Share

Pertarungan Hutan Bambu

Author: Falisha Ashia
last update Last Updated: 2025-05-13 21:08:32

Mendengar Rajendra menyetujui taruhan yang diajukannya, pengawal Kepala Desa Arwan yang ikut bersama rombongan langsung angkat bicara.

“Rajendra, mohon maaf sebelumnya. Namun, taruhan sebesar itu seharusnya dibicarakan terlebih dahulu dengan Kepala Desa Arwan. Anda tidak memiliki wewenang penuh untuk memutuskan hal sebesar ini,” kata pria berbadan gempal itu.

Asmaran menatap pengawal itu dengan sebelah alis terangkat. Kemudian dia mengembalikan pandangan kepada Rajendra.

“Oh, jadi kamu bukan pemimpin desa ini? Tapi kenapa kamu bertindak seolah-olah kamulah yang berkuasa atas mereka?” tanya Asmaran dengan nada mengejek.

“Ya, benar. Aku memang bukan pemimpin desa. Namun, aku adalah salah satu orang yang dipercaya untuk menjaga keamanan di sini,” jawab Rajendra dengan tenang namun tegas.

Kemudian, ia kembali menatap Asmaran dengan tajam. “Kembali lagi padamu, Asmaran. Jadi, kau mau bertarung atau tidak? Karena terlepas dari taruhan konyol itu, kau sudah berani meneror anak buahku, dan ak
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Merajuk

    Sebelum berbicara lebih lanjut dengan Surapati, Rajendra mengalihkan pandangannya ke arah pintu rumah.“Kirana, Ranjani, bisakah kalian masuk ke dalam sebentar?” pintanya dengan nada lembut namun mengandung perintah.Tanpa bertanya lebih lanjut, Kirana dan Ranjani menuruti permintaan Rajendra. Mereka berdua melangkah masuk ke dalam rumah, meninggalkan Rajendra bersama Surapati dan beberapa pengikut setia di luar.Di dalam rumah, Ranjani tampak tidak senang dengan keputusan Rajendra menyuruhnya masuk. Ia melipat kedua tangannya di dada, ekspresi wajahnya menunjukkan kekesalan.“Kenapa Yang Mulia menyuruh kita masuk? Padahal aku juga ingin mendengar apa yang dibicarakan di luar,” gerutu Ranjani kepada Kirana yang sedang duduk tenang di tepi ranjang.Kirana tersenyum lembut, berusaha menenangkan gejolak hati madunya. “Mungkin Pangeran punya alasan tersendiri, Sayang. Mungkin beliau ingin membicarakan strategi yang lebih rahasia, atau mungkin beliau hanya ingin kita beristirahat dan tidak

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Mengalah

    Amarah Suryakusuma membakar suasana yang tadinya mulai mereda. Dengan nada penuh dengki, ia kembali mendesak Kepala Desa Arwan untuk menolak keberadaan Asmaran di desa mereka.“Jangan dengarkan omong kosongnya, Kepala Desa! Orang itu adalah monster! Dia bisa dengan mudah membunuh siapa saja yang menghalanginya! Kita tidak bisa membiarkan seorang pembunuh tinggal di tengah-tengah kita!” ucap Suryakusuma dengan berapi-api.Tidak hanya itu, Suryakusuma juga berusaha memanfaatkan kesempatan ini untuk menyingkirkan Rajendra dari desa Gunung Jaran.“Selain itu, Kepala Desa, kita juga harus mengusir Rajendra dari desa ini! Sejak kedatangannya, dia hanya membawa masalah dan melakukan hal-hal yang merugikan ketenangan penduduk desa! Dia melanggar pantangan, membawa orang asing yang menebang bambu keramat, dan sekarang malah melindungi seorang pembunuh!” lanjutnya.Arwan menghela napas, berusaha mempertahankan ketenangannya di hadapan amarah Suryakusuma.“Juragan Suryakusuma, kamu harus melihat

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Bukan Ancaman

    Bola mata Asmaran bergetar hebat, seolah jiwanya baru saja terusik dari tidur panjang. Setiap kata yang diucapkan Kepala Desa Arwan bagaikan palu godam yang menghantam dinding pertahanannya.Semua yang dikatakan Arwan adalah kebenaran yang selama ini terkubur dalam pekatnya ingatan. Ya, dialah Sundra, bocah kecil yang gemar bermain seruling di bawah rindangnya pohon beringin desa Tanara.Asmaran menatap wajah Arwan lekat-lekat, berusaha keras memutar kembali roda ingatannya yang berkarat. Sosok Arwan terasa familiar, seperti bayangan mimpi yang samar. Namun, ia tak mampu menangkap detailnya, tak mampu mengaitkan wajah berkeriput di hadapannya dengan kenangan masa kecilnya yang buram.“Kepala Desa mengatakan kalau aku adalah sepupumu…” suara Asmaran tercekat, penuh keraguan dan harapan yang bercampur aduk.“Sepupu yang mana? Kamu … kamu anaknya siapa?” tanya Asmaran dengan nada lirih.Raut wajah Arwan seketika berseri-seri, bagai mentari pagi yang menyinari embun. Dugaan hatinya terny

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Mengenalnya

    Wira, dengan api dengki membara di dadanya, menghampiri Karta yang sempat berapi-api saat tadi pagi. Jadi Wira bepikir kalau dia mudah dipengaruhi.“Paman Karta, sadarlah! Orang yang dibawa Rajendra itu adalah iblis yang menyamar menjadi Rorok Latar! Rajendra pasti sudah kehilangan akal sehatnya karena berani membawa makhluk terkutuk itu ke desa kita!” bisik Wira penuh racun.Karta, yang pikirannya masih kalut oleh teror Rorok Latar, langsung termakan hasutan Wira. Kemarahan dan kekesalan membuncah dalam dirinya.“Benar kata Wira! Rajendra benar-benar ingin membawa kutukan ke desa ini! Semua tindakannya aneh dan mencurigakan!” geram Karta.“Tentu saja dia ingin kita semua mendapat masalah besar! Dia ingin membuat kita tidak betah tinggal di sini,” timpal Wira, semakin gencar memprovokasi.“Tujuannya jelas, Paman Karta! Dia ingin menguasai Desa Gunung Jaran!” lanjutnya.Mata Karta memerah oleh amarah yang baru tumbuh. “Kurang ajar! Orang seperti itu harus diusir dari desa ini secepatny

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Mereka Mati[?]

    Seketika, kepanikan melanda kerumunan penduduk desa. Bayangan tentang sosok iblis berwujud manusia yang sangat kuat memenuhi benak mereka. Bisikan-bisikan ketakutan mulai terdengar di antara kerumunan.“Jangan bermain-main, Juragan Suryakusuma. Jangan menakut-nakuti penduduk desa dengan cerita yang tidak masuk akal!” tegur Kepala Desa Arwan dengan nada tidak percaya, meskipun raut wajahnya juga menunjukkan kekhawatiran.Dengan wajah pucat pasi dan keringat dingin mengucur deras di pelipisnya, Suryakusuma menunjuk dengan gemetar ke arah mayat anak buahnya yang sedang digotong oleh beberapa orang.“Kau lihat sendiri, Kepala Desa! Anak buahku mati! Bagaimana mungkin aku bermain-main dengan hal seperti ini? D-dia benar-benar iblis!” ucap Suryakusuma dengan suara yang bergetar.Suryakusuma terlihat seperti orang yang kerasukan. Tanpa menghiraukan pertanyaan Kepala Desa Arwan, ia berjalan cepat menuju rumahnya sambil berteriak histeris, “Semuanya masuk ke rumah! Cepat! Kalau tidak mau menja

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Alasan Asmaran

    Kenangan masa lalu itu bagaikan duri yang mencabik-cabik hati Asmaran. Setiap detailnya terasa begitu menyakitkan, membuatnya terdiam sejenak, menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya memulai ceritanya dengan suara lirih.“Desa Tanara…” Asmaran memulai, suaranya bergetar oleh emosi yang tertahan.“Desa itu bertetangga dengan desa kalian. Letaknya lebih rendah dari Gunung Jaran. Dulu, aku tinggal di sana. Tapi … aku tidak disukai oleh penduduknya. Mereka semua menuduhku sebagai pembawa ilmu hitam, hanya karena aku suka bermain seruling. Kata mereka, nada serulingku membuat bulu kuduk berdiri, pertanda buruk,” terang Asmaran.Rajendra mendengarkan dengan saksama, mencoba memahami alur cerita Asmaran.“Terus, bagaimana? Apa kau diusir dari sana?” tanya Rajendra dengan nada prihatin.Asmaran mengangguk perlahan, matanya berkaca-kaca. “Ya. Aku dituduh sebagai dukun ilmu hitam, dianggap gila karena suka membuat barang-barang aneh menurut pandangan mereka. Aku diusir, diseret keluar desa s

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Sumpah Setia

    Asmaran berdiri tegak dengan pedang besinya yang berkilauan tertimpa cahaya matahari yang menembus celah-celah rimbunnya bambu.Ekspresi wajah Asmaran menunjukkan superioritas mutlak, seolah kemenangan sudah berada di genggamannya. Ia memandang Rajendra yang kini tanpa senjata dengan tatapan merendahkan.Dari balik pepohonan, anak buah Rajendra menyaksikan kejadian itu dengan hati mencelos. Kecemasan terpancar jelas di wajah Tama, Sarta, Banyu dan yang lainnya. Mereka menggenggam erat pedang masing-masing, merasa tidak berdaya melihat tuan mereka dalam bahaya.Tanpa ragu, Tama bergerak maju, melangkah tegap di depan Rajendra. Pedangnya terhunus, siap melindungi tuannya dari ancaman Asmaran. Sarta dan Banyu pun menyusul di samping Tama, membentuk barisan pertahanan terakhir dengan pedang terangkat.“Jangan sentuh Tuan Rajendra sebelum kau melewati mayatku!” tantang Tama dengan suara bergetar namun penuh tekad, matanya menantang Asmaran.Asmaran tertawa terbahak-bahak, suaranya menggema

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Pertarungan Hutan Bambu

    Mendengar Rajendra menyetujui taruhan yang diajukannya, pengawal Kepala Desa Arwan yang ikut bersama rombongan langsung angkat bicara.“Rajendra, mohon maaf sebelumnya. Namun, taruhan sebesar itu seharusnya dibicarakan terlebih dahulu dengan Kepala Desa Arwan. Anda tidak memiliki wewenang penuh untuk memutuskan hal sebesar ini,” kata pria berbadan gempal itu.Asmaran menatap pengawal itu dengan sebelah alis terangkat. Kemudian dia mengembalikan pandangan kepada Rajendra.“Oh, jadi kamu bukan pemimpin desa ini? Tapi kenapa kamu bertindak seolah-olah kamulah yang berkuasa atas mereka?” tanya Asmaran dengan nada mengejek.“Ya, benar. Aku memang bukan pemimpin desa. Namun, aku adalah salah satu orang yang dipercaya untuk menjaga keamanan di sini,” jawab Rajendra dengan tenang namun tegas.Kemudian, ia kembali menatap Asmaran dengan tajam. “Kembali lagi padamu, Asmaran. Jadi, kau mau bertarung atau tidak? Karena terlepas dari taruhan konyol itu, kau sudah berani meneror anak buahku, dan ak

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Taruhan Menarik

    Suryakusuma mendekati anak panah yang tertancap di pohon dengan langkah ragu. Matanya memicing, mencoba memahami keanehan benda itu.“Apa maksudnya dengan anak panah besi ini, Pangeran?” tanya Suryakusuma dengan nada bingung.“Tidak ada yang perlu dipikirkan, Juragan,” jawab Rajendra dengan singkat. “lebih baik kita segera mencari keberadaan orang yang telah melakukan semua ini.”Tanpa menunggu jawaban Suryakusuma, Rajendra langsung melangkahkan kakinya, diikuti oleh Tama dan para pengikutnya yang lain. Suryakusuma dan anak buahnya mau tidak mau mengikuti dari belakang.Rajendra terus mengikuti jejak kaki kecil yang terlihat samar di tanah hutan. Jejak itu membawanya hingga ke tepi sebuah lembah yang cukup curam, tempat di mana semalam sosok bertopeng itu menghilang.“Di mana orang itu, Rajendra? Ini sudah di ujung hutan,” tanya Suryakusuma dengan nada tinggi dan penuh keraguan.Rajendra tidak menjawab. Ia sibuk mengamati sekeliling, mencari tanda-tanda ke mana sosok itu mungkin melar

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status