21++ Berjongkok. Berhadapan langsung dengan milik Bastian yang masih terbalut dengan kain. “Lakukan sayang…” Bastian mengusap puncak kepala Eve. Eve mendongak. Dominan pria itu membuatnya sedikit kesal. Artinya bahwa, Bastian sedang menegaskan tentang tempatnya. Yaitu memuaskan pria itu. Eve menarik resleting pria itu dengan tangannya. Mengeluarkan milik pria itu yang tengah bergairah. Hampir saja mengenai wajahnya. Eve membelainya dengan tangannya. Tangannya yang lembut berhasil membuat Bastian mengerang. “Ehmm..” Bastian bertopang pada tembok di belakang Eve. “Bagus, gunakan mulutmu yang kotor itu.” Eve mengulurkan lidahnya—menjilatnya seperti permen. “Ohh!” Bastian menunduk—menepuk pelan puncak kepala Eve seperti menepuk puncak kepala anjing. Eve memasukkan milik pria itu ke dalam bibirnya. Mengulumnya—menghisapnya dengan lembut. Memberikan pelayanan yang begitu lembut dan nikmat bagi Bastian. Erangan dan desahan yang Bastian sendiri berusaha untuk meng
21++ “Kau yakin?” tanya Eve. “Tapi aku sedikit takut. kita bisa ketahuan. Apa ada cctv di sini?” menahan dada Bastian. Ia menatap sekitar. takut sekali ada cctv yang bisa merekam perbuatan kotor mereka berdua. Cup! Bastian bukannya menjawab, malah semakin asik mencumbu leher dan pipi Eve. Betah menghimpit tubuh Eve di tembok. Tidak membiarkan wanita itu kabur darinya. Karena… Gairahnya sama-sama sedang memuncak. “Bastian—” Eve melengos. “Pindah tempat saja.” “Aku tidak mau.” Eve mengerjap. “Ini bukan tempat yang aman. Bagaimana kalau ada cctv yang merekam kita. lalu mereka akan menyebarkannya? Lalu akan menjadi skandal bagiku—” menunjuk dirinya sendiri. “Yang bahkan belum masuk bekerja di rumah sakit ini.” Bastian sedikit mundur—kedua tangannya bertopang pada tembok samping kiri dan kanan Eve. “Kau mau pindah ke ruang lain?” Eve mengangguk. Bastian terkekeh. “Kamar mayat mau?” “Bastian!” pekik Eve. “Jaga suaramu sayang…” Bastian mengusap bibir Eve. “Ka
“Dia kenapa?” Ernando menatap Brayson yang begitu menyebalkan. Willie mendekat—berbisik. “Kau tidak lihat dia begitu menyukai perawat itu?” “Tapi dia terlalu menunjukkannya. Dia benar-benar tidak tahu cara mendekati wanita,” balas Ernando. Brayson menoleh pada dua orang yang sedang membicarakannya. Menatap Ernando dan Willie yang sedang duduk di sofa. Sedangkan dirinya mendampingi Grey yang saat ini berada di atas ranjang. Sedang diperiksa oleh Sheril. Dia setia mendampingi Sheril yang sedang melakukan pekerjaannya. “Ssstt!” Brayson menatap mereka. menunjuk bibirnya sendiri—sebagai perintah agar mereka diam saja. tidak perlu membicarakannya di depan Sheril begini.Sheril menunduk. “Kamu masih ingat kalau sakit, bisa pencet tombol ini?” menunjuk tombol yang berada di samping. “Nanti kakak akan ke sini.” Grey mengangguk. “Aku masih ingin main,” ucap Grey. “Ehmm…” Sheril mencari jam. “Ini.” Brayson menunjukkan jam tangannya. Sheril melihatnya. “Ehmm. Bagaimana kalu kamu berm
Eve terkesiap saat tubuhnya tiba-tiba ditarik. Pinggangnya ditarik lalu dihadiahi ciuman yang tiba-tiba. Eve belum sempat melihat keadaan sekitar—tapi justru Bastian sudah membungkam bibirnya dengan ciuman yang manis. Bastian melumat bibir Eve—mencecapnya dengan lembut. Untuk menutup pintu dengan benar saja rasanya tidak ada waktu. Brak! Bastian menendang pintu sampai tertutup dengan tendangan kakinya. Mendorong tubuh Eve sampai terbentur dengan tembok—memperdalam ciumannya. Menekan tubuh Eve dengan tubuhnya yang besar. “Hmmph!” Eve menepuk dada pria itu. Sampai akhirnya ciuman mereka terlepas. Eve mengambil napas dalam-dalam. “kenapa tiba-tiba menciumku?” tanya Eve mendongak. “Kenapa juga ingin bertemu? Teman-teman ada di bawah, di ruangan Grey. Kita tidak bisa terlalu lama di sini.” “Begitu?” tanya Bastian. tangannya dengan santai mengusap helaian rambut Eve ke belakang. “Aku ingin melakukannya, karena aku merindukanmu.” mengusap bibir bawah Eve yang basah
Eve baru saja datang ke rumah sakit. Ia akan membayar biaya rumah sakit adiknya dengan sisa uangnya. Sembari menunggu uang dari Bastian. Meski mereka sudah sepakat, Eve tidak berani meminta uang dari pria itu. Nanti saja saat pria itu sadar dan memberinya secara sukarela. “Semua sudah dibayar, kak.” Eve mengerjap. “Semuanya?” Staf rumah sakit mengangguk. kemudian memberikan rincian pembayaran yang dilakukan atas nama Bastian Miles Jarvis. Eve membawanya—memasukkan ke dalam tasnya. “Dia benar-benar menepati janjinya.” Eve tersenyum samar sembari berjalan ke ruangan adiknya. Tunggu—kenapa dari luar sangat ramai ya? Ada apa ini? Eve tidak tahu apapun sampai ia membuka pintu. Ya, tiga pria dewasa yang saat ini sedang berkutat dengan mainan. mereka sibuk memasang jalanan untuk mobil-mobilan. “Apa yang kalian lakukan di sini?” tanya Eve begitu bingung melihat Ernando, Willie dan Brayson. Eve segera mendekati Grey yang duduk di sofa. “Kamu baik-baik saja? Mereka tid
Bastian pergi. Benar-benar pergi dari rumah Eve dan meninggalkan Eve. Ia pulang ke Apartemennya setelah melampiaskan gairahnya dengan bermain begitu lama dengan Eve. Bastian tersenyum—sudah lama ia tidak merasa sesenang ini. Nafsunya sudah tersalurkan dengan baik. Bastian pergi ke ruang kerjanya. Menatap dokumen yang sudah dimintanya dari orang kepercayaannya di kantor. Menghubungi seseorang. “Kau sudah memeriksa dengan teliti?” tanya Bastian. “Sudah, Sir. Tapi apakah anda yakin ingin menanamkan modal di perusahaan itu? Dari yang sudah saya cari tahu. Perusahaan itu memiliki laporan keungan yang minus. Meski masih berjalan, ternyata masih punya banyak hutang.” Bastian tersenyum samar. “Tapi kau sudah menangalisa perusahaan itu ke depannya kan? perusahana itu katamu memiliki prospek yang bagus.” “Benar, Sir. Tapi saya tidak bisa tidur memikirkan ini. Memang terlalu berisiko. Anda bisa berpikir dahulu sebelum benar-benar memutuskan.” Bastian bersandar. Dengan