Home / Horor / Perjalanan Sang Perukiyah / Kerasukan Bikin Heboh

Share

Perjalanan Sang Perukiyah
Perjalanan Sang Perukiyah
Author: Aw safitry

Kerasukan Bikin Heboh

Author: Aw safitry
last update Huling Na-update: 2024-11-08 14:11:28

Di sebuah Pondok Pesantren Al-Anwar, Kediri, semua santriwati dari asrama Az-Zahra sedang berkumpul di aula karena kedatangan keluarga yang ingin mengunjunginya.

Setiap enam bulan sekali, Pondok Pesantren Al-Anwar selalu mengadakan penjengukan santri yang digilir setiap asrama.

Suasana haru menyelimuti aula terbuka yang bisa dibilang seperti taman dengan pendopo seluas 20x10 meter yang ada di tengah-tengah taman tersebut.

Di mana para orang tua terlihat bahagia karena bisa melepas rindu dengan anaknya yang tengah menimba ilmu di Pondok Pesantren Al-Anwar, Kediri.

Namun, keharuan tersebut tiba-tiba berubah menjadi mencekam saat terdengar suara teriakan seorang wanita yang suaranya begitu memekakkan telinga. Membuat siapapun yang mendengarnya seketika itu merinding.

Membuat semua orang yang belum tahu pun kebingungan dan bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Mereka menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri. Mencari tahu sumber suaranya berasal dari mana.

"Ada apa sih?"

"Kenapa?"

"Nggak tahu. Tapi, orang-orang pada lari. Kayak ketakutan."

Sebagian orang yang ada di dekat wanita tersebut berlari menjauh menyelamatkan diri saat wanita itu terlihat mengamuk dan memukul apa saja yang ada di dekatnya.

Bahkan, anaknya pun sempat menjadi korban pemukulan ibunya sendiri dan mengenai bagian pelipis. Hingga terbentur ke tiang yang ada di tengah-tengah aula.

Lantas, orang-orang pun menolong anak tersebut. Karena pelipisnya mengeluarkan darah.

"Kepala kamu berdarah, Nak," ujarnya menatap iba.

"Apa yang terjadi sama Ibu kamu?" tanyanya penasaran.

"Ibu ...," isak gadis berkerudung merah marun sambil menatap wanita yang tengah tertawa terbahak-bahak tanpa sebab itu.

Setelah melihat perempuan itu, mereka baru tahu jika perempuan yang sedang mengamuk itu kerasukan.

Dia ingin menolong Ibunya. Memeluknya dan memberi ketenangan agar Ibunya tidak mengamuk lagi. Namun, orang-orang menahannya.

"Jangan, Nak. Bahaya. Ibumu itu sedang kerasukan setan!" ujar salah satu wali santri yang menolongnya.

"Ngeri banget sih. Di pesantren kok bisa kerasukan setan!" sahut seorang wanita yang ada di belakangnya.

Dua orang pengurus pesantren datang dan berusaha menenangkan wanita tersebut agar tidak mengamuk lagi.

Namun, kedua orang itu malah ditendang hingga terpental oleh wanita tersebut.

"Jangan ikut campur urusanku!" tegasnya dengan tatapan mata yang tajam. Lalu kembali tertawa dengan suara yang melengking. Membuat orang-orang yang ada di sekitarnya pun semakin ketakutan.

Mereka menjauh. Namun juga penasaran.

"Astaghfirullahal'adzim ... tenaganya kuat sekali," ujar salah satu pengurus pondok pada temannya sambil memegangi dadanya yang terasa sedikit sesak karena terbentur tiang yang menjadi penyangga aula.

"Panggil Ustadz Bai sekarang!" titahnya pada temannya yang baru datang untuk menolongnya.

"Tapi Ustadz Zaki bagaimana?" tanyanya cemas.

"Panggil saja. Cepat! Sebelum wanita itu semakin mengamuk dan mencelakakan yang lain!" titahnya lagi.

"I-iya, Ustadz!" Dia pun bergegas lari sambil mengangkat sarungnya menuju rumah Ustadz Bai yang ada di belakang asrama putra Al-furqan.

Kurang dari lima menit, pengurus pondok itu tiba di kediaman Ustadz Bai.

