Ayleen yang masih belum bisa menerima semuanya kembali menemukan sebuah ponsel tipe lama, “N15.”
Dia menunda untuk melihat-lihat isi ponsel itu dan segera memasukkan semua barang-barangnya ke dalam loker lagi. “Aku harus memastikan sesuatu lagi,” gumamnya. Dengan cepat dia pergi ke toilet yang letaknya tidak jauh dari loker perpustakaan itu. Dia pun hanya bisa mematung saat melihat pantulan wajahnya di depan cermin. Dengan tangan gemetar dia menyentuh pipi, hidung dan rambutnya, “Ini benar-benar aku. Aku di tahun … 2015. Tapi … bagaimana bisa?” Dia tertawa bodoh, “Perjalanan waktu? Ya Tuhan, bukankah itu hanya dalam novel?” Dia menggelengkan kepala lagi dan berkata, “Tapi … ini seperti nyata.” Oh, kepalanya serasa ingin meledak. Dia benar-benar sangat kebingungan. “Tunggu sebentar, jika memang aku kembali ke masa lalu. Itu artinya ….” Dia tidak sempat berpikir dan terburu-buru ke luar dari toilet. Karena kecerobohannya itu dia pun menabrak seseorang yang baru saja masuk ke dalam area toilet. “Ma-maaf,” ucap Ayleen terbata. Orang yang ditabraknya pun mendesah pelan dan menjawab singkat, “Hm.” Ayleen begitu lega karena orang itu tidak mempermasalahkannya. Tapi saat dia melihat wajah orang itu, dia pun melongo kaget. “Sea?” Ayleen memanggil pria itu tanpa sadar. Pria itu pun menoleh dan bertanya dengan alis berkerut, “Ya? Ada apa?” Ayleen menelan ludah, “Oh, tidak. Tidak ada apa-apa.” Dia menggelengkan kepala dan tersenyum kikuk lalu bergegas pergi dari area toilet. Ketika dia sudah masuk ke dalam area perpustakaan dalam lagi, keningnya berkerut. “Sea Finley juga mahasiswa di sini? Aku baru tahu,” kata Ayleen masih terlihat terkejut. Tetapi, dia mengenyahkan pikiran tentang pria yang di tahun 2025 akan memerankan salah satu karakter dalam novelnya. Wanita berusia 30 tahun tapi berada di tubuh gadis muda itu bergumam, “Oh, jika ini sungguh-sungguh tahun 2015 dan aku sedang melakukan perjalanan waktu … itu artinya semua itu … belum terjadi.” Dia bersandar pada dinding, “Aku belum bertemu dengan Liam, belum menikah, belum … melahirkan Lunara. Belum kecelakaan.” Dia menghela napas lelah dan kembali berpikir lagi, “Mungkinkah ini … jika benar begitu, apa memang semua itu bisa diubah?” “Tapi jika diubah, bagaimana dengan Lunara?” ucapnya pelan. Hatinya tiba-tiba menjadi perih. Ah, dia sangat merindukan putrinya yang lucu itu. Mendadak air matanya kembali turun dengan derasnya. Sampai-sampai dia jatuh terduduk karena merasa pilu. Dia tidak peduli tatapan beberapa orang yang melihat dirinya yang sedang menangis itu. “Kamu … senang diperhatikan ya?” celetuk seseorang dari arah belakangnya. Tanpa menyeka air matanya, Ayleen menoleh dan langsung melotot kaget. Sea Finley lagi? Dilihatnya Sea berjongkok dan memberinya sebuah sapu tangan berwarna putih, “Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi padamu, tapi … menangis di dalam area perpustakaan itu bisa mengganggu orang lain.” Ayleen terbengong-bengong tapi begitu menyadari apa yang dikatakan oleh Sea, dia cepat-cepat menyeka air matanya dengan memakai sapu tangan milik Sea. Sementara Sea sudah berdiri dan sebelum pergi berkata, “Jangan duduk di situ! Orang-orang akan kesulitan berjalan ke bagian rak 10.” Mendengar hal itu, Ayleen segera berdiri dan melihat sekeliling. Dia pun menjadi sangat malu. Namun, begitu dia menoleh ke arah orang yang memberinya sapu tangan itu, orang itu sudah tidak ada di sana. Ayleen bergumam dengan penuh rasa heran, “Tunggu dulu. Kenapa aku tidak ingat kalau aku pernah berinteraksi dengan Sea di kampus ini?” “Apa mungkin ini … kejadian baru?” pikir Ayleen. Tetapi, ternyata dia tidak sempat memikirkan hal itu lebih lanjut saat itu karena tiba-tiba saja punggungnya di tepuk. Saat Ayleen berbalik, dia kembali dibuat terkejut ketika melihat dua orang sahabat lamanya yang lain. “Jasper. Feli.” Jasper membalas jengkel, “Kenapa kamu dan Eliza lama sekali?” Felicity memasang ekspresi merengut, “Aku sudah sangat lapar, Leen. Eliza bilang dia hanya sebentar saja tadi mencarimu.” “Tapi … ini sudah hampir tiga puluh menit kami menunggu kaya orang bodoh di depan,” sahut Jasper. Ayleen yang masih belum pulih dengan rasa terkejutnya hanya menatap kedua sahabat baiknya itu dengan penuh kerinduan. Jasper. Pria itu adalah sahabat baiknya sejak dirinya berada di sekolah menengah atas. Dia dan Jasper sangat menyukai sastra dan akhirnya memutuskan untuk berkuliah di kampus yang sama. Sebelum dia menikah dengan Liam, Jasper mendadak memblokir nomor ponselnya. Dia pun tidak mengerti alasan pria itu melakukannya. Sementara Felicity adalah seorang sahabat baiknya yang dia mulai kenal sejak dia mengikuti salah satu kegiatan ekstra jurusan. Gadis itu pun juga menghindarinya sebelum dia menikah dengan Liam. Semakin lama Ayleen mulai berpikir lebih dalam, dia juga mulai terheran-heran. Kalau dipikir-pikir, aku kehilangan mereka semua sebelum aku menikah dengan Liam. Kenapa bisa begitu? Apa mungkin semua ini berkaitan? Tapi … bagaimana bisa? Ayleen berkata dalam hati. Ayleen mencoba meresapi segalanya, memikirkan segala bentuk kemungkinan.Akan tetapi, semakin dia berpikir dia semakin menyadari bahwa semua sahabat baiknya itu menghilang di saat jelang pernikahannya dengan Liam.
Maka, pada saat hari bahagianya itu tidak ada satu pun dari keempat sahabat baiknya yang ada dan mendampinginya.
Sebuah kilasan ingatan tiba-tiba saja muncul di kepalanya.
2019, Hari Pernikahan Ayleen
“Ayleen, kamu cantik sekali!” puji Natasha dengan tatapan berbinar.
Ayleen menoleh dan tersenyum tapi hal itu hanya berlangsung sesaat. Senyumnya langsung memudar saat dia melihat Natasha yang merapikan tatanan rambutnya yang ditata menawan dengan sebuah bandana berhiaskan mutiara kecil-kecil yang cantik.
Ayleen melirik gaun putih milik Natasha yang jelas lebih mewah dan elegan dibandingkan miliknya.
“Kamu … sangat cantik!” pujian itu terbit di bibir Ayleen begitu dia melihat sapuan make-up Natasha yang terlihat natural tapi memikat.
Natasha tertawa kecil, “Ah, tentu saja tidak. Kamu lebih cantik, lihat saja di cermin.”
Namun, begitu dia menatap ke arah cermin lagi di mana ada dua pantulan manusia di sana, satu dirinya dan satu lainnya adalah Natasha, Ayleen memaksakan diri untuk tersenyum.
“Tidak, kamu lebih cantik,” ucap Ayleen tidak mau berbohong.
Natasha mengibaskan tangan dan tersenyum lalu berkata dengan nada suara yang rendah, “Kamu cantik. Kalau tidak, mengapa Liam menikahimu?”
Mendengar hal itu Ayleen seketika tersenyum.
Natasha ikut tersenyum, “Lihatlah! Saat kamu tersenyum kamu terlihat sangat cantik. Ah, Liam pasti semakin tergila-gila denganmu!”
Wajah Ayleen memerah mendengarnya.
Tetapi, tiba-tiba wajahnya kembali menjadi muram dan hal itu tidak luput dari perhatian Natasha.
Gadis muda itu bertanya, “Ada apa dengan wajahmu?”
Ayleen menggelengkan kepala, “Aku hanya teringat pada teman-teman kuliahku.”
“Aku … tidak bisa menghubungi mereka untuk mengatakan hari pernikahanku. Rasanya sedih mereka tidak ada di sini,” tambah Ayleen.
Natasha mendesah pelan, “Astaga, Ayleen! Mengapa kamu memikirkan teman-teman yang tidak peduli kepadamu itu? Mereka sudah menghilang kan? Ya … itu artinya mereka tidak mau berteman denganmu lagi.”
“Tapi, Nat. Mereka-”
“Cukup, Ayleen. Lagipula, sudah ada aku di sini. Apa aku saja tidak cukup menjadi temanmu? Mengapa kamu membutuhkan teman lain?” Natasha memotong ucapan Ayleen dan menatapnya dengan tatapan dingin.
“Dia itu kapten tim basket kampus kita. Bagaimana bisa dia tidak terkenal?” jelas Felicity. Ayleen lagi-lagi dibuat tidak bisa berkata-kata mendengar fakta tentang Sea yang belum pernah dia tahu itu. Oh, mendapati Sea Finley ternyata berkuliah di universitas yang sama dengan dirinya saja sudah merupakan sebuah kejutan besar baginya. Lalu, sekarang dia mendapatkan sebuah fakta lain. Sea Finley sudah terkenal di zaman itu. Lantas, mengapa dia bisa tidak tahu? Aduh, semakin memikirkan semua itu, Ayleen semakin tidak berdaya. Kemungkinan besar dirinya di masa lalu terlalu berfokus dengan pendidikannya sehingga dia tidak terlalu peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Ah, dia pun merasa sedikit menyesal dia tidak tahu tentang Sea. Andai kata dia tahu dan ingat bahwa pria itu juga merupakan lulusan dari kampus yang sama dengannya, dia tidak akan terlalu canggung bertemu dengannya saat pengumuman difilm-kan salah satu novelnya malam itu. Dia ingat kejadian malam itu lagi dan
“Hei, kenapa malah melamun?” Felicity bertanya.Ayleen menelan ludah dan tersenyum canggung, mencoba menenangkan diri setelah dia teringat kejadian di masa lalunya itu. Jasper berkata, “Oh, dia mungkin sedang memikirkan topik skripsi miliknya.” Ayleen hanya diam, memilih untuk menatap dua orang itu secara bergantian. “Itu masih lama, tidak perlu dipikir dulu,” kata Felicity. “Benar, ya kecuali kamu ingin segera lulus dan pergi dari kampus ini,” timpal Jasper. Ayleen tersenyum dan hanya berkata, “Hm, aku lapar.” Jasper tertawa geli, “Sebentar aku panggil Eliza dulu.” Setelah mereka semuanya berkumpul, keempat mahasiswa itu pun berjalan menuju kantin. Ayleen tidak berhenti berulang kali melihat mereka, seakan tidak ingin bila dia terbangun dan menyadari semuanya hanyalah mimpi. Memang ide tentang kemungkinan besar jika semua yang dia alami sekarang ini mungkin berkaitan dengan perjalanan waktu, tapi tetap saja dia tidak tahu kapan dia kembali ke masa depan. Omong-omong soal mas
Ayleen yang masih belum bisa menerima semuanya kembali menemukan sebuah ponsel tipe lama, “N15.” Dia menunda untuk melihat-lihat isi ponsel itu dan segera memasukkan semua barang-barangnya ke dalam loker lagi. “Aku harus memastikan sesuatu lagi,” gumamnya. Dengan cepat dia pergi ke toilet yang letaknya tidak jauh dari loker perpustakaan itu. Dia pun hanya bisa mematung saat melihat pantulan wajahnya di depan cermin. Dengan tangan gemetar dia menyentuh pipi, hidung dan rambutnya, “Ini benar-benar aku. Aku di tahun … 2015. Tapi … bagaimana bisa?” Dia tertawa bodoh, “Perjalanan waktu? Ya Tuhan, bukankah itu hanya dalam novel?” Dia menggelengkan kepala lagi dan berkata, “Tapi … ini seperti nyata.” Oh, kepalanya serasa ingin meledak. Dia benar-benar sangat kebingungan. “Tunggu sebentar, jika memang aku kembali ke masa lalu. Itu artinya ….” Dia tidak sempat berpikir dan terburu-buru ke luar dari toilet. Karena kecerobohannya itu dia pun menabrak seseorang yang baru saja masuk ke dal
Tabrakan itu sangatlah cepat hingga banyak yang masih terbengong-bengong ketika melihatnya. Namun, begitu sadar apa yang sedang terjadi, orang-orang yang berada di sekitar area itu langsung menghampiri titik tempat terjadinya kecelakaan itu dan segera memberikan pertolongan pertama pada korban. Beberapa korban yang terlibat dalam kecelakaan langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat, salah satu dari korban itu adalah Ayleen Hazel. Sayangnya, pihak rumah sakit menyatakan Ayleen tidak bisa diselamatkan dan tewas akibat luka yang parah. Headline news pun dipenuhi oleh berita kecelakaan tragis yang merenggut nyawa penulis muda itu. Begitu banyak yang merasa kehilangan, termasuk seorang pria yang duduk dengan tangan memegang bunga putih sambil menatap jenazah Ayleen. “Maafkan aku, seharusnya … aku lebih cepat,” ucap pria itu. *** Sementara itu Ayleen Hazel yang di tahun 2025 dinyatakan meninggal dunia, tiba-tiba saja membuka matanya dan langsung merasa sinar matahari menyakiti matan
Mei 2025,The Grandmoon negara S“Terima kasih … The Star and the Wind,” Ayleen Hazel berkata sembari menyebutkan nama bukunya yang telah diiumumkan akan difilm-kan.Dia mengerling ke arah kanan, tempat di mana para aktor dan aktris sedang diwawancarai oleh wartawan dari berbagai media. Tiba-tiba dahinya mengerut saat dia menatap salah satu aktor yang merupakan pemeran utama laki-laki di dalam novelnya.“Wah! Sea Finley memang sangat cocok memerankan karakter ‘Ian Hasting’,” puji Ayleen jujur. Ayleen mendadak membeku di tempatnya berdiri, di saat sang aktor yang sedang ditatapnya itu menoleh ke arahnya.Segera saja Ayleen mengalihkan perhatiannya dan berpura-pura tidak melihat ke arah aktor tampan itu, seakan tidak ingin tertangkap sedang melakukan hal yang tidak pantas dengan memandangi pria menawan itu.Melody Gigs, sang editor yang sekaligus teman dekatnya mendekat kepadanya menawarkan sebuah tumpangan kepadanya, tapi sang penulis berbakat itu menolaknya dengan halus.Dia buru-bu