Share

bab 8

Kembali ke desa Mekarsari.

Kebun milik pak Bima dan pak Suli sudah mulai bisa dipanen 2 hari lagi. Sedangkan milik petani lain juga sudah bisa dipanen sekitar seminggu kemudian. Rama menjual beberapa bahan insektisida, pestisida dan pupuk. Ada yang berbahan organik maupun sintetis.

"Nah ini sabun yang aku janjikan..." Selesai dari kebun, Rama mulai membagikan beberapa sabun batangan kepada para penduduk desa yang ingin pergi ke kali.

"Ini beneran gratis Tuan Muda Rama?"

"Waah, anakku akan semakin cantik kalau memakai sabun ini."

"Terima kasih Tuan Muda Rama."

Penduduk desa bergantian mengucapkan pujian dan terima kasih kepada Rama. Semua kini memandang Rama dengan takjub, masalah pertanian mereka terselesaikan, Rama juga membagikan sabun batangan secara gratis pada mereka. Siapa yang tidak menyukai barang gratis, bahkan bantuan Rama terhadap kebun-kebun yang terkena hama sangat membantu. Tadinya warga mengira mereka akan kembali terlilit hutan dan upeti jika kali ini kembali mengalami gagal panen. Melihat hasil kebun yang sangat bagus dan berlimpah, warga bersuka cita.

"Bagaimana jika kita mengadakan pesta malam ini?" Kata Jaya.

"Setujuuu...."

"Kita adakan di balai pertemuan!"

"Masing-masing bawa makanan dari rumah ke balai pertemuan, dan kita akan berbagi disana?"

"Setujuuu..."

Masing-masing warga mulai bersorak dan mengutarakan pendapat mereka kemudian menatap Rama.

"Ah, aku setuju-setuju saja..." Jelas Rama ketika para penduduk meminta persetujuannya.

***

Dirumah...

Rama mengeluarkan beberapa potong roti, daging sapi cincang berbentuk bulat, selada, tomat,bawang bombay dan telur dari onshop. Tak lupa saos pedas dan mayonaise. Rama akan membuat banyak roti lapis untuk menjamu para warga. Saos pedas, saos manis, dan mayonaise sudah Rama letakkan di alas daun pisang, kemudian roti lapis ia balut pula dengan daun pisang. Rama membawa makanan itu dibantu dengan ibu Sri, pak Bima dan Jaya.

"Apa tidak sebaiknya makanan biasa saja Nduk? Makanan ini akan membuat penduduk curiga..." Kata pak Bima.

"Tenang saja pak, siapa yang akan percaya aku bisa sihir." Kata Rama meyakinkan.

"Benar pak, lagipula warga desa sudah mengagumi Rama, mana berani mereka menuduh seperti itu..."kata Jaya meyakinkan.

"Bapak dan ibu khawatir nduk, semoga Dewa melindungi kamu dari prasangka." Kata ibu lagi.

"Tenang saja bu, pak... Rama hanya ingin berbagi kenikmatan bersama warga desa." Kata Rama meyakinkan.

Ibu Sri dan pak Bima memandang takjub Rama, matanya berbinar sambil berlinang air mata yang ditahan. Jaya langsung menepuk bahu Rama bangga.

Mereka kemudian membawa roti lapis ke balai pertemuan. Disana sudah berjejer berbagai macam makanan, ada bubur sagu, tumisan sayur, ada buah, dan ada minuman putih. Tak salah ketika Rama membuat roti lapis, karna ia tau warga sangat miskin, banyak dari mereka bahkan memiliki utang sama halnya dengan keluarga Rama. Upeti hasil kebun membuat mereka meminjam kepada rentenir, setidaknya kebun masih bisa bertahan. Jika tidak bisa dijual, mereka bisa memakannya sendiri. Ketika keluarga Rama sampai, semua orang menatap takjub dengan roti lapis yang mereka bawa. Mereka belum pernah melihat olahan makanan seperti itu.

Ketika nampan roti lapis disajikan, banyak dari warga mengambil roti lapis tersebut. Meskipun ada pula yang malu-malu mengambilnya.

"ENAAAAAK!!!"

"MAKANAN APA INI? LEZAT SEKALI..."

"SAYUR INI TERASA RENYAH DAN MANIS..."

"TOMATNYA JUGA BESAR DAN MANIS"

"ADA DAGINGNYA, ADA DAGING!!!"

Ketika mendengar kata daging disebutkan, semua warga menatap makanan mereka dan mulai meneteskan airmata. Kapan terakhir kali mereka memakan daging?

Tidak ada yang ingat, karna desa Mekarsari hanya memiliki pertanian, mereka sama sekali lupa kapan terakhir kali memakan daging. Bahkan daging ikan sekalipun. Daging hanya bisa dinikmati orang kaya, pejabat, bangsawan, dan keluarga kerajaan. Setelah merasakan nikmatnya daging, warga percaya jika Rama dan keluarganya, memang keluarga kerajaan. Hanya itu hal masuk akal yang bisa mereka pikirkan.

Malam itu suara sorak bergembira membahana di desa Mekarsari. Para warga ada yang menyanyikan lagu kerajaan ada yang menari dan bertepuk tangan. Suasana hangat memeluk setiap tubuh.

Di desa Mekarsari terdiri dari 13 kepala keluarga yang membangun rumah, 11 keluarga berbahan kayu-jerami dan 2 lainnya berbahan bata-sirap. Ke dua rumah tersebut adalah milik pak Wijaya Kusuma seorang pedagang yang baik hati dan pak Arya seorang kepala desa yang sangat angkuh dan sombong.

Seperti biasa ketika musim panen tiba, pak Arya akan membawa 2 orang pengawalnya yang bertubuh kekar untuk meminta upeti. Upeti yang harusnya dibayar adalah 20% dari hasil panen. Melihat hasil panen warga yang melimpah sikap tamak mempengaruhinya.

"Kalian harus membayar umpeti 25%!"katanya kepada pak Bima dan pak Suli yg sedang panen. " Warga lain juga akan dikenakan upeti 25%!!"sambungnya lagi.

Pak Bima langsung mengepalkan tangan dan menggeretakkan giginya.

"Bukankah upeti pinjam tanah hanya 20% dari hasil panen?!" Pak Wijaya mulai angkat bicara.
"Ada perubahan upeti, karna badai. Bahan baku tidak bisa datang, jadi untuk menutupi kerugian, upeti dinaikkan menjadi 25%!!!" Jelas pak Arya berbohong dengan senyum sinisnya.

"Hmm... Berapa harga yang akan kami dapatkan dari harga cabai ini menurut pak Arya?" Tanya Rama.

Semua warga desa menatap Rama kebingungan, bahkan Pak Arya juga kebingungan. Disaat seperti ini, dia malah menanyakan harga yang akan Rama dapatkan.

Pak Arya terlihat berpikir sebelum bicara."setidaknya kalian akan mendapatkan 1 logam emas perkilo ."jelas pak Arya yakin, 'tidak mungkin harga pertanian di desa Mekarsari akan dihargai lebih mahal dari ini.'pikirnya.

Rama tersenyum."kapan kami harus membayar upeti hasil panen?"tanya Rama lagi.
"Kalian harus membayar sekarang, karna kalian sudah memetik hasilnya. Kalian harus membayar upeti meskipun cabai tersebut tidak laku!! Karna ini upeti pinjam tanah!!"

Rama terlihat menganggukkan kepalanya, padahal Rama paham betul mengingat ingatan pemilik tubuh sebelumnya. Namun Rama hanya ingin memperjelas perkataan licik si kepala desa. Pak Arya hanya tidak tau berapa harga cabe yang akan Rama jual.

"Bagaimana kami bisa membayarnya? Beri kami kesempatan untuk menjualnya terlebih dahulu!!" Seru pak Bima.

"Betul, beri kami kesempatan menjual terlebih dahulu!!" Sorak para warga.

"DIAM!!!" pak Arya langsung menggebrak meja.
Semua warga langsung ketakutan, pak Arya ini tidak memiliki empati dan sopan santun. Padahal ia tau pak Bima adalah keluarga kerajaan. Namun ia berani menaikkan suaranya. Jika di dalam kerajaan ada yang berani seperti itu, maka seluruh keluarganya akan dihukum.

"Haish... Paman jangan marah...bagaimana jika paman kasih kami surat hutang dulu." Jelas Rama.
Pak Arya mengeryit, menilik maksud Rama, namun tak menemukan rencana apapun dalam perkataan Rama. Anak itu terkesan memohon padanya sekarang.

"Surat hutang? Maksudnya?"

"Paman beri kami surat hutang yang menyatakan kami berhutang sebanyak 25% untuk pembelian cabai seharga 1logam emas perkilonya, jika kami tidak membayar setelah pulang dari kota. Maka paman boleh menjadikan kami budak."

Semua warga termasuk pak Bima, Jaya, ibu Sri dan pak Wijaya langsung menatap Rama tidak percaya. Bagaimana bisa dia begitu percaya diri bisa menjual cabai hasil panen mereka. Panen kali ini memang bagus, besar dan mulus. Namun siapa yang berani membeli cabai dengan harga 1 logam emas?

Pak Arya tersenyum licik kemudian mengintruksikan pengawalnya untuk mengambil kertas ,kuas dan tinta. Kemudian meminta pengawalnya menulis kata-kata Rama tadi, didalam pikirannya sebentar lagi ia akan menjadi lebih kaya.

Pak Suli mendekati Rama, "Tuan Muda Rama... Apakah mungkin cabai kita akan dihargai 1 logam emas perkilonya?" Tanyanya meyakinkan.

Rama mengangguk,"paman harus percaya, jika paman ragu, biar aku yang menanggung cabai paman nanti."jelas Rama yakin.

Rama ingat, si pengepul Andik Pratama berkata harga cabai akan sangat mahal karna sedang langka, terlebih ada badai. Pasti harga cabai akan sesuai dengan perkiraan Rama. Barang langka akan sangat mahal, namun banyak dari mereka yang ketakutan. Meskipun langka, cabai adalah jenis sayuran yang bisa busuk. Jadi mereka harus menjualnya dengan cepat, dengan harga yang bagus pula.
"Cap jari disitu..." Kata Pak Arya dengan senyum kemenangan. Ia memandang hina sekaligus berterimakasih kasih atas kebodohan Rama. 'Keluarga kerajaan yang bodoh!'pikirnya.

"Terima kasih paman..." Rama menangkupkan tangannya dan memberi hormat.

"Baiklah... Jangan lupa aku akan menagih kalian nanti, ingat! Jangan berpikir untuk kabur, jika kalian kabur, maka keluarga kalian yang ada di desa akan aku jadikan budak!!!"ancam pak Arya dengan mata yang melotot.
Rama mengangguk polos,di masa modern yang Rama pelajari, jangan jadi orang yang banyak omong, apapun ide yang ada dikepala kita. Cukup kita yang tau. Karna tak semua orang akan senang jika melihat ide tersebut bisa berjalan lancar. Artinya lebih banyak manusia yang suka melihat kegagalan orang lain ketimbang kesuksesannya. Maka dari itu, Rama memilih untuk terlihat polos dan bodoh saat ini.

"Untuk membuat musuh tertipu, kita juga harus membuat sekutu tak tahu, kan?" batinnya tenang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status