"Assalamu'alaikum, Ustadz!" ucap pengurus pondok tersebut sambil mengetuk pintu rumah Ustadz Bai dengan panik. Dia takut, wanita yang kerasukan itu semakin membabi buta dan mencelakakan yang lain.

"Assalamu'alaikum, Ustadz Bai, Mbak Ken! Ini Rahmat!" ucapnya lagi setengah berteriak. Dia pun semakin panik saat pemilik rumah tidak kunjung membuka pintu rumahnya.

"Assalamualaikum, Ustadz!" katanya lagi.

Tak berselang lama, seorang laki-laki berperawakan sedang membuka pintu rumahnya sambil membalas salam dari Rahmat. "Wa'alaikumsalam. Ada apa, Mat?" tanya laki-laki yang mengenakan kemeja hitam dipadu dengan sarung hitam. Keningnya berkerut saat dia melihat Rahmat seperti orang yang ketakutan dan panik.

"Gawat, Ustadz! Di aula ada yang kerasukan dan ngamuk-ngamuk. Ustadz Zaki dan Ustadz Haikal saja jadi korbannya dan ditendang hingga membentur tiang penyangga aula," jelas Rahmat dengan cemas.

"Astaghfirullahal'adzim. Ya sudah, kamu tolong mereka dulu. Saya segera menyusul ke aula," sahut Bai yang juga ikut panik.

"Ya sudah, Ustadz. Kalau begitu, saya pamit dulu. Assalamu'alaikum."

"Hati-hati. Wa'alaikumsalam."

Bai pun masuk lagi ke dalam rumah dan menemui istrinya yang sedang mencuci piring bekas makan siangnya tadi untuk berpamitan.

"Ada apa, Mas? Kok kayaknya buru-buru banget," tanya Ken-istri Bai-sembari mengeringkan telapak tangannya usai mencuci piring.

"Ada yang kerasukan di aula, Sayang," jawab Bai gugup. "Aku ke aula dulu, ya!" pamitnya sambil memakai peci hitam di kepalanya.

Kedua bola mata Ken melebar seketika. "Astaghfirullahal'adzim ... aku ikut, Mas! Tunggu sebentar!"

"Ya udah. Cepat, Sayang!"

Ken masuk ke dalam kamarnya mengambil khimar dan niqobnya. Lalu memasang keduanya sebelum pergi ke aula.

Mereka berdua berlari kecil menuju aula. Sesampainya di sana, dia langsung memecah kerumunan.

Kedua matanya terbelalak saat mendapati seorang wanita berjilbab cokelat yang sudah berantakan dengan gamis panjangnya dan sudah terikat pada salah satu tiang penyangga. Di sebelahnya, ada santriwati yang tengah terisak tak tega melihat ibunya diperlakukan seperti itu.

"Astaghfirullahal'adzim," desis Bai dan Ken hampir bersamaan.

"Ibu ini terpaksa kita ikat, Bai. Agar tidak mencelakakan yang lain," ujar Haikal saat melihat Bai dan Ken datang.

"Lepaskan aku!" teriak wanita itu sambil terus memberontak berusaha melepaskan diri dari ikatan yang mengikat tubuhnya. "Kalian tidak berhak mencampuri urusanku. Kecuali ... kalian sudah bosan hidup!"

Perempuan itu kembali tertawa dengan suara yang lantang. Membuat bulu kuduk meremang.

Perlahan, Bai berjalan mendekat ke arah wanita tersebut.

"Mas, hati-hati," kata Ken khawatir pada suaminya itu.

"Kamu tetap di sini!" titah Bai pada Ken yang mengangguk patuh pada suaminya.

Wanita itu terdiam sambil menatap tajam ke arah Bai yang saat ini sudah berdiri di hadapannya dengan mulut bergumam terus menyebut nama Allah dengan suara yang sangat pelan.

"Siapa kamu?" tanya wanita itu dengan tatapan nyalang. Tangannya bergerak mencoba meraih Bai, tapi tertahan karena diikat.

"Aku Bai. Hamba Allah. Siapa kamu?" Bai bertanya balik dengan tatapan mengunci.

