Share

Bab 5

last update Huling Na-update: 2022-03-18 08:44:15

Kakek Jaya tersenyum melihat perubahanku. 

"A - aneh ya, Kek?" 

"Bukan aneh, tapi kamu sangat cantik, Nay. Pantes cucu Kakek terpikat."

Aku tersenyum malu menanggapi pujian Kakek Jaya. Sedangkan Pak Yogi, seperti biasa, dia hanya diam dengan sikapnya yang kaku. 

"Kamu betah 'kan Nay, tinggal di rumah ini? Kalau kurang nyaman karena ada Kakek, kalian bisa tinggal di rumah yang satunya lagi. Kakek tidak keberatan. Kalian 'kan sudah menikah."

Sebenarnya enakan tinggal di rumah Bapak dan Ibu. Bisa nyantai. Rumah sebesar dan semewah ini tak menjamin rasa nyaman. Apalagi ... punya suami nyebelin, kaku dan sombong, ucapku dalam hati dengan melirik Pak Yogi yang duduk di sampingku. 

Seketika Pak Yogi menatapku. Dia menggeser duduknya lebih dekat. "Kamu membatin saya?"

Aku melihat ke arah Kakek Jaya dengan senyum yang dibuat-buat.

"Kalian ini. Sudah dekat hampir satu tahun. Tapi masih terlihat kaku."

Apa? Satu tahun? Pasti Pak Yogi sudah mengarang cerita. Meskipun aku kerja di perusahaannya. tapi jarang sekali kami bertemu. Apalagi dekat. 

Tiba-tiba Pak Yogi menarik tanganku. "Kek. Yogi dan Naya berenang dulu, ya."

Kakek Jaya hanya mengangguk dengan senyum hangat yang terlukis di wajahnya.

"Berenang, Pak? Saya ...."

Belum selesai bicara, Pak Yogi langsung mengajakku pergi dari hadapan Kakek.

"Pak. Saya itu tidak bisa berenang. Ngapain Pak Yogi ngajak saya ke sini?" 

"Kalau tadi tidak saya ajak pergi, pasti kamu sudah menjawab macam-macam ucapan Kakek soal kedekatan kita."

"Hemm ... ternyata benar. Pak Yogi sudah mengarang cerita 'kan? Ish, tega sekali Pak Yogi membohongi Kakek Jaya terus menerus. Lepaskan tangan saya!"

Byurrrr

Pak Yogi melepaskan tangan dengan begitu kasar. Sampai aku yang berdiri di pinggir kolam renang terjebur.

"P - Pak. Pak Yogi." teriakku dengan tangan yang melambai ke atas, kode minta tolong.

"Saya tau, Nay. Kamu pasti sedang membohongi saya. Kamu sebenarnya bisa berenang 'kan?"

"P - Pak." Sudah banyak air yang masuk ke dalam mulut. Napasku pun mulai terasa sesak.

Byurrr

Pak Yogi langsung menceburkan diri untuk menolongku. "Nay. Naya. Kamu tidak apa-apa 'kan? Maafin saya Nay!"

Pak Yogi mengangkatku naik ke pinggir kolam. Napasku masih tak beraturan. Air masuk dari hidung maupun mulut. 

Aku menangis sekencang-kencangnya. Dengan sesekali terbatuk.

"Nay, Maafin saya! Saya pikir kamu bisa berenang. Saya juga tidak sengaja membuatmu terjatuh."

Ucapan Pak Yogi tidak kuhiraukan. Aku masih terus menangis. Sampai akhirnya Pak Yogi mendekapku begitu erat. "Nay, jangan nangis lagi! Nanti ketauan Kakek."

Napasku yang sudah sesak semakin tambah sesak karena dekapan Pak Yogi. Napas hangatnya begitu terasa. Badan kekarnya membuatku seketika merasa hangat.

Rasanya masih tidak percaya. Kalau sekarang ini aku sedang dipeluk Yogi Adijaya. 

Nay. Jangan sampai terbawa perasaan! Kalian menikah bukan karena cinta. Melainkan sebuah perjanjian.

Segera kulepaskan dekapan Pak Yogi. "Bapak jangan cari kesempatan, ya!" ucapku dengan napas masih tersengal-sengal.

"Saya, nyari kesempatan? Buang-buang waktu saja untuk hal seperti itu. Apalagi sama kamu. Saya sudah menolong kamu, Nay. Harusnya berterima kasih. Bukan malah menuduh yang tidak-tidak. Lebih baik, tadi saya biarkan saja kamu tenggelam."

Nih orang. Sedikitpun tidak merasa bersalah. "Bapak pikir, saya menceburkan diri begitu saja? Pak Yogi yang sudah membahayakan nyawa saya." Aku menatap tajam dengan perasaan begitu kesal.

"Saya tidak sengaja. Lagian tadi sudah minta maaf. Tidak perlu dibesar-besarkan! Nyatanya kamu masih hidup 'kan?" jawab Pak Yogi dengan langsung berdiri.

Ish ... begitu entengnya dia menjawab seperti itu. 

Langsung kutarik tangan Pak Yogi dan menggigitnya. Niat hati ingin melampiaskan rasa kesal. Tapi justru membuatku salah tingkah. Pak yogi bukan hanya menarik kembali tangannya yang kugigit. Tapi dia juga menarik tanganku. 

Kini aku dan Pak Yogi berdiri berhadapan. Kedua tangan Pak Yogi mencekeram lenganku. Sesaat kami pun saling memandang. 

Perasaan apa ini? Tidak mungkin aku jatuh cinta dengan laki-laki menyebalkan seperti Pak Yogi.

"Cepetan ganti baju!" jelasnya berlalu begitu saja.

Hah ... cuma ngomong gitu doang?

Gegas aku mengikuti langkah Pak Yogi masuk ke dalam.

"Yogi, Naya. Kalian berenang dengan baju seperti itu?" tanya Kakek yang melihat baju kami basah kuyup.

"Tadi."

"Ya sudah. Buruan mandi dan ganti baju! Nanti kalian sakit." titah Kakek memotong ucapan Pak Yogi.

 ***

"Saya dulu."

"Saya dulu, Pak. Bapak ngalah dong sama istri sendi .... Mak - maksud saya, Pak Yogi harus ngalah sama perempuan." Aku menarik baju Pak Yogi.

"Nay. Aku kedinginan."

"Sama lah, Pak. Tadi 'kan Pak Yogi yang salah."

Dengan cepat kulangkahkan kaki masuk ke dalam kamar mandi. Tapi tiba-tiba perutku terasa mules. 

Terdengar suara keras dengan bau yang membuat diriku langsung menutup hidung.

Aduh, mudah-mudahan Pak Yogi tidak dengar suara barusan. Bisa malu aku.

"Kamu sakit perut, Nay?" 

Ya ampun, ternyata Pak Yogi dengar aku ke*t*t? ucapku pada diri sendiri dengan menepuk kening.

"Pak Yogi nungguin saya di depan pintu, ya? Pasti mau ngintip 'kan?"

"Kamu pikir, pintu kamar mandi saya terbuat dari triplek? Lewat mana saya ngintip kamu, Nay? Kurang kerjaan."

"Terus. Ngapain berdiri dekat pintu?"

"Baju saya basah, Nay."

Alasan saja. Dia 'kan bisa ganti baju dulu. Ngapain juga masih pakai baju yang basah. Ternyata Pak Yogi juga aneh.

"Lepas bajunya, Pak! Pake handuk dulu, kek. Atau ganti baju!" jelasku dengan tangan yang memegang perut karena semakin mules.

-

-

-

Hampir 25 menit aku di dalam kamar mandi. 

Ya ampun, aku lupa membawa baju ke dalam. Masa' iya aku ke luar dengan handuk seperti ini? 

"P - Pak. Pak Yogi ... minta tolong dong."

"Apa lagi sih, Nay? Buruan, gantian!"

"Minta tolong ambilin baju saya, Pak! Tadi saya langsung masuk kamar mandi begitu saja. Lupa bawa baju."

Tidak berapa lama, Pak Yogi mengetuk pintu.

Segera aku membukanya. 

"Aaaaa ...." Reflek aku teriak karena melihat Pak Yogi yang hanya memakai handuk dan bertelanjang dada.

"Ada apa, Nay? Kenapa?"

"P - Pak. Kenapa Bapak hanya memakai handuk seperti itu? Handuknya pendek, lagi," jawabku dengan tangan yang menutup wajah.

Pak Yogi menghembuskan napas kasar. "Bukannya tadi kamu yang menyuruh saya pakai handuk saja, ya? Kenapa sekarang protes? Jangan bilang kamu n*ps* melihat saya seperti ini?"

Aku langsung meraih baju yang ada di tangan Pak Yogi, dan segera menutup kembali pintunya.

Bisa jantungan kalau harus seperti ini. Aku 'kan malu melihat Pak Yogi hanya memakai handuk seperti itu. 

Aku ke luar dari kamar mandi dengan netra terpejam. "Pak. Cepetan masuk!"

"Kamu ngapain merem segala, Nay?"

"Malu lah, Pak."

Tiba-tiba aku merasakan Pak Yogi berdiri persis di depanku. "Pak. Mau ngapain? Jangan macam-macam, ya!" tanyaku dengan netra yang masih terpejam.

"Buka, Nay!"

Seketika jantungku berdegup begitu kencang. "Bu - buka? Jangan, Pak! Ingat perjanjian kita!"

"Buka!" pinta Pak Yogi dengan tangan yang membuka kelopak netraku.

"Ternyata Pak Yogi sudah memakai baju?" 

"Pikiran kamu saja yang jorok, Nay."

Bersambung

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ahmad dae Rhobi
hehe dasar naya
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Perjanjian Menikah Selama Enam Bulan   Bab 35 Tamat

    Sudah sore, tapi Yogi belum pulang dari kantor. Dia masih sibuk menyelesaikan masalah yang terjadi di perusahaan selama dipegang oleh Zein.Kanaya yang sudah selesai membantu Dina memasak. Dia langsung mandi dan dandan begitu cantik. Malam ini Kanaya ingin menyambut kepulangan Yogi dengan penampilan spesial. Tidak berapa lama, terdengar suara mobil Yogi. Kanaya merasa senang sekali. Akhirnya yang dia tunggu pulang juga.Yogi pun langsung masuk ke dalam kamar. Dia meletakkan tas kerja dan langsung merenggangkan dasi."Ekhem ...." Kanaya berdehem kecil.Yogi hanya diam. Dia sama sekali tidak menanggapi Kanaya. "Mas, kamu capek, ya?" tanya Kanaya dengan mendekatkan wajahnya agar Yogi melihat dia yang sudah dandan cantik.Lagi-lagi Yogi mengabaikan Kanaya.'Ini orang kenapa, sih? Apa karena masalah di kantor? Ya ... percuma dong aku dandan cantik begini. Kalau Mas Yogi saja cuek,' Kanaya pun duduk di sampingnya."Kamu kenapa, Mas? Apa karena masalah kantor yang kemarin?" Kanaya ingin me

  • Perjanjian Menikah Selama Enam Bulan   Bab 34

    Pagi yang sangat indah. Kanaya terlihat enggan untuk beranjak dari tempat tidur. Semalam, Yogi memeluk erat dirinya. Meskipun sampai saat ini, mereka belum melakukan malam pertama sebagai suami istri.Kanaya belum tersadar kalau sebelahnya sudah tidak ada Yogi. Melainkan guling yang ditutup selimut."Mbak Naya. Mbak ...," panggil ART sembari mengetuk pintu."Ya ... sebentar!"Kanaya segera beranjak dari tempat tidur untuk membukakan pintu."Ini, Mbak, sarapannya. Tadi Mas Yogi yang meminta saya untuk mengantar sarapan buat Mbak Naya.""Mas Yogi? Lha. Mas Yogi 'kan masih tidur."ART yang mengantar sarapan tersenyum. "Mas Yogi sudah berangkat ke kantor dari tadi, Mbak Naya.""Terima kasih ya, Mbak." Kanaya segera mengambil nampan dari tangan Mbak Minah dan meletakkan di atas meja. Lalu balik lagi ke tempat tidur dan menyibak selimut. "Guling? Aku pikir Mas Yogi masih tidur." Drrttt drrrttt drrtttPonsel di atas nakas bergetar. Kanaya pun langsung mengambilnya."Mas Yogi, VC? Tumben."K

  • Perjanjian Menikah Selama Enam Bulan    Bab 33

    Teriakan amarah terdengar dari kamar Zein. Semua barang-barang dia lempar sampai berserakan. Dia sangat kecewa dan kesal dengan keputusan Kakek yang menurutnya tidak adil. Sangat tidak adil. "Zein. Kamu tidak boleh menyerah begitu saja!" ucap Dina yang langsung masuk ke kamar anaknya. "Rayu Kakek kamu, Zein!" Menoleh dengan wajah yang memerah. "Mama pikir, Kakek mau mendengar ucapan Zein? Tidak, Ma." "Semua ini gara-gara Yogi. Dia selalu mendapat apa yang Kakek punya. Mama juga kecewa dengan keputusan kakekmu." Dina tak kalah kesal. "Mama jangan salahkan Yogi! Tadi kalian dengar sendiri 'kan? Sebenarnya Yogi juga berat menerima keputusan tersebut." Dina yang tadi duduk di tepi tempat tidur langsung beranjak mendekati suaminya dengan tatapan penuh amarah. "Apa Papa tidak lihat? Zein begitu terpukul dengan keputusan kakeknya. Dan sekarang, Papa justru membela Yogi. Apa karena dia anak kandung Papa? Iya?" Rudi menghembuskan napas berat. Dia berjalan menuju arah jendela. Berdiri d

  • Perjanjian Menikah Selama Enam Bulan   Bab 32

    Sampai juga Yogi dan Kanaya di rumah Kakek. Rumah yang telah menumbuhkan benih-benih cinta pada mereka. Yogi hanya terdiam. Ketika Pak Didik sudah memarkirkan mobil di depan rumah. Pandangan lurus ke depan seakan Yogi masih ragu untuk keluar. Kanaya pun memandang laki-laki tampan yang telah memikat hatinya tersebut. Tangannya dikibaskan di depan wajah Yogi. "Mas ... Mas Yogi."Seketika Yogi menoleh ke arah Kanaya."Sudah sampai, Mas. Kenapa diam saja? Ayo turun!" Dengan langsung membuka pintu mobil. Kanaya turun lebih dulu.Dia segera membukakan pintu mobil untuk Yogi. "Ayo turun! Kalau ngga mau turun, ngapain tadi ke sini?" Kanaya menarik tangan Yogi.Yogi akhirnya menerima ajakan Kanaya untuk keluar dari mobil. Netranya langsung terarah pada mobil milik papanya. Yogi hanya diam dan berdiri di depan rumah. Lagi-lagi Kanaya harus sedikit memaksa agar Yogi mau masuk ke dalam."Assalamu'alaikum. Kakek ...," ucap Kanaya. Sikapnya masih sama seperti dulu. "Wa - Wa'alaikumsalam." Terden

  • Perjanjian Menikah Selama Enam Bulan   Bab 31

    "Ka - Kakek," ucap Kanaya begitu terkejut melihat Kakek Jaya yang tiba-tiba datang."Zein. Pulang!" titah Kakek dengan menatap tajam Zein. Sesaat Kakek memandang Yogi dan Kanaya. Lalu pergi meninggalkan mereka begitu saja. Tanpa ada sepatah katapun yang terucap untuk Yogi dan Kanaya.Zein segera mengikuti langkah kakeknya tersebut. Yang berjalan keluar dari restaurant."Kakek tunggu di rumah!" Zein pun hanya menjawab dengan anggukan. Kakek Jaya langsung masuk ke dalam mobil meninggalkan Zein yang masih berdiri di halaman restaurant.Dengan cepat, Zein pun langsung menuju mobilnya untuk segera pulang ke rumah.---"Duduk!" titah Kakek sesaat setelah Zein sampai di rumah.Zein pun duduk berhadapan dengan kakeknya. "Ada apa, Kek? Kenapa menyuruh Zein pulang? 'Kan masih jam kerja kantor.""Kakek tidak suka dengan sikapmu tadi. Memalukan.""Memalukan? Maksud Kakek?" Zein benar-benar tidak tahu diri. Dia masih bersikap seolah-olah tidak melakukan hal yang salah. Dia selalu merasa benar

  • Perjanjian Menikah Selama Enam Bulan   Bab 30

    Hari begitu cepat berlalu. Tak terasa sudah hampir satu bulan Yogi tinggal di rumah orang tua Kanaya. Yogi masih terus menekuni pekerjaannya sebagai tukang becak menggantikan Heru—mertuanya.Sebenarnya, bisa saja Yogi mencari pekerjaan di kantor. Apalagi dengan kemampuannya yang sudah tidak diragukan lagi sebagai mantan seorang direktur. Tapi dia merasa mendapat kenyamanan tersendiri sebagai tukang becak. Untung saja kedua mertuanya tidak pernah memandang Yogi dari segi materi. Meskipun sekarang dia tidak memiliki kemewahan seperti dulu, tapi Tari dan Heru tetap menerimanya sebagai suami dari putri semata wayang mereka. Justru dengan kejadian ini. Orang tua Kanaya merasa bersyukur. Karena pada akhirnya bisa menyatukan Yogi dan Kanaya dalam sebuah pernikahan sebenarnya. Bukan pernikahan dengan perjanjian.Hubungan Yogi dan Kanaya sendiri sebagai suami istri masih tetap sama. Mereka belum pernah melakukan hal yang sebenarnya sudah halal dalam pernikahan. Meskipun demikian, semakin har

  • Perjanjian Menikah Selama Enam Bulan   Bab 29

    Senyum mengembang membingkai bibir Zein. Dia begitu senang karena akhirnya Kakek memberi kesempatan padanya untuk menggantikan posisi Yogi di kantor.Zein berdiri di depan cermin dan menatap bangga dirinya sendiri."Aku memang lebih pantas menjadi direktur. Harusnya dari dulu Kakek mengambil keputusan seperti ini." Senyum jahat Zein mengembang."Kenapa Kakek mengusir Yogi? Harusnya office girl itu saja yang Kakek usir! Yogi menikah dengan perjanjian karena dia tidak mencintai perempuan itu. Semua juga gara-gara Kakek yang memaksa Yogi untuk segera menikah." Suara lantang Siska membuat Zein keluar dari kamarnya.Kakek tidak menghiraukan ucapan Siska. Beliau hanya diam saja."Siska. Jaga bicara kamu!" tegur Zein mencari muka di depan kakeknya. Dia langsung menarik tangan Siska dan mengajaknya keluar."Lepas! Apa-apaan sih kamu, Zein?"'Perempuan ini bisa bahaya juga untukku. Dia pasti berharap Yogi kembali dan menjadi direktur lagi di p

  • Perjanjian Menikah Selama Enam Bulan   Bab 28

    BrakkkZein menggebrak meja. 'Seenaknya saja Yogi memukulku seperti tadi,' batinnya dengan menahan kesal.Kakek Jaya yang baru saja pulang. Beliau memandang ke arah Zein dan mendekatinya. "Kamu kenapa, Zein?""Kakek mau tau kenapa? Lihat ini, Kek!" ucap Zein sembari menunjuk wajahnya yang lebam. "Semua ini karena Yogi.""Yogi? Memangnya kenapa dia sampai melakukan hal seperti itu?"'Saya tau. Yogi bukan orang yang ringan tangan. Pasti ada sebab, kenapa dia sampai menyakiti Zein,' batin kakek."Zein hanya bilang jangan mempermalukan keluarga Adijaya. Hanya itu saja. Tapi Yogi tiba-tiba emosi."Zein tidak mengakui kesalahannya di depan Kakek. Padahal sudah jelas, Yogi memukul dia karena telah merendahkan Kanaya."Bikin malu?" Kakek terlihat penasaran dengan ucapan Zein."Iya, Kek. Kakek tau, sekarang Yogi menjadi tukang becak. Memalukan sekali 'kan Kek?"'Yogi menjadi tukang becak? Apa dia bisa mel

  • Perjanjian Menikah Selama Enam Bulan   Bab 27

    Heru mengajak menantunya mangkal di pertigaan tak begitu jauh dari rumahnya."Kita mangkal di sini saja, Nak Yogi! Yang dekat-dekat dulu.""Baik, Pak."Yogi dan Heru duduk di samping becak sembari menunggu penumpang datang."Nak Yogi apa tidak malu menarik becak seperti ini?" tanya Heru membuka obrolan."Apa Bapak malu menjadi tukang becak?" Sebuah pertanyaan kembali dibalikkan Yogi pada mertuanya."Tidak, Nak Yogi. Kenapa harus malu? Kalau kita kerja dengan cara halal.""Itu juga jawaban dari saya, Pak.""Tapi Nak Yogi 'kan beda dengan Bapak. Nak Yogi orang kaya. Selalu mendapatkan apa yang diinginkan dengan mudah. Tanpa harus bersusah payah."Yogi memandang ke arah jalan. Dia tersenyum mendengar ucapan mertuanya tersebut."Sekarang saya bukan orang kaya lagi, Pak. Dan Bapak salah kalau menganggap semua yang saya inginkan bisa didapat dengan mudah. Sejak kecil, saya tidak pernah mendapat kasih sayang

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status