Share

Kekuatan Fisik Telah Di-Upgrade

Adit memutar bola matanya, kemudian menatap Erkan dengan malas.

Dilihatnya sorot mata Erkan begitu tajam. Seakan-akan ada bola api yang menyala-nyala di mata tersebut.

“Apa maumu, Erkan? Aku ke sini untuk makan, bukan untuk meladeni omong-kosongmu,” ucap Adit.

Erkan mendengus kesal. Dia dan Adit memang tak pernah akur. Setiap kali mereka bertemu selalu saja mereka bentrok. Tapi, seingatnya, Adit tak pernah seberani ini menantangnya.

“Pelayan, kamu dengar apa yang baru saja kukatakan?” kata Erkan, menegakkan punggunnya, menatap si pelayan.

Pelayan itu mengangguk. Dia kemudian menghampiri Adit, berdiri di sebelah kanannya.

“Tuan, silakan Anda tinggalkan meja ini. Tuan Erkan akan menempatinya,” ucapnya.

Adit memicingkan matanya. Seperti inikah pelayanan di salah satu restoran termewah di Kota Parsha?

“Kalau aku tidak mau? Lagian, aku yang menempati meja ini duluan. Kamu sendiri yang membawaku ke sini,” kata Adit.

Pupil mata si pelayan membesar, tanda kalau dia tak senang dengan penolakan Adit.

Dia memang berpikir kalau Adit sebaiknya menyerahkan mejanya itu ke Erkan. Tak sepeti Adit yang diragukan bisa membayar tagihan, Erkan punya kekayaan tak terbatas dan merupakan pelanggan tetap The Divine Candle.

“Tuan, kecuali Anda bisa membayar menu-menu yang Anda pesan, saya sarankan Anda untuk menyerahkan meja ini ke Tuan Erkan,” bujuk si pelayan lagi.

“Sudah kubilang aku tak mau. Aku menempati meja ini lebih dulu. Sekarang layani aku layaknya kau melayani pelanggan terbaikmu!” timpal Adit.

Brak!

Erkan kembali menggebrak meja. Dia semakin kehilangan kesabarannya.

“Cepat angkat kaki dari meja ini, Sialan! Atau kau ingin dihajar babak belur oleh pengawal-pengawalku, hah?” ancamnya.

Di mata Adit, tingkah Erkan ini begitu menggelikan. Tapi dia bukannya tak mengerti. Erkan pasti sedang berusaha menunjukkan kepada si wanita seksi yang dibawanya itu kalau dia selain kaya juga berkuasa.

Adit menahan diri, tak ingin terprovokasi oleh Erkan. Dia ke sini untuk menuntaskan misi. Dia harus fokus pada misinya itu.

“Pelayan, cepat bawa mesin EDC kalian. Biar kubayar semua menu yang kupesan tadi itu di awal,” kata Adit, menatap si pelayan.

Erkan tak terima dia diabaikan seperti itu. Dia pun mengambil vas bunga di meja tersebut dan memukulkannya ke kepala Adit.

Namun, sebelum sempat vas bunga tersebut mengenai keningnya Adit, Adit sudah menangkap tangannya Erkan, mencengkeramnya kuat.

Mata Erkan membulat. Dia tak bisa menggerakkan tangan kanannya itu sama sekali.

“Sekali lagi aku bilang, Erkan, aku ke sini untuk makan, bukan untuk meladeni omong-kosongmu,” ucap Adit, mengibaskan tangan Erkan sampai-sampai Erkan terhuyung.

Si pelayan dan si wanita seksi terhenyak. Sesaat, Adit seperti mengeluarkan aura yang kuat.

“Kurang ajar kau, Adit! Lihat saja, kau akan membayar kesalahanmu ini!” gertak Erkan.

Dia lalu mengeluarkan ponselnya, meminta pengawal-pengawal pribadinya yang berada di luar restoran untuk masuk.

Saat itu juga, orang-orang itu masuk lewat pintu depan.

Delapan orang jumlahnya. Semuanya berbadan kekar dan mengenakan setelan hitam-hitam.

Mereka berjalan ke arah Erkan berada.

Masuknya orang-orang tersebut membuat suasana di restoran seketika berubah.

Si pelayan bisa merasakan kalau sesuatu yang buruk akan terjadi. Dia pun menyingkir, hendak melaporkan situasi ini pada manajernya.

Erkan menghampiri si wanita seksi dan membawanya ke meja lain, membiarkan delapan pengawal pribadinya itu mengepung Adit dari berbagai arah.

“Aku sudah berbaik hati memberimu kesempatan untuk angkat kaki dari restoran ini, tapi kau menyia-nyiakannya. Sekarang, jangan harap kau bisa keluar. Pengawal-pengawalku ini akan mengirimmu ke rumah sakit!” kata Erkan.

Adit melirik Erkan sekilas, lalu menatap orang-orang yang mengelilinginya ini satu persatu.

Ini di luar rencana. Dan sialnya, dia masih jauh dari menuntaskan misinya. Mau tidak mau dia harus mengatasi orang-orang ini dulu.

Tapi ada satu masalah: berbeda dengan Alvin Sanders, Adit Winarta bukan seorang petarung. Hanya saja memang, tadi di rumah, dia sempat meng-upgrade kekuatan fisik tubuh barunya ini. Mungkin ini saat yang tepat untuk mencobanya.

“Jadi, kalian mau mengeroyokku?” tanya Adit, berdiri dan memasukkan kursinya.

Mata pengawal-pengawal itu fokus tertuju pada Adit, mengamati hingga ke gerakan-gerakan kecilnya.

“Hajar dia! Beri si bangsat ini pelajaran!” teriak Erkan.

Langsung saja, dua dari delapan pengawal itu menyerang Adit, melancarkan pukulan yang diarahkan ke wajahnya.

Tapi apa yang terjadi? Tiba-tiba saja pengawal itu terlempar, menghantam meja dan kursi yang kosong.

Erkan dan si wanita seksi yang bersamanya kompak meloncat mundur. Mereka menatap kedua pengawal itu yang kini meringis kesakitan.

Sementara Adit sendiri menyeringai. Dia antusias. Dia tak menyangka kini dia bisa bergerak begitu cepat. Dan rupanya pukulannya cukup bertenaga.

Saat pengawal-pengawal lain menyerangnya, dia bisa melihat gerakan-gerakan mereka, bahkan bisa memprediksi dengan tepat gerakan mereka selanjutnya.

Hasilnya apa? Dia bisa mengatasi semua serangan itu dengan mudah. Dalam hitungan detik saja, kedelapan pengawal itu sudah terkapar semua di lantai.

Meja-meja dan kursi-kursi di sekitar situ jadi berantakan.

Adit masih berdiri di tempatnya, memasang kuda-kuda yang membuatnya tampak hebat.

Dan memang, sesuatu yang tidak bisa terpancar dari tubuhnya. Itu bisa dilihat dan dirasakan oleh orang-orang yang ada di situ, termasuk Erkan dan si wanita seksi.

Adit menegakkan punggungnya, menatap Erkan. Dia kemudian berjalan ke arahnya sambil menatapnya dengan dingin.

Merasa terancam, Erkan refleks mundur hingga dia terjatuh. Cepat-cepat dia bangkit, balik badan dan melangkah, tapi terjatuh lagi sebab dia menabrak kursi.

Saat dia bangkit berdiri untuk kedua kalinya, tangan Adit mendarat di bahu kanannya.

“Mau ke mana? Bukankah tadi kau bilang mau mengirimku ke rumah sakit?” tanya Adit, membisikkannya di telinga Erkan.

Erkan saat ini benar-benar ketakutan. Saking ketakutannya dia, dia sama sekali tak bisa menggerakkan kakinya. Kedua tangannya pun gemetar. Wajahnya pucat.

“Cih! Menyedihkan sekali kamu ini,” ucap Adit, menyadari kalau Erkan kencing di celana.

Bukan hanya itu, saking ketakutannya Erkan pun sampai pinsgan. Saat Adit melepaskan tangannya, Erkan langsung jatuh menelungkup.

Cairan kuning berbau pesing itu menggenang di lantai.

Adit menggeleng-gelengkan kepala. “Menjijikkan!” gumamnya.

Langkah-langkah kaki terdengar. Si pelayan yang tadi pergi itu kembali. Kali ini dia bersama si manajer restoran.

Mata si manajer langsung membulat saat melihat kekacauan yang ada.

Dia lantas menatap Adit, satu-satunya pria di situ yang masih berdiri.

“Hey, kamu! Kamu harus bertanggung jawab atas kekacauan yang sudah kamu buat ini!” ucapnya lantang, berjalan ke arah Adit sambil menunjuknya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status