Wanita tadi tertawa dengan keras. Lalu berhenti dan kembali menatap Bai tajam. "Jangan ikut campur urusanku!" sergahnya. Lalu membuang ludah hingga mengenai wajah Bai.

Bai pun memejamkan kedua matanya untuk meredam emosi. Ada sedikit rasa tidak terima karena diludahi. Namun, dia harus tetap sabar. Jika tidak, maka dia tidak akan bisa menyadarkan wanita tersebut.

"Rasakan itu!" Wanita itu kembali tertawa puas. "Siapa suruh mencampuri urusanku." Dia tersenyum dengan tatapan sinis.

"Mas ...."

Ken hendak mendekat ke arah Bai. Namun, laki-laki itu memberi isyarat dengan tangan kirinya agar istrinya tidak mendekat.

Ken pun menghentikan langkahnya. Meski hatinya mencemaskan suaminya. Apalagi setelah melihat lawannya.

Sungguh, dia khawatir dengan apa yang terjadi setelah ini. Karena dia yakin, lawannya kini tidak akan mudah. Dia paham itu.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Tertangkap

    “Kamu ini kenapa, Mila? Kemarin saja kamu tolak dia sampai segitunya. Kenapa sekarang malah jadi seperti ini?” tanya sang Ibu menatap anak perempuannya dengan heran.“Iya. Kenapa kamu?” sang Ayah menimpali. Heran melihat tingkah anak perempuan mereka yang seperti tergila-gila pada lelaki yang cintanya pernah ditolak putrinya mentah-mentah.Mila sendiri ayahnya seorang tentara, sehingga dia pun menginginkan jodoh yang setara dengan putrinya. Paling tidak tentara juga. Namun yang melamarnya malah hanya seorang lelaki yang membantu kakak perempuannya berjualan warteg. Jelas saja ditolak.“Pokoknya aku mau ketemu sama Mas Bimo. Aku cinta sama dia, Ma, Pa. Aku kangen banget sama dia …,” rengeknya sambil menatap wajah kedua orangtuanya yang semakin mengerutkan keningnya.“Jangan-jangan anak kita kena pelet lagi, Pa?” tebak sang Ibu dengan suara sedikit berbisik.“Ih, memang masih jaman begituan, Ma?” sang Ayah menoleh dan menatap istrinya dengan kedua alis yang hampir bersatu.“Ya masih, Pa

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Sebab Akibat

    Ajeng tidak menyangka jika sepupu lelakinya itu tega melakukan ini semua. Bahkan tega menjebloskan suaminya ke penjara hanya karena dia sakit hati pada perempuan.“Ini nggak bisa dibiarkan!” geramnya sambil mengepalkan kedua telapak tangannya.Lalu menatap Ken dan Bai bergantian dengan tatapan nanar.“Bu, ini masih belum lengkap. Masih ada satu kejahatan lagi yang sedang dia rencanakan,” katanya membuat sang Ibu mertua menatap Ken seolah menunggu kelanjutan dari ucapannya.“Apa?”“Dia sedang berencana membuat perempuan yang menolak cinta dan menghinanya itu gila atau meninggal dengan cara melakukan ritual ajian jaran goyang. Ini bahaya banget, Bu,” papar Ken serius.“Ya Rabbi! Ini benar-benar tidak bisa dibiarkan,” balasnya dengan dada bergemuruh. “Bai, cepat berikan bukti-bukti ini pada polisi agar Bimo segera ditangkap. Kalau masih dibiarkan berkeliaran, dia akan semakin mer

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Ketahuan

    Ken baru saja membuka ponselnya usai memastikan suaminya tertidur pulas. Karena seharian ini Bai nempel terus padanya, sehingga Ken tidak sempat membuk pesan khusus yang dikirim oleh Ikhsan yang isinya tentu saja bukti-bukti kejahatan Paklek Bimo.Tangannya meraih headset, kemudian dipasang di kedua telinganya. Setelahnya, diputarlah video demi video yang dikirim oleh Ikhsan. Diperdengarkan baik-baik apa yang dikatakan Paklek Bimo dalam video tersebut.“Ya Rabbi! Jahat sekali dia!” pekiknya tanpa sadar dan membuat suaminya menggeliat. Lalu membuka mata dan membuat Ken panik. Kemudian langsung mematikan layar ponselnya.“Kenapa, Sayang? Kok belum tidur?” Bai menatap istrinya dengan kening berkerut.“Eh, anu … anu … nggak. Aku … lagi lihat video ini di youtube,” jawabnya dengan gugup.“Kenapa masih lihat hp? Tidur, Sayang. Kamu harus banyak istirahat. Ingat apa kata dokter,” ujarnya mengingatkan sang Istri. “Udah … hp-nya buat besok lagi. Sekarang istirahat dulu, ya ….”Bai mengambil po

