“Hei, kenapa malah melamun?” Felicity bertanya.
Ayleen menelan ludah dan tersenyum canggung, mencoba menenangkan diri setelah dia teringat kejadian di masa lalunya itu.
Jasper berkata, “Oh, dia mungkin sedang memikirkan topik skripsi miliknya.” Ayleen hanya diam, memilih untuk menatap dua orang itu secara bergantian. “Itu masih lama, tidak perlu dipikir dulu,” kata Felicity. “Benar, ya kecuali kamu ingin segera lulus dan pergi dari kampus ini,” timpal Jasper. Ayleen tersenyum dan hanya berkata, “Hm, aku lapar.” Jasper tertawa geli, “Sebentar aku panggil Eliza dulu.” Setelah mereka semuanya berkumpul, keempat mahasiswa itu pun berjalan menuju kantin. Ayleen tidak berhenti berulang kali melihat mereka, seakan tidak ingin bila dia terbangun dan menyadari semuanya hanyalah mimpi. Memang ide tentang kemungkinan besar jika semua yang dia alami sekarang ini mungkin berkaitan dengan perjalanan waktu, tapi tetap saja dia tidak tahu kapan dia kembali ke masa depan. Omong-omong soal masa depan, apa sekarang sedang berjalan? Ini dimensi lain atau apa jangan-jangan ini bukan perjalanan waktu, melainkan mimpi di saat aku sedang sekarat? Ayleen berpikir keras. “Hm, benar. Banyak orang yang sedang koma bisa mengalami hal-hal seperti ini. Apa aku … juga termasuk ke dalam orang itu?” gumam Ayleen pelan yang ternyata didengar oleh Jasper. “Koma? Siapa yang koma?” Jasper bertanya. Ayleen menggelengkan kepala dengan cepat. “Tolong pesankan aku sekalian.” Jasper mengangguk dan bergegas menuju ke arah stan yang menyediakan berbagai hidangan yang membuat para mahasiswa yang berada di sana meneteskan air liur. Ayleen duduk bersama dengan dua sahabat baiknya yang masing-masing dari mereka sedang melakukan kegiatan. Felicity sedang membaca majalah, sedangkan Elizabeth tampak bermain dengan ponselnya. Hm, aku tidak tahu sampai kapan ini berjalan, tapi jika memang aku harus berada di sini untuk sementara waktu, itu artinya aku harus kembali beradaptasi, Ayleen berkata dalam hati. Secepat kilat Ayleen mengambil ponsel miliknya dan mulai memeriksanya. Ternyata tidak ada yang menarik di dalam ponselnya itu. “Oh iya, di tahun ini aku … belum berkenalan dengan laki-laki manapun,” kata Ayleen pelan. Elizabeth yang mendengarnya pun langsung terkikik, “Ya makanya jangan di perpustakaan terus." “Iya, benar. Kamu harus pergi ke tempat lain, Sayangku,” kata Felicity yang sudah menutup majalah fashion favoritnya. Ayleen membalas, “Apa hubungannya perpustakaan dengan tidak berkenalan dengan laki-laki?” Jasper sudah kembali dan duduk di kursi yang kosong, tapi tampak tidak berniat untuk ikut menimpali percakapan mereka. Elizabeth mendecakkan lidah, “Tentu saja ada. Memangnya ada pria tampan di sana?” “Ada,” Ayleen menjawab cepat. Felicity menguap, “Maksudmu pria berkacamata tebal dengan dandanan kutu buku, begitu?” “Atau … petugas perpustakaan?” sahut Elizabeth dengan gemas. Ayleen membuang napas dengan sebal, “Tentu saja bukan. Tadi saja aku bertemu dengan pria tampan.” “Tidak perlu berbohong,” kata Jasper yang dengan santai mengunyah keripik kentang yang baru saja dia buka. Ayleen menaikkan alis, “Apa maksudmu?” Jasper menyeringai dengan penuh percaya diri, “Pria tampan seperti aku, tidak akan muncul di perpustakaan.” Ayleen mendengus, sementara Elizabeth memutar bola matanya malas. Saat Ayleen menoleh ke arah kanan, secara spontan dia berkata, “Itu dia.” Ketiga sahabat Ayleen memutar arah pandang mereka secara bersamaan. “Aku bertemu dengannya di perpustakaan,” kata Ayleen seraya tetap menatap ke arah Sea Finley yang sedang mengernyitkan dahi. Tapi Ayleen tiba-tiba menyadari sesuatu lagi. Tunggu dulu! Mengapa aku bisa sering bertemu