Bab 20.Hari itu tepat setelah keputusan sidang perceraian Aluna, saat semuanya telah selesai dan pulang, Abian menghubungi papa Aluna dan meminta waktu untuk bertemu.Farhan mengiyakan karena Abian bilang ada hal yang penting untuk dibicarakan. Sebagai seorang ayah juga seorang lelaki, Farhan memang sakit hati pada Abian, tapi kembali lagi bahwa pada dasarnya ia dan orangtua Abian sendiri yang salah.Seharusnya mereka tak memaksakan kehendak untuk kepentingan diri sendiri. Harusnya sejak awal mereka sadar bahwa seringkali tak ada yang berujung indah dari sebuah pemaksaan. Apalagi urusan hati.Keduanya bertemu di sebuah restoran mewah, dan berbicara setelah selesai makan.“Meskipun berulang kali, aku gak pernah bosan minta maaf pada papa atas apa yang kulakukan untuk Aluna. Aku baru paham ketika aku memiliki Hulya, dan aku gak bisa terima jika ada lelaki yang memperlakukan Hulya seperti aku memperlakukan Aluna. Maaf, Pa …,” ucap Abian panjang lebar.Sudah berulang kali ia meminta maa
Bab 21.“Saya terima nikahnya Aluna Namira Hussein binti Farhan Adijaya dengan mas kawin tersebut tunai.” Hafiz mengucapkan itu dalam sekali tarikan napas.Ada keyakinan, keteguhan, dan kebahagiaan dalam nadanya.Aluna duduk di samping mama yang masih menggunakan kursi roda itu, di sampingnya juga ada Sisil, sahabat terbaiknya.“Sah?” tanya bapak penghulu kepada semua saksi.Mereka mengangguk dengan tersenyum sambil mengatakan, “sah!”“Alhamdulillah …,” seru orang-orang yang berhadir di sana secara bersamaan.Ada yang mengalir begitu sejuk di hati Aluna saat Hafiz berulang kali menatapnya sebelum ia menjabat tangan penghulu. Juga saatbini, setelah para saksi mengatakan mereka telah sah menjadi suami istri.Mengalir ketenangan akan sebuah keyakinan pada lelaki yang menikahinya.Apalagi kini Hafiz mendekat padanya, sejenak keduanya saling menatap dalam rasa bahagia.Hafiz memegang puncak kepala Aluna dan melafalkan doa setelah ijab kabul. Doa untuk sepasang pengantin yang benar-benar m
Bab 22.Minggu, Osaka.Siang ini Aluna dan Hafiz keluar dari hotel menuju mesjid tempat mereka dulunya biasa ikut kajian. Hari ini jadwal kajian bulanan mereka di Jepang.Setelah kajian, keduanya meminta teman-teman lainnya untuk tidak pulang dulu, karena mereka mengadakan tasyakuran atas pernikahannya. Hanya sekadar untuk memberitahu bahwa mereka telah menikah.“Diam-diam nikah nih ya,” kata salah satu teman Aluna.Aluna yang mendengar itu hanya bisa menatap Hafiz, dan keduanya tersenyum.Diam-diam nikah katanya, mereka tidak tahu apa saja yang telah dilalui keduanya.Meskipun mereka sudah seperti keluarga baru bagi Aluna, tapi cukuplah mereka tahu hal-hal baru saja tentangnya.“Oh ternyata Hafiz pulang ke Indo buat nikah nih,” goda teman Hafiz lainnya.“Iyalah, emangnya kamu jomblo terus!”“Lah, kamu sama aja!”“Beda!”“Beda apanya?”“Kelas kita beda. Kamu pemula, kalau aku mah senior.”“Senior jomblo, ah ngenes!”Suasana jadi lebih hangat karena candaan-candaan mereka. Karena sont
Bab 1 . “Ada beberapa hal di dunia ini yang kita lakukan dengan terpaksa, lalu menjadi terbiasa dan bisa menerimanya.” * Mobil berwarna silver itu memasuki pekarangan kampus, terus melaju hingga berhenti di tempat parkiran khusus mobil. Seorang perempuan dengan rambut panjang sebatas punggung turun dari sana. Ia tersenyum saat melihat beberapa temannya telah menunggu di pelataran kelas. Perempuan itu sejenak memantaskan diri dari kaca spion mobilnya. Setelah terlihat benar-benar rapi, ia mengunci pintu mobilnya yang meninggalkan suara tin. Aluna Namira. Perempuan yang terlihat sempurna di mata orang lain, tapi tidak di mata suaminya. Dengan langkah cepat, Aluna menghampiri teman-temannya. Mereka berencana akan mengumpulkan tugas dari dosennya secara bersamaan sebelum masuk ke kelas. “Pagi,” ucap Aluna. “Lu nggak diantar?” tanya salah satu teman Aluna saat ia sudah dalam jarak yang dekat. Aluna mengernyitkan keningnya, masih tak mengerti siapa yang dimaksud mengantar oleh tema
Bab 2.“Setiap orang tak bisa mengendalikan orang lain, tapi bisa mengatur hati sendiri, untuk tidak jatuh terlalu dalam.” * Aluna kembali membaca nama yang tertulis di kertas yang ada di tangannya. Bahkan hingga ia berulangkali membacanya, nama itu tetap sama. Sama sekali tak berubah, meski pikirannya mengatakan ini mimpi. Ini hanya kekhawatirannya. Namun, kenyataan sama sekali tak berubah hanya dengan berpikir ia akan berubah. Nama suami Aluna tertulis jelas di kertas itu. Aluna yang salah, karena ia hadir setelah Haura memiliki Abian. Namun, perempuan itu tak sepenuhnya salah. Abian tak pernah mengatakan ia telah menikahi perempuan lain di luar sana. Ia merasa di bodohi, Abian menyematkan gelar yang buruk untuknya. Gelar yang paling dibenci Aluna, perebut suami orang. Lutut Aluna terasa begitu lemas, ditambah gejolak amarah dalam hatinya kian menjadi. Hingga ia terduduk di atas lantai keramik berwarna putih mengkilap, menampakkan bayangan samar wajahnya yang hancur menyedihka
Bab 3 .“What a nonsense, Pa?” Aluna berkata dengan sedikit lantang. Ia terkejut dan melebarkan mata saat melihat beberapa lembar foto yang dilempar ayahnya di atas meja. “Kamu yang harusnya jelaskan, Luna?” ucap Farhan menyudutkan putrinya meminta penjelasan. Ia benar-benar tak habis pikir dengan Aluna. Luna mengambil foto-foto itu dengan tangan yang sedikit gemetar. Ia melihat gambar dirinya dan seorang lelaki di sebuah ranjang. Keduanya tampak sedang tertidur pulas dengan selimut yang menutupi tubuh mereka hingga bagian dada. Hingga dapat terlihat bagian dada bidang milik lelaki itu, dan bahu serta leher Aluna yang putih bersih. Shit! Aluna mengumpat pelan, menatap nyalang ke hadapan disertai tangannya yang mengepal meremas gambar-gambar itu. “Seseorang meletakkannya di depan rumah, mama mengambilnya, dan sekarang ia sedang tidur di kamar. Tensinya naik, dokter bilang mama kamu harus istirahat yang banyak dan tak memikirkan hal yang berat.” Panjang lebar Farhan menjelaskan. I
Bab 4 . Aluna mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, hingga ia tiba di sebuah klub yang terkenal cukup ramai setiap malam Minggu. Perempuan itu ingin melepas beban pikirannya, dan memikirkan cara agar bisa mempertemukan Hafiz dan orangtuanya. Bukan cara mempertemukan tepatnya, tapi cara agar saat mereka bertemu, lelaki itu tak merasa terhina oleh orangtuanya. Aluna berjalan masuk ke dalam ruangan, disambut oleh penjaga di pintu masuk. Di dalam, ia disambut oleh iringan musik dan cahaya remang yang menjadi khas sebuah klub. Bahkan area dance floor sudah terlihat ramai oleh para penari yang mencari kesenangan malam. “Wine atau Vodka?” tanya seorang bartender yang melihat Aluna datang ke hadapannya. Seorang lelaki berwajah khas Eropa itu telah mengenal Aluna sebelumnya. Ia sudah tahu apa yang menjadi favorit perempuan itu jika berkunjung ke klub milik bosnya. Jika Aluna sedang begitu stres, ia akan meminta Vodka dengan kadar alkohol yang lumayan tinggi, hingga membuat gadis itu
PERJANJIAN DUA AKAD PART 5 🍁🍁🍁 Aluna terjaga, tapi terasa sulit untuk membuka mata. Ia masih merasakan kepalanya berat, pusing dan badannya yang terasa lemas. Perempuan itu menggelengkan kepalanya dengan berat berharap rasa pusingnya segera hilang. Dalam pejaman matanya, Aluna berusaha mengingat apa yang telah terjadi. Apa yang ia makan hingga menjadi seperti itu. Perlahan ia membuka mata, dan seketika ia bergerak menjauh saat melihat seorang lelaki bertelanjang dada sedang tertidur pulas di sampingnya. Aluna spontan berteriak, hingga membuat lelaki itu terbangun. Lelaki yang terakhir kali dilihat Aluna sedang menikmati minumnya di sebuah klub yang sama dengannya. Abian Rajendra mengerjapkan mata, mencoba menyesuaikan cahaya dengan matanya sambil memegangi kepalanya. “Sialan! Kamu ngapain di sini, kamu apakan aku, hah?” cecar Aluna menyerang tubuh kekar lelaki itu. Abian yang tak siap menerima serangan, hanya bisa menahan pukulan Aluna dengan dua tangannya. Lelaki itu terban