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Diinterogasi

    Beberapa wali santri menuntut kasus ini ke meja hijau. Mereka tidak rela jika anak-anaknya yang dikira menuntut ilmu agama untuk bekal kehidupannya malah terjerumus ke dalam pesantren yang mengajarkan aliran sesat.Tanpa mencari tahu terlebih dulu kebenarannya, mereka langsung melaporkan kasus ini ke kantor polisi. Dan meminta Ustadz Fathur beserta anaknya dihukum penjara.“Demi Allah, saya tidak mengajarkan ajaran sesat, Pak!” ujar Ustadz Fathur saat sudah di kantor polisi setempat. Sedang dimintai keterangan.“Tapi, kami mendapat banyak laporan jika pesantren yang ada di bawah kepemimpinan Anda ini menganut dan mengajarkan aliran sesat. Bahkan, praktik rukiyah yang dijalani selama ini sampai memakan korban. Atau jangan-jangan Anda ini dukun berkedok ustadz yang meminta bayaran mahal dari pasien-pasien Anda?”“Astaghfirullah ….” Ustadz Fathur mengembuskan napasnya dengan kasar. Dia tidak menyangka jika tuduhanny

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Berbuntut Panjang

    Perempuan yang ternyata dukun itu mengangguk. Usianya sebenarnya sudah hampir sembilan puluh tahun. Fisik aslinya sudah pasti seperti kebanyakan perempuan usia senja lainnya. Hanya saja, Mbah Trinil memakai susuk, sehingga wajahnya awet muda. Seperti usia tiga puluh tahunan.Hanya saja, jika susuknya belum diperbaharui, maka wajahnya akan berubah ke bentuk aslinya. Peot dan menyeramkan. Seperti perempuan tua yang sering Ken lihat sedang memakan janin. Pun perempuan yang sering meneror Ken di dalam mimpi.Ikhsan sendiri tercengang mendengar percakapan itu. Dia tak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Paklek Bimo. Tanpa sadar, dia melangkah mundur dan kakinya menginjak pecahan kaca yang ada di sekitar rumah Mbah Trinil itu.Seketika Ikhsan tersadar dan langsung lari mendekati sungai. Dia bersembunyi di balik pohon sambil mematikan videonya saat Mbah Trinil dan Paklek Bimo keluar rumah setelah mendengar suara tersebut.“Sepertinya ada seseorang &hell

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Kelicikan Paklek Bimo

    Ken yang baru saja hendak tidur pun dia urungkan niatnya setelah mendengar suara notifikasi khusus dari ponselnya. Dia memberikan notifikasi khusus untuk pesan dari Ikhsan, menandainya agar tidak sama dengan pesan lain.Sejenak kedua matanya melirik sang Suami yang sudah terlelap di sampingnya setelah berlayar bersama. Kemudian mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Barulah membuka pesan yang dikirim oleh Ikhsan yang kontaknya dia beri nama Ningsih.Ikhsan: Ning, Paklek Bimo pergi menuju hutan.Ikhsan juga menyertakan video berdurasi kurang dari satu menit. Meski gelap, tapi tetap kelihatan karena Paklek Bimo membawa senter. Sehingga bisa untuk penerangan Ikhsan juga.Ken: Ikuti terus, Ustadz. Ikuti ke mana pun dia pergi yang sekiranya mencurigakan. Tapi tetap hati-hati.Ken menarik napas dalam setelah mengirim balasan untuk Ikhsan. Kemudian kembali menatap layar ponsel setelah mendengar kembali suara notifikasi pesan dari Ikhsan.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status