Share

3. Ajian Gledek

Author: Gibran
last update Last Updated: 2025-05-16 07:02:29

Jaka memutar tubuhnya agar membelakangi sinar matahari yang menyilaukan. Setelah dia balik badan, dia melihat Ki Mahameru yang berdiri di hadapannya dengan mata terpejam. Jaka sempat tertegun melihat orang tua tersebut.

"Kakek...? Apa yang dia lakukan berdiri sambil memejamkan mata?" batin Jaka dengan perasaan yang mulai khawatir. Dia takut gurunya tersebut mati dalam keadaan berdiri. Dengan cepat dia pun bangkit dan mengguncang tubuh gurunya tersebut.

"Kakek! Jangan mati kek!" seru pemuda itu dengan nada yang panik.

Kedua mata Ki Meru terbuka. Dia melotot kearah Jaka yang tertegun melihat kedua mata gurunya terbuka.

"Kakek guru...kau, hidup lagi..."

Tak!

Sentilan keras mendarat di kening Jaka.

"Siapa yang mati hah! Dasar bocah edan! Aku ketiduran gara-gara menunggumu tak sadar-sadar!" hardik Ki Meru. Jaka mengaduh kesakitan sambil mengusap keningnya.

"Aduh Kek...Ampun...! Aku pikir...Kakek..."

"Sudah-sudah! Jangan berpikir yang macam-macam! Aku sudah lelah menunggu disini sejak tadi. Aku ingin beristirahat," kata Ki Meru.

"Lalu, bagaimana dengan latihanku kek? Apakah sudah berhasil?' tanya Jaka.

Ki Meru menoleh kearah pemuda tersebut dan menatapnya dengan mata menyipit.

"Kau tak melihat bajumu hancur menjadi abu?" tanyanya kemudian. Sontak saja Jaka tersadar kalau dirinya memang sudah tak mengenakan baju. Untungnya celana dia masih baik-baik saja meski ada bagian yang gosong di beberapa titik.

"Jadi, aku sudah berhasil menguasai Ajian Gledek milik kakek!?" seru Jaka dengan wajah sumringah. Ki Meru mengangguk.

"Kau sudah mendapatkan kekuatan dari Dewata di batu Penyucian ini. Tentu saja kau sudah menguasai ajian Gledek tersebut. Hanya saja, aku perlu memberikan mantra padamu sebagai pemicu kekuatan Gledek yang nantinya akan kau gunakan di pertarungan." kata Ki Meru. Jaka mengangguk dengan wajah yang sangat senang. Tak menyangka setelah dirinya menjadi murid Ki Meru selama 16 tahun, dirinya bisa mendapatkan ajian Sakti mandraguna yang pernah membuat geger dunia persilatan selama belasan tahun.

Mereka berdua kembali ke gubuk kayu. Jaka membersihkan diri dari kotoran yang melekat di tubuhnya karena pakaiannya yang menjadi abu akibat sambaran petir. Sementara Ki Meru menyiapkan makanan untuk sarapan meski waktu itu sudah beranjak siang.

Selesai sarapan, Ki Meru menjelaskan kepada Jaka mengenai Ajian Gledek yang baru saja didapat oleh pemuda tersebut. Mereka berdua duduk di atas batu datar yang ada di depan gubuk kayu.

"Ajian Gledek terbagi menjadi tiga tahapan. Yang pertama adalah Gledek Membelah Langit. Kegunaan dari ajian ini adalah untuk melindungi dirimu dari serangan. Mudahnya, tahap ini merupakan pertahanan yang kuat. Lalu tahap kedua adalah Gledek Sambar Nyawa, merupakan ajian yang membuat tubuhmu mampu bergerak secepat kilat. dengan dua ajian itu, siapa yang bisa melawanmu?" kata Ki Meru.

"Lalu, yang satunya lagi Ki?" tanya Jaka penasaran pada tahap ke tiga dari ajian Sakti tersebut.

"Yang ketiga adalah Gledek Mengguncang Bumi. Merupakan ajian jarak jauh yang bisa kau kerahkan untuk menyambar musuh. Tapi ajian ini sangat menguras tenaga dalam. Jadi, dua ajian tadi sudah sangat cukup untuk bertahan dan menyerang," kata Ki Meru.

"Jadi, kakek juga jarang menggunakan ajian Gledek Mengguncang Bumi?" tanya Jaka. Ki Meru menggelengkan kepala.

"Sangat jarang, apalagi disaat melawan musuh yang lebih dari satu. Aku pun jarang menggunakan ajian Gledek kalau musuhnya masih kelas teri," kata Ki Meru membuat Jaka takjub.

"Kakek sangat hebat..." puji Jaka membuat Ki Meru tertawa.

"Hei bocah, aku ingin bertanya padamu, apa yang kau alami saat kau bersemedi...Dan, sepertinya kau sama sekali tak merasakan sakit saat petir itu dua kali menghantam tubuhmu," kata Ki Meru membuat Jaka terkejut.

"Petir menghantam tubuhku kek? yang benar saja..." sahut pemuda itu tak percaya.

"Kau tak ingat dengan bajumu yang hancur menjadi abu?" tanya Ki Meru membuat Jaka terdiam.

"Benar juga...Tapi, kenapa aku tak merasakan apa pun Kek? Katamu aku disambar petir..." kata Jaka sambil menggaruk kepala.

"Nah itu yang ingin aku tanyakan. Apa yang kau alami saat itu sehingga kau begitu tenang menghadapi kekuatan petir tersebut," ucap Ki Meru sambil menatap Jaka tanpa kedip.

Jaka pun menceritakan apa yang dia alami saat berada di batu Penyucian. Dia mengatakan semuanya tanpa ada yang ditutup-tutupi. Mendengar hal itu, tentu saja membuat Ki Meru terperanjat.

"Kau bahkan bertemu dengan gerbang raksasa!?" serunya kemudian. Jaka mengangguk dengan kening berkerut.

"Kenapa kakek begitu terkejut? Apakah waktu itu kakek tidak mengalaminya?" tanya Jaka penasaran.

"Tentu saja tidak...ini aneh sekali...Kau mendapatkan anugerah yang luar biasa dari Dewata...Kau sangat beruntung anak muda..." kata Ki Meru sambil tertawa terkekeh karena bangga.

"Aku sendiri tidak tahu Kek...Mungkin sudah takdir bagiku untuk mendapatkan kekuatan itu..." kata Jaka sambil tersenyum.

"Kau ini cukup unik. Saat aku menemukan dirimu, kau sudah bisa menggunakan kekuatan api hijau. Itu adalah Api yang langka menurutku...Dan aku penasaran, darimana kau mendapatkan kekuatan api itu," kata Ki Meru. Jaka tertawa sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Entahlah Kek...Yang aku ingat hanya saat-saat kau memarahi diriku saja hahaha!"

"Woo dasar semprul! Kau meledek orang tua hah!?" hardik Ki Meru dengan mata melotot.

Jaka tertawa keras melihat raut wajah gurunya. Setelah beberapa saat, tawanya pun mendadak lenyap. Wajah pemuda itu menjadi murung saat itu juga. Hal itu tak lepas dari tatapan mata sang guru.

"Ada apa? Apakah kau merasa sedih karena sebentar lagi akan turun gunung?" tanya Ki Meru.

Jaka menghela napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan keras.

"Begitulah kek...Aku merasa hidup disini itu lebih baik...Tapi di sisi lain, aku juga ingin merasakan dunia di bawah sana...Kakek selalu bercerita kalau di bawah sana jauh lebih menyenangkan. Aku penasaran, sesenang apakah sampai aku harus turun gunung Kek..." kata Jaka dengan suara parau.

Ki Meru tersenyum.

"Jaka, dunia ini luas dan bukan hanya puncak Semeru ini. Tujuan kau mendapatkan ilmu kanuragan itu untuk apa? Bukankah semua itu adalah untuk bekal kau mengembara di dunia persilatan? Banyak ketidak adilan dan juga kejahatan di dunia ini. Jika orang baik tidak turun gunung, siapa yang akan mengatasi semua itu?" kata Ki Meru memberikan wejangan.

Jaka mendengarkannya dengan seksama sambil menatap wajah tua gurunya. Dia menganggukkan kepala.

"Kau sudah tahu banyak tentang pusat tanah jawa. Di Kerajaan Sigaluh, ada beberapa kenalanku yang mungkin bisa membantumu. Ada juga orang yang cukup mengenang di hatiku...tapi kau tak perlu tahu hal itu." kata Ki Meru membuat Jaka penasaran.

"Maksud kakek, seorang wanita?" tanya Jaka membuat wajah Ki Meru berubah seketika.

"Bagaimana kau bisa menebak kearah sana? Padahal aku tidak memberitahumu mengenai orang itu," tanya Ki Meru membuat Jaka tertawa.

"Aku hanya menebak Kek, tapi sepertinya benar hahaha!" kata Jaka lalu bangkit berdiri takut gurunya akan menjewer telinganya. Benar saja, Ki Meru bangkit berdiri dan mengejar pemuda itu.

"Dasar murid kurang ajar! Kau mengerjaiku hah!?" teriak Ki Meru sambil berlari mengejar.

"Tenang saja kek, nanti aku akan sampaikan salam kepada kekasihmu itu hahaha!" sahut Jaka sambil berlari menjauh sementara Ki Meru mengejarnya dengan tergopoh-gopoh. ***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perjalanan Sang Batara   280.Utari Dewi Melarikan Diri

    Mendengar kabar Yang Sian Kan pergi untuk menangkap orang asing bernama Jaka Geni, mata Utari Dewi segera terbuka. "Kakang..." ucap gadis itu dalam hati. Utari menghentikan bertapanya. Dia berjalan keluar menyusuri lorong kediaman Yang Sian Kan. Saat berpapasan dengan wanita-wanita budak nafsu Pangeran itu, Utari Dewi bersembunyi di balik pilar merah besar. Dengan berjalan mengendap, Utari melewati sebuah taman di samping kediaman Yang Sian Kan. Taman itu lumayan luas. Saat gadis itu akan melewati pagar tembok yang tinggi, seorang prajurit wanita memergokinya. "Hei, siapa itu!" teriak prajurit itu keras. Suaranya membuat dua prajurit wanita yang lain langsung mendatangi taman. Utari Dewi segera berlari ke arah pagar. Namun langkahnya terhenti saat satu tombak menghadang jalannya. "Terpaksa harus bertarung!" batin Utari. Tiga wanita berpakaian lengkap itu melesat ke arah Utari Dewi. Mereka terkejut melihat siapa gadis yang akan kabur itu. "Ternyata kau! Gadis asing yang selama

  • Perjalanan Sang Batara   279.Pertarungan Maut(2)

    Perbatasan gerbang itu terlihat sepi. Beberapa bangunan rumah hancur dan tembok gerbang juga terlihat runtuh. Pertarungan dahsyat antara Jaka Geni melawan Pendekar Tombak Api masih berlanjut. Mereka berdiri saling berhadapan. Saling bertatap mata dengan tatapan tajam. Hawa membunuh terpancar keluar dari dua orang yang sesaat lagi akan saling adu kekuatan untuk terakhir kali. "Aku tidak menyangka, kau orang asing bisa membuatku terluka separah ini. Bahkan orang-orang Serikat Teratai Biru tidak ada yang bisa melukai diriku kecuali orang itu. Kau tidak beda dengan monster berwujud manusia itu... Tapi, kau masih terlihat lebih lemah darinya. Bagiku, kau sudah cukup hebat untuk menjadi bagian dari kami. Apakah kau tidak menginginkan bergabung bersama kami?" Sio Tong menawarkan kerja sama kepada Jaka Geni. Dia mengakui kehebatan Jaka Geni. Namun jika lelaki itu berpikir Jaka Geni akan mudah menerima tawaran, dia salah besar. Jaka Geni adalah seorang kesatria yang bebas. Jaka tersenyum s

  • Perjalanan Sang Batara   278.Pertarungan Maut

    Saat para pendekar itu tertekan oleh dua serangan, tiba-tiba muncul Sio Tong yang langsung menyerang Chang Yun. Sekali tebas membuat Chang Yun terpental saat menangkis serangan tombak Pendekar Tombak Api. Pedang di tangannya terasa terasa terbakar. Panas menyengat. Chang Yun menahan tubuhnya dengan menancapkan pedang pada tanah di pinggir jalan. Tak berhenti sampai di situ, Sio Tong kembali menghilang dan tiba-tiba sudah berada di dekat gadis itu. Melihat orang sekuat Sio Tong mengincar Chang Yun, Jaka Geni langsung meninggalkan beberapa pendekar yang masih tersisa begitu saja. Dia melesat ke arah Sio Tong dengan cepat. Chang Yun kembali gunakan pedang untuk menangkis. Namun tetap saja tenaga Sio Tong lebih kuat dari dirinya. Pedang terlepas dari tangannya. Dengan gerak cepat lelaki itu telah mendaratkan kakinya di dada Chang Yun. Jaka Geni berteriak keras melihat Chang Yun terpental keras menabrak rumah hingga jebol. Sio Tong tertawa terkekeh-kekeh. Lalu dia memutar tombak nya

  • Perjalanan Sang Batara   277.Tombak Ruang & Waktu

    Sio Tong tertawa keras mendengar ucapan Chang Yun. "Cinta sehidup semati! Hahaha bagus! Aku akan satukan kalian di alam lain!" ucap Sio Tong. Jaka Geni sedikit khawatir dengan kekuatan aneh yang di miliki oleh lelaki itu. "Dia bisa berpindah tempat semau dia. Sungguh kemampuan yang aneh dan berbahaya. Apakah dia bisa di katakan manusia?" batin Jaka Geni. Bahkan setahu dia yang sudah mengenal banyak makhluk gaib, tidak ada satu pun yang dengan mudah berpindah tempat. Bahkan para makhluk gaib itu membutuhkan tumbal di setiap portal yang akan di lewati. Sio Tong langsung melesat ke arah Jaka Geni. Gerakan nya cepat dan aneh. Jaka waspada dengan serangan musuh. Benar saja, saat Sio Tong berada di hadapan Jaka Geni, tiba-tiba tubuhnya lenyap begitu saja. Dan tahu-tahu lelaki berpakaian merah dengan zirah perang itu telah berada di belakang Jaka sambil menusuk. Jaka terkejut. Namun dia telat menghindar. Ujung tombak itu menusuk bahu kanannya dengan cepat. Jaka menjerit keras menahan

  • Perjalanan Sang Batara   276.Pendekar Tombak Api

    Jaka Geni terkejut saat tangannya di tarik hingga tubuhnya masuk ke dalam kamar mandi. Di hadapannya saat ini adalah Chang Yun yang berdiri tanpa selembar benang pun menutupi tubuhnya. Jaka membuang mukanya ke arah lain. "Apa yang kau lakukan Chang Yun? Katanya kau hanya minta di hantarkan handuk." tanya Jaka Geni berusaha tidak menatap tubuh gadis itu. Bagaimana oun, dia adalah lelaki yang waras dan sehat. Di hadapkan dengan pemandangan indah itu tak mungkin dia bisa menolaknya. "Tidak apa-apa kakak, bukankah dulu kakak sudah pernah melihatnya?" tanya Chang Yun dengan bibir bergetar. Entah apa yang membuat dirinya menjadi berani seperti itu. "Tapi... Apa kau tidak masalah dengan itu? Aku ini lelaki waras Chang Yun, bisa kau bayangkan jika aku melihatmu. Apa yang terjadi selanjutnya bukanlah keinginan ku." kata Jaka Geni berusaha mengalihkan pandangan mata nya ke arah lain. Namun Chang Yun terlihat bernafsu memperlihatkan tubuh mulusnya. "Aku tidak merasa tersinggung atau apa ka

  • Perjalanan Sang Batara   275.Menjadi Buronan

    Ratusan ribu pasukan kerajaan berjalan menggunakan kuda beriringan menuju Dermaga Kanal Besar. Pasukan besar ini akan menyerang kerajaan Goryeo. Ambisi Kaisar Yang Sui untuk menaklukan negara-negara besar itu tak bisa terbendung. Pasukan dengan jumlah sangat besar itu di perkirakan akan sampai di kerajaan Goryeo satu bulan perjalanan. Itu karena saking banyaknya lautan pasukan yang Kaisar kerahkan. Rakyat Sui semakin terpuruk dengan ambisi besar sang Raja. Pajak di naikkan untuk membiayai perang dan foya-foya para Pangeran di kerajaan. Sementara rakyat kelaparan dan terus di paksa bekerja di kanal besar dan tembok besar. Semua itu membuat Menteri Pertahanan Li Yuan yang berada di kota Henan trenyuh. Dia merasa iba dengan rakyat yang semakin tertindas oleh pemimpin tiran. Namun apa daya, dia pun hanyalah seorang bawahan. Beberapa waktu lalu ada kabar dari kota Jinan tentang sebuah fenomena aneh yang kembali terjadi di hutan kota tersebut. Sejumlah prajurit khusus yang di pimpin Li

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status