dengannya? Apa mungkin dulu aku memang sering bertemu dengan dia tapi aku tidak menyadarinya? Tapi, bagaimana bisa? Seingatku saat peresmian kemarin Sea bilang “senang akhirnya bisa bertemu denganku”? Bukankah itu artinya aku dan dia baru saja bertemu pada saat itu? Ayleen berpikir serius. Felicity, Jasper dan Elizabeth yang memperhatikan arah pandang gadis itu sontak mendesah pelan. “Ayolah, Leen. Lupakan saja!” kata Elizabeth. Ayleen mengernyitkan dahi, “Lupakan apa?” Jasper menggerakkan mata ke arah Sea yang saat itu sudah duduk di meja bersama dengan beberapa orang yang mungkin temannya satu jurusan. “Hah?” Ayleen melongo. Felicity mengedipkan sebelah mata, “Kamu … naksir Sea?” Ayleen membelalakkan mata, “Apa? Tentu saja tidak.” Ayleen hampir saja akan mengatakan jika dia telah menikah dan sudah memiliki seorang putri. Tapi, dia berhasil mengontrol mulutnya ketika dia tahu ketiga sahabatnya itu pasti akan menganggapnya tidak waras. Ingat, saat ini dia sedang berada di tahun 2015, masa di mana dia masih menjadi mahasiswa tingkat tiga jurusan sastra Inggris di University of Stone Hill. Maka, dia segera mengubah pertanyaannya dengan bertanya, “Kamu kenal dia?” Ah, itu pertanyaan bodoh. Sea Finley adalah salah satu aktor yang sangat terkenal, seperti yang Melody katakan. Eh, tapi itu tahun 2025. Sekarang tahun 2015, apa dia juga terkenal di tahun ini? Ayleen bertanya-tanya di dalam hati. “Siapa yang tidak mengenal dia, Ayleen? Kamu ini … astaga!” ucap Elizabeth dengan alis terangkat. Ayleen seketika membalas, “Maksudmu dia juga terkenal? Seperti … artis? Dia sudah mengikuti dunia modeling? Dia-” “Heh, apa yang kamu katakan?” potong Felicity tidak sabar. Jasper juga menanggapi, “Kamu tadi bilang dia … artis? Oh, ayolah. Jangan membuatku ingin tertawa, Ayleen!” Elizabeth tertawa jahat, “Benar. Lihatlah dia! Dia memang sangat tampan, tapi … melihat ekspresi kakunya yang seperti batu itu bagaimana bisa dia menjadi artis?” Ayleen terpana mendengarnya. Dia menatap ketiga sahabat baiknya dengan tatapan aneh. Kalau kalian tahu di masa depan dia benar-benar menjadi aktor yang sangat terkenal, kalian pasti tidak akan mungkin mengejeknya seperti ini, Ayleen membatin. Tapi, seolah dia masih ingat bahwa ada satu pertanyaan yang belum dijawab oleh mereka, Ayleen berkata lagi, “Lantas, mengapa kalian bilang dia itu terkenal?”“Dia itu kapten tim basket kampus kita. Bagaimana bisa dia tidak terkenal?” jelas Felicity. Ayleen lagi-lagi dibuat tidak bisa berkata-kata mendengar fakta tentang Sea yang belum pernah dia tahu itu. Oh, mendapati Sea Finley ternyata berkuliah di universitas yang sama dengan dirinya saja sudah merupakan sebuah kejutan besar baginya. Lalu, sekarang dia mendapatkan sebuah fakta lain. Sea Finley sudah terkenal di zaman itu. Lantas, mengapa dia bisa tidak tahu? Aduh, semakin memikirkan semua itu, Ayleen semakin tidak berdaya. Kemungkinan besar dirinya di masa lalu terlalu berfokus dengan pendidikannya sehingga dia tidak terlalu peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Ah, dia pun merasa sedikit menyesal dia tidak tahu tentang Sea. Andai kata dia tahu dan ingat bahwa pria itu juga merupakan lulusan dari kampus yang sama dengannya, dia tidak akan terlalu canggung bertemu dengannya saat pengumuman difilm-kan salah satu novelnya malam itu. Dia ingat kejadian malam itu lagi dan
“Hei, kenapa malah melamun?” Felicity bertanya.Ayleen menelan ludah dan tersenyum canggung, mencoba menenangkan diri setelah dia teringat kejadian di masa lalunya itu. Jasper berkata, “Oh, dia mungkin sedang memikirkan topik skripsi miliknya.” Ayleen hanya diam, memilih untuk menatap dua orang itu secara bergantian. “Itu masih lama, tidak perlu dipikir dulu,” kata Felicity. “Benar, ya kecuali kamu ingin segera lulus dan pergi dari kampus ini,” timpal Jasper. Ayleen tersenyum dan hanya berkata, “Hm, aku lapar.” Jasper tertawa geli, “Sebentar aku panggil Eliza dulu.” Setelah mereka semuanya berkumpul, keempat mahasiswa itu pun berjalan menuju kantin. Ayleen tidak berhenti berulang kali melihat mereka, seakan tidak ingin bila dia terbangun dan menyadari semuanya hanyalah mimpi. Memang ide tentang kemungkinan besar jika semua yang dia alami sekarang ini mungkin berkaitan dengan perjalanan waktu, tapi tetap saja dia tidak tahu kapan dia kembali ke masa depan. Omong-omong soal mas
Ayleen yang masih belum bisa menerima semuanya kembali menemukan sebuah ponsel tipe lama, “N15.” Dia menunda untuk melihat-lihat isi ponsel itu dan segera memasukkan semua barang-barangnya ke dalam loker lagi. “Aku harus memastikan sesuatu lagi,” gumamnya. Dengan cepat dia pergi ke toilet yang letaknya tidak jauh dari loker perpustakaan itu. Dia pun hanya bisa mematung saat melihat pantulan wajahnya di depan cermin. Dengan tangan gemetar dia menyentuh pipi, hidung dan rambutnya, “Ini benar-benar aku. Aku di tahun … 2015. Tapi … bagaimana bisa?” Dia tertawa bodoh, “Perjalanan waktu? Ya Tuhan, bukankah itu hanya dalam novel?” Dia menggelengkan kepala lagi dan berkata, “Tapi … ini seperti nyata.” Oh, kepalanya serasa ingin meledak. Dia benar-benar sangat kebingungan. “Tunggu sebentar, jika memang aku kembali ke masa lalu. Itu artinya ….” Dia tidak sempat berpikir dan terburu-buru ke luar dari toilet. Karena kecerobohannya itu dia pun menabrak seseorang yang baru saja masuk ke dal
Tabrakan itu sangatlah cepat hingga banyak yang masih terbengong-bengong ketika melihatnya. Namun, begitu sadar apa yang sedang terjadi, orang-orang yang berada di sekitar area itu langsung menghampiri titik tempat terjadinya kecelakaan itu dan segera memberikan pertolongan pertama pada korban. Beberapa korban yang terlibat dalam kecelakaan langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat, salah satu dari korban itu adalah Ayleen Hazel. Sayangnya, pihak rumah sakit menyatakan Ayleen tidak bisa diselamatkan dan tewas akibat luka yang parah. Headline news pun dipenuhi oleh berita kecelakaan tragis yang merenggut nyawa penulis muda itu. Begitu banyak yang merasa kehilangan, termasuk seorang pria yang duduk dengan tangan memegang bunga putih sambil menatap jenazah Ayleen. “Maafkan aku, seharusnya … aku lebih cepat,” ucap pria itu. *** Sementara itu Ayleen Hazel yang di tahun 2025 dinyatakan meninggal dunia, tiba-tiba saja membuka matanya dan langsung merasa sinar matahari menyakiti matan
Mei 2025,The Grandmoon negara S“Terima kasih … The Star and the Wind,” Ayleen Hazel berkata sembari menyebutkan nama bukunya yang telah diiumumkan akan difilm-kan.Dia mengerling ke arah kanan, tempat di mana para aktor dan aktris sedang diwawancarai oleh wartawan dari berbagai media. Tiba-tiba dahinya mengerut saat dia menatap salah satu aktor yang merupakan pemeran utama laki-laki di dalam novelnya.“Wah! Sea Finley memang sangat cocok memerankan karakter ‘Ian Hasting’,” puji Ayleen jujur. Ayleen mendadak membeku di tempatnya berdiri, di saat sang aktor yang sedang ditatapnya itu menoleh ke arahnya.Segera saja Ayleen mengalihkan perhatiannya dan berpura-pura tidak melihat ke arah aktor tampan itu, seakan tidak ingin tertangkap sedang melakukan hal yang tidak pantas dengan memandangi pria menawan itu.Melody Gigs, sang editor yang sekaligus teman dekatnya mendekat kepadanya menawarkan sebuah tumpangan kepadanya, tapi sang penulis berbakat itu menolaknya dengan halus.Dia buru-bu