Pertama kali membuka mata tanpa hadirnya siapapun di sekitarnya. Yerin menyingkap selimut yang membungkus tubuhnya. Mencabut selang infus yang terpasang di punggung tangannya. Ia harus melihat keadaan Arsen. Yerin buru-buru turun dari ranjang. Saat ia berjalan hendak keluar dari kamarnya. Tubuhnya hampir terjatuh kalau saja tidak segera ditangkap. “Kau mau ