Di tempat yang berbeda. Masih di gedung tempat diselenggarakannya pesta pernikahan Edward dan Jema. Setelah acara selesai, Jema langsung menarik adiknya. “Apa yang kau lakukan pada suami temanku?” tanya Jema. “Temanku pergi setelah kau memeluk suaminya.” Janice mengibaskan rambutnya. “Aku hanya ingin menari dengannya. memangnya salah? aku hanya melakukan apa yang dilakukan orang lain.” “Aku diam saja karena kau masih adikku. Tapi kau memang tidak pernah menghargaiku sebagai kakakmu.” Jema berkacak pinggang. “Aku membiarkanmu datang dengan pakaian seperti itu.” menunjuk Janice. Janice menggunakan dress putih yang mencolok dan begitu seksi. “Kau takut semua perhatian tertuju padaku?” tanya Janice. Jema memejamkan mata sebentar. “Bukan karena merebut perhatian. Tapi karena aku takut kau mempermalukan aku dan Edward! Di sini banyak kenalana Edward yang datang, Dengan pakaian seperti itu kau bisa dianggap perempuan tidak benar.” “Siapa yang malu? aku! Aku masih berstatu
“Maaf….” Lirih Arsen tidak berhenti meminta maaf. Yerin dengan wajah yang bertekuk. Kesal sekali. “Aku tidak tahu kalau kamu mengajakku pergi. aku bingung dan tiba-tiba wanita itu sudah memelukku,” jelas Arsen. “Tapi kamu tidak langsung mendorongnya. Kamu malah melihatnya—baru melepaskannya.” Yerin menoleh—dengan mata yang begitu sinis. “Sepertinya kamu sangat senang ya? Kamu bisa menempel pada wanita seksi yang menonjolkan dada yang begitu besar?” Arsen menghela napas. Ada yang bilang, wanita akan membahas kesalahan lelaki sampai seumur hidup? Apakah ini yang dimaksud? Apakah kejadian ini akan dibahas Yerin seumur hidup mereka? “Tidak…” balas Arsen. Yerin mendengus. “Padahal aku sudah bilang, ayo pergi. Eh malah diam, saat aku menoleh. Sudah bersama wanita lain. Dasar..” “Tapi kamu tidak menarikku. Seharusnya kamu menarikku untuk pergi.” “Jadi kamu menyalahkanku?” tanya Yerin malah semakin kesal. ia bersindekap. Sangat jengkel, kesal dan marah! “Tidak…” A
Hari berjalan dengan cepat…. Happy Wedding untuk Jema dan Edward. Persiapan pernikahan mereka membuat Yerin dan Arsen juga ikut riuh. Yerin yang selalu ada untuk Jema memilih berbagai gaun dan dekorasi. Sedangkan Arsen yang sudah berjanji akan menyumbang dana untuk Edward. Mereka melangsungkan pesta pernikahan di sebuah gedung. Yerin menggandeng lengan suaminya. Masuk perlahan…. Katanya, Edward ingin pesta pernikahan mereka berlangsung dengan meriah. Itulah kenapa sampai menyewa gedung dan mengundang banyak orang. Dekorasi yang Jema pilih bersamanya ternyata sangat bagus. “Waah…” menatap ke atas. “Bukankah sangat bagus?” Arsen hanya mengangguk saja. Mereka mendekati Edward dan Jema untuk memberi selamat. Mereka sangat sumringah. Sangat bahagia, tidak berhenti tersenyum. “Selamat…” Yerin memeluk Jema. Jema membalas pelukan Yerin tidak kalah antusiasnya. “Akhirnya kan…” Jema tertawa. “Aku banyak merepotkanmu.” “Tidak-tidak…” Yerin menggeleng. “Aku senan
Yerin menatap Arsen. “Penghianat?” tanyanya. Arsen mengangguk seperti sedang mengadu pada Yerin. Seperti seorang anak yang sedang mengadu pada orang tuanya. “Penghianat itu mengambil uang investor.” Arsen berbaring menghadap langit. Yerin mendekat—mengamati Arsen yang benar-benar terlihat lelah. “Seseorang yang aku percaya. Seseorang yang telah membantuku dari awal aku masuk ke perusahaan sampai saat ini. Aku mempercayakan proyek perusahaan baruku itu padanya. tapi, dia membawa uangnya.” Arsen tertawa pelan. “Aku sangat membenci penghianat….” Lirihnya. Yerin memeluk Arsen—mengusap lengan suaminya itu pelan. “Aku bisa mengatasi investor…. Tapi aku sudah terlanjur percaya pada orang itu. Dia salah satu orang yang paling aku percaya di perusahaan. tapi juga menghianatiku.” Seseorang yang diceritakan Arsen itu belum yang pasti tidak diketahui oleh Yerin. Orang itu pasti orang yang paling berharga sampai Arsen benar-benar percaya. Tapi orang itu diam-diam menghianati
Entah jam berapa mereka selesai. Yerin sudah terlelap sejak tadi. Arsen menatap jam dinding. Ia mengusap lengan Yerin yang keluar dari selimut. Hembusan nafas wanita itu begitu tenang. Arsen tidak mau membangunkan Yerin—ia memilih untuk turun dari ranajng. Hanya menggunakan jubah tidurnya—ia mengambil rokok di dalam nakas. Setelah itu pergi ke balkon kamar mereka. menutup pintu agar asap rokoknya tidak sampai masuk ke dalam kamar. Arsen memandang langit yang begitu gelap. Lalu, memantik api untuk menyalakan rokoknya. Tangannya mengapit rokok dengan lihai—menyesap rokok itu dengan nikmat. Mengembuskan asap ke udara. Di sisi lain. Yerin sedang tertidur berusaha memeluk Arsen. Karena pria itu tidak ada di sampingnya, membuat Yerin membuka mata. Benar—meski matanya berat. ia masih bisa membedakan mana mimpi dan mana kenyataan. Suaminya tidak ada di sampingnya. “Sayang….” Yerin turun dari ranjang. Berjalan ke balkon—mendekati suaminya. Sampai duduk di ata
21++ “Tadi Bastian terlihat sangat sedih,” ucap Yerin masuk ke dalam mansion. “Mangkanya aku bilang kalau terus menangis batalkan saja.” Yerin menoleh dan melotot pada Arsen. “Maksudnya, dia bisa berangkat saat siap saja. daripada menangis terus.” Arsen menangkap pinggang Yerin—memeluknya dari belakang. “Mungkin dia merasa sedikit berat pergi. Apalagi hubungan kalian baru membaik. Dia baru merasakan kehangatan keluarga….” Lirih Yerin. “Benar.” Arsen menaruh wajahnya di ceruk leher Yerin. “Nanti kita ke sana. sekalian liburan.” Yerin sumringah mendengar ucapan Arsen. “Benarkah?” “Ehm..” Arsen mengecup leher Yerin. “Tapi buat aku senang dulu.” Yerin memutar tubuhnya—mengalunkan tangannya di leher Arsen. “Selalu seperti itu.” Yerin mendengus pelan. Arsen menunduk—mencium bibir istrinya. Ciuman yang lembut berubah menjadi liar. Semakin intens. Sampai Yerin baru sadar kalau mereka berad di ruang tamu. Bagaimana kalau ada orang lain yang melihat mereka. Yerin