"Mudah sekali menyelesaikan masalah dengan uang."Jaka mengendarai sedan dengan santai di jalan perkampungan. Jalan ini pasti jeblok kalau hujan karena belum diaspal."Tapi tidak semua masalah bergantung pada uang.""Bagaimana kalau Mukidi menaruh dendam?""Aku menunggu dendamnya. Kalau Mukidi cerdas, seharusnya ia menghindar berurusan denganku.""Sejak jadi orang kaya, kau beda anakku.""Beda apanya?""Kau bukan lagi orang pemaaf. Kau begitu kejam menghajar centeng itu. Padahal mereka hanya berjaga-jaga menunggu perintah majikannya.""Ambu dan Abah terlalu pemaaf. Hutang dua ratus juta dan hidup seumur-umur di penjara adalah akibat terlalu memaafkan.""Tapi kau sudah menebar kebencian, aku yakin mereka tidak menerima perlakuanmu.""Aku bingung dengan Ambu. Sudah jelas Mukidi mempermainkan Ambu, masih memintaku jadi orang pemaaf. Apa Ambu mau Claudya jadi istri kesembilan si Rahimin?""Tentu saja tidak!""Kalau tidak mau, seperti itulah penyelesaiannya. Di kampung terpencil ini, siapa
Abah terlihat lebih kurus. Ia memandang tak percaya kepada tamu yang membesuknya pagi ini."Jaka...!""Aku pulang untuk memenuhi janji pada Abah," kata Jaka sambil memeluk ayahnya erat-erat. "Di mana pun Abah berada.""Jangan bersedih dengan keadaanku sekarang, anakku. Kesedihanmu akan membuat diriku menderita."Padahal Jaka sudah berusaha tegar, Abah lah yang menangis. Ia sama sekali tak menyangka dapat bertemu lagi dengan anaknya."Aku hanya tidak menyangka orang sebaik Abah melewati perjalanan hidup sepahit ini.""Orang baik tak selamanya bernasib baik."Pertemuan di ruang tamu tahanan adalah hal yang tak pernah dibayangkan Jaka dalam mimpi buruk sekalipun.Seandainya ia pulang lebih cepat, barangkali petaka tidak terjadi, tapi percuma menghakimi penyesalan.Setelah puas melepas rindu, mereka duduk berhadapan. Jaka menyerahkan beberapa kantong belanjaan berisi makanan dan buah-buahan."Aku sudah sukses sekarang. Aku pulang untuk mengangkat kehormatan keluarga pada kondisi yang seme
Jaka sekarang layak menjadi tamu rumah megah itu, tapi delapan belas tahun tidak bertemu membuatnya merasa percuma."Tuan perlu memastikan supaya pikiran tenang," kata Melati melihat Jaka ragu untuk keluar dari Bugatti yang berhenti di depan pintu gerbang yang tertutup. "Kesetiaan kadang tidak memandang waktu.""Aku kuatir justru pikiranku jadi kacau setelah bertemu."Melati tersenyum. "Aku baru melihat tuan begitu nervous untuk bertemu dengan seorang perempuan.""Delapan belas tahun membuat aku benar-benar merasa bersalah."Jaka turun dari mobil. Ia merapikan pakaian dan berdiri sebentar di depan bel, menentramkan jantungnya yang berdetak tak karuan.Kemudian tangan terulur dan memencet bel. Menunggu sesaat. Security menggeser pintu sedikit."Selamat siang, Pak," sapa Jaka. Ia tidak mengenali pria berpakaian ala polisi itu, security dulu pasti sudah pensiun. "Bisa saya bertemu dengan ibu Nabila?"Jaka merasa ca
Jaka sungguh tak mengerti. SMA di jalan utama ini adalah sekolah unggulan, bagaimana sampai kemasukan geng yang perbuatannya sangat tidak terpuji."Aku kira mereka takut lapor sama kepala sekolah," kata Jaka tanpa turun dari mobil yang parkir di pinggir jalan. "Intimidasi anggota geng sangat kuat sehingga siswa kehilangan keberanian.""Lalu apa yang akan tuan lakukan?""Bukan aku, kau mesti mempreteli harga diri geng serigala di depan siswa. Kau bisa undang mereka bertemu di gedung kosong jika belum puas dengan perkenalan hari ini.""Gedung kosong? Di mana itu?""Gedung kosong adalah hollywings-nya geng di kota ini, bangunan hotel terbengkalai yang menjadi arena pertarungan antar geng.""Ketua geng serigala kan sudah dikasih pelajaran di sekolah, lalu buat apa bertemu lagi?""Ia hanya ketua receh, aku ingin tahu mereka afiliasi dari geng mana."Pintu gerbang SMA dibuka, siswa keluar secara berkelompok.
Jaka heran melihat sebuah mobil mewah parkir di halaman rumahnya.Keheranannya terjawab saat menemukan seorang perempuan berpenampilan anggun duduk bersama Ambu di beranda, sementara pengawalnya berjaga-jaga di setiap sudut teras.Ada apa Nabila datang ke rumahnya? Pasti bukan kunjungan balasan siang tadi, sigap juga security itu melapor kepada majikannya, sekalian cari muka."Urusan jadi panjang," keluh Jaka seraya turun dari mobil. "Tapi seharusnya Erlangga datang ke rumahku."Barangkali pria itu terlalu tua untuk mengurusi hal beginian, atau ia sibuk kampanye ke pelosok.Ambu pamit begitu Jaka tiba di beranda."Saya ke dalam dulu.""Ya."Nabila tampak terpesona memandang Jaka, dengan bilur-bilur cinta yang belum hilang sepenuhnya dari bola mata bening memikat itu."Kau awet muda.""Kau awet cantik."Jaka duduk dengan santai di hadapannya. Ia tidak berusaha untuk menghindari pandanga
"Tuan sulit meninggalkan masa lalu."Melati memperhatikan kepergian sedan mewah yang membawa mantan terindah itu."Ucapannya menunjukkan kalau ia masih ada rasa kepada tuan.""Aku kira rasa itu sudah tak berarti setelah apa yang terjadi pada ayahku, ia telah menjadi istri orang yang menyeret ayahku ke penjara."Mereka berdiri berseberangan. Masing-masing ingin menyelamatkan orang yang dicintai. Bagaimana Jaka dapat mengagungkan masa lalu?"Ucapan itu hanya basa-basi," kata Jaka lirih. "Sekedar bumbu dari apa yang pernah terjadi di masa lalu.""Sepuluh tahun menunggu terlalu lama untuk basa-basi, tuan.""Sudahlah, lupakan Nyonya Erlangga. Kita mesti siap-siap berangkat ke gedung kosong."Hari sudah senja. Persoalan geng serigala harus diselesaikan secepatnya. Mereka adalah sekumpulan anak muda bayaran bilamana ada demo untuk penggiringan opini publik, generasi parasit yang mementingkan diri sendiri.Mereka perlu pembinaan, bukan untuk ditiadakan."Tuan mestinya tidak melibatkan diri d
Masalah geng serigala sudah tuntas. Claudya jadi siswi paling dihormati di SMA, tak seorang pun berani menyentuhnya.Tengkulak dan rentenir juga sudah membuat perjanjian dengan kepala dukuh untuk memajukan perekonomian petani.Tapi pikiran Jaka makin runyam. Persoalan Abah belum menemukan titik terang."Aku sulit mempengaruhi pelayan baru dari biro jasa," keluh Jaka. "Mereka terikat kontrak dengan peraturan sangat ketat."Jaka sudah berusaha melobi pelayan baru di mansion Erlangga, tapi mereka menolak untuk membantu penyelidikan kasus racun arsenik itu.Mereka pasti mengadu kepada Erlangga. Meski ia mengaku dari pihak korban tewas, Nabila pasti curiga kalau orang itu adalah dirinya."Posisiku makin terjepit. Erlangga pasti lapor ke polisi.""Aku kira Erlangga takkan tahu kalau mantan tuan tutup mulut," kata Melati yang menemaninya duduk di beranda. "Ia benar-benar mengira kalau orang itu dari keluarga korban.""Seandainya suamimu terancam, kemudian kamu mempunyai informasi untuk menye
Kecurigaan Jaka mulai mengarah kepada istri Erlangga dengan ditemukannya kemasan racun arsenik di saku blusnya."Pikiranku sangat gelap untuk mengetahui apa motif wanita itu meracuni diri sendiri dan suaminya," keluh Jaka. "Apa wanita itu mengalami gangguan jiwa?""Bisa saja Erlangga menyimpan kemasan itu di kantong istrinya," kata Melati. "Aku kira kematiannya membuat penyidik merasa tidak perlu mencari barang bukti secara detail pada korban.""Karena sudah terbentuk opini bahwa pelakunya adalah Abah. Aku berharap kertas bermaterai ini menjawab semua teka-teki."Jaka mengeluarkan setumpuk potongan kertas dari kantong plastik yang dihancurkan mesin penghancur kertas.Butuh waktu sangat lama untuk menyusun kembali kertas itu jika dilakukan secara biasa.Jaka berharap tidak ada potongan yang hilang sehingga dapat menjadi bukti yang sah untuk kasus ini."Kau bisa mengembalikan kertas ini seperti sediakala, Melati?""Ilmu Ketok Normal tuan sudah sempurna. Aku kira hasilnya akan lebih baik