawan yang baru saja menyelamatkan mereka dari hal buruk.

"Anak muda, siapa kau dan darimana asalmu?" tanya salah satu orang tua yang ada disana. Jaka tersenyum.

"Namaku Jaka Ki, aku baru saja turun gunung dari Semeru." kata Jaka menjawab dengan jujur.

"Oh, aku ingat! Kau nak Jaka yang waktu itu ikut turun bersama Ki Mahameru itu bukan!?" tiba-tiba terdengar seruan dari arah belakang sana. Ternyata itu adalah orang yang sering membawakan singkong ke puncak. Memang Jaka jarang bertemu dengannya. Tapi dari kejauhan dia pernah melihat pria berperawakan kekar berkulit gelap tersebut.

"Paman Pembawa singkong!" seru Jaka. Pria itu pun mendekat dan beberapa orang memberinya jalan.

"Kau sudah sebesar ini...Dan kau juga sudah menjadi seorang Pendekar yang hebat...Anak muda, kau luar biasa..." kata pria tersebut membuat Jaka tersenyum lebar.

Mereka pun saling berkenalan satu sama lain. Para penduduk desa yang ramah menganggap Jaka sebagai seorang pahlawan desa karena sudah menyelamatkan mereka semua dari ancaman para perampok yang sudah menggila beberapa tahun terakhir. Dan gilanya, pemuda itu membasmi mereka semua dalam satu waktu dan satu gerakan saja!

Puluhan warga mengubur mayat para perampok tersebut di kebun kosong yang ada di sebelah balai desa. Mereka juga membersihkan darah yang berceceran disana. Pria yang sering membawakan singkong ke gunung itu menceritakan kepada Jaka mengenai para perampok tersebut. Mendengar hal itu Jaka merasa prihatin karena salah satu Anak dari pria itu telah tewas terbunuh karena melawan para perampok.

"Kerajaan bahkan tak mempedulikan mereka...Aneh sekali," batin Jaka.

Hari itu juga, setelah urusan di Desa Waru selesai, Jaka melanjutkan langkah kakinya menuju ke barat. Tujuannya saat ini adalah Padepokan Sigaluh yang ada di Puncak Gunung Sumbing wilayah kerajaan Sigaluh. Para penduduk desa melepas nya dengan sorak sorai karena akhirnya mereka terbebas dari Kekejaman para perampok yang sudah menghantui mereka selama beberapa tahun belakangnan ini.

Jaka menjadi tahu, alasan Ki Mahameru gurunya meminta dia untuk mengunjungi Desa tersebut. Dia yakin, gurunya itu tak hanya meminta dia untuk berterimakasih saja.

"Apakah kakek sudah tahu hal ini dan memberikan kesempatan padaku untuk berbuat kebaikan terhadap sesama? Kakek...Kau membuatku semakin sedih..." batin Jaka sambi melangkah dengan cepat.

Berhari-hari pemuda itu berjalan menembus hutan. Sesekali dia masuk ke dalam pedesaan untuk mencari pekerjaan. Hasil dari bekerja itulah dia gunakan untuk membeli makan. Namun tak jarang dirinya harus menahan lapar di tengah malam. Bekal yang gurunya berikan sudah lama habis.

Sekarang Jaka baru merasakan rasanya kesepian. Tanpa ada orang yang bisa dia ajak bicara.

Hari ke sepuluh, kaki Jaka berhenti tepat di bawah kaki Gunung Sumbing tepat di hadapan gapura kecil bertuliskan Padepokan Sigaluh. Matanya berbinar-biar menatap keindahan gunung tersebut. Dia pun melangkah melanjutkan perjalanannya menuju ke Padepokan Sigaluh untuk melihat Padepokan yang pernah gurunya kunjungi di masa lalu.

"Pasti ada banyak murid berbakat...Haaah, hari sudah mulai gelap. Aku harus bergegas," batin Jaka yang segera mempercepat langkah.

Matahari pun terbenam dan gunung itu menjadi gelap gulita. Jaka mulai merasa resah mendaki gunung tersebut. Entah perasaan apa itu. Dan tiba-tiba saja dia dikejutkan oleh sesosok orang yang berdiri di tengah jalan setapak. Pria itu menundukkan kepalanya. Jaka melangkah mendekati pria tersebut.

"Permisi Ki...Saya numpang lewat..." ucap Jaka sambil sedikit membungkukkan badan. Dia pun melewati pria tersebut.

Beberapa langkah dia berjalan, tiba-tiba pemuda itu merasakan adanya desiran angin dari arah belakang. Jaka pun menoleh. Namun dia kalah cepat, pria tak dikenal itu langsung melancarkan serangan ganas menggunakan kelima jarinya.

Clak!

Ugh!

Tubuh Jaka terdorong ke belakang hingga hampir terjatuh. Dia memegangi dadanya yang baru saja terkena serangan. Cairan hangat terasa membasahi tangannya.

"Luka...? Jari orang itu menancap di dadaku...? Bagaimana mungkin...? Apakah dia seorang sesepuh di dunia persilatan?" batin Jaka dengan perasaan yang mulai cemas.

"Pegilah ke puncak dan kau akan menemukan Padepokan Sigaluh. Hanya mereka yang bisa menyembuhkan luka itu. Kalau kau tak ingin mati, pergi secepat yang kau bisa." kata pria tersebut kemudian dia menghilang dari pandangan.

Entah karena pandangan mata Jaka yang sudah mulai kabur atau memang orang tersebut menghilang begitu saja, yang jelas Jaka segera berlari menuju kearah puncak Gunung Sumbing untuk mencari pertolongan. Dia tak ingin mati di gunung tersebut padahal dirinya baru beberapa hari turun gunung. ***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Perjalanan Sang Batara   5. Sosok Misterius

    Jaka berhenti melangkah di bawah pohon besar setelah sampai di kaki gunung. Dia menatap kearah puncak Gunung yang ada di hadapannya berharap bisa melihat gurunya. Namun jelas itu tidak mungkin."Gunung Semeru, aku pamit. Semoga aku memiliki kesempatan untuk kembali kesini," kata Jaka lalu dia pun kembali melangkah menuju ke Desa Waru seperti yang gurunya katakan.Menjelang siang, Jaka baru sampai di desa tersebut. Di sekitar Desa memang banyak orang menanam singkong dan jagung. Ada pula yang menanam umbi-umbian. Desa Waru berada tepat di kaki gunung Semeru yang berbatasan dengan kaki gunung Bromo. Kawasan tersebut merupakan tempat yang sangat subur untuk bercocok tanam segala tanaman.Jaka langsung menuju ke salah satu rumah yang ada di desa tersebut. Dia masih cukup hapal dengan rumah itu meski sudah belasan tahun tidak ikut turun gunung lagi bersama Ki Meru. Ternyata bangunan rumahnya masih sama. Yaitu bangunan kayu dan dinding gedek atau anyaman bambu.Namun Jaka merasa ada yang an

  • Perjalanan Sang Batara   4. Perpisahan

    Malam itu Jaka tak bisa tidur dengan nyenyak. Perasaan gelisah melanda hatinya. Besok dirinya akan turun gunung untuk pertama kalinya setelah belasan tahun berada di puncak. Meski sesekali turun bersama gurunya, tetap saja kepergian besok sangat berbeda. Dirinya akan memapaki dunia persilatan menjadi pendekar sejati. Meski tidak ragu dengan bekal ilmu kanuragan yang diajarkan sang guru, tetap saja, Jaka masih merasa belum siap meninggalkan orang tua tersebut.Setelah resah tak dapat tidur semalaman suntuk, akhirnya pagi pun tiba. Suara ayam terdengar saling bersahutan di bawah sana. Jaka bangun dari tempat tidurnya sambil menguap lebar-lebar."Sial..Aku kurang tidur..." gerutu pemuda itu sambil melangkah keluar menuju ke gentong tanah berisi air. Dia mengambil gayung lalu mengguyur wajahnya dengan air yang dingin."Bwaahhh! Segar!" seru pemuda itu.Selesai membasuh muka, Jaka melangkah menuju ke goa batu yang tak jauh dari gubuk tempat tinggalnya. Goa batu itu biasa digunakan oleh Ki

  • Perjalanan Sang Batara   3. Ajian Gledek

    Jaka memutar tubuhnya agar membelakangi sinar matahari yang menyilaukan. Setelah dia balik badan, dia melihat Ki Mahameru yang berdiri di hadapannya dengan mata terpejam. Jaka sempat tertegun melihat orang tua tersebut."Kakek...? Apa yang dia lakukan berdiri sambil memejamkan mata?" batin Jaka dengan perasaan yang mulai khawatir. Dia takut gurunya tersebut mati dalam keadaan berdiri. Dengan cepat dia pun bangkit dan mengguncang tubuh gurunya tersebut."Kakek! Jangan mati kek!" seru pemuda itu dengan nada yang panik.Kedua mata Ki Meru terbuka. Dia melotot kearah Jaka yang tertegun melihat kedua mata gurunya terbuka."Kakek guru...kau, hidup lagi..."Tak!Sentilan keras mendarat di kening Jaka."Siapa yang mati hah! Dasar bocah edan! Aku ketiduran gara-gara menunggumu tak sadar-sadar!" hardik Ki Meru. Jaka mengaduh kesakitan sambil mengusap keningnya."Aduh Kek...Ampun...! Aku pikir...Kakek...""Sudah-sudah! Jangan berpikir yang macam-macam! Aku sudah lelah menunggu disini sejak tadi.

  • Perjalanan Sang Batara   2. Batu Penyucian

    Pagi buta Jaka telah bangun dari tidurnya karena mendengar suara langkah kaki dari seseorang. Setelah dia turun dari ranjang kayu, dia melangkah keluar dari gubuk kayu. Ternyata itu adalah suara langkah dari gurunya, Ki Mahameru."Kakek Guru, mau kemana pagi buta seperti ini?" tanyanya kemudian."Kenapa? Kau mau ikut?" tanya Ki Meru balik. Jaka mengucek matanya lalu menyusul gurunya tersebut menuju ke suatu tempat.Hawa dingin puncak Semeru menyapa tubuhnya. Namun hal itu sudah terbiasa bagi Jaka yang sejak kecil kecil hidup disana. Ki Meru berhenti melangkah tepat di tebing jurang kawah raksasa."Jaka, tempat ini adalah tempat dimana aku mendapatkan kekuatan aneh dari langit. Aku beri nama tempat ini sebagai batu penyucian. Selama hampir 16 tahun kau berada disini, aku belum pernah membawamu kesini bukan?" kata Ki Meru. Jaka mengangguk pelan."Nah, di tempat inilah, aku akan mengajarkan Ajian Gledek milikku padamu." kata Ki Meru membuat Jaka berdebar-debar menantikan apa yang akan te

  • Perjalanan Sang Batara   1. Puncak Semeru

    Puncak Gunung Semeru..."Hiatt!" terdengar suara teriakan keras dari atas pohon gundul. Lalu disusul seorang pemuda bert3lanjang dada melompat turun dan mendarat di atas ranting kecil yang sudah disusun rapi.Anehnya, ranting yang begitu kecil itu tak patah sama sekali setelah kedua kaki pemuda berambut gondrong sebahu dengan tubuh berotot itu mendarat disana.Plok Plok Plok!Terdengar tepuk tangan dari arah batu besar dimana seorang pria tua berpakaian lusuh duduk bersila sambil tersenyum menatap kearah pemuda tersebut."Bagus! Bagus! Kau berhasil menguasai Ilmu meringankan tubuh secara sempurna. Dengan begitu, kau sudah layak dipanggil seorang Pendekar sejati, Jaka." kata sosok pria tua tersebut lalu tertawa terkekeh.Pemuda bernama Jaka itu tersenyum lalu melompat turun dari atas ranting dan mengambil bajunya yang tergeletak di atas batu. Dia mengibaskan pakaian putih dekil tersebut kemudian mengenakannya. Setelah itu, Jaka mendekati batu besar dimana pria tua itu duduk bersila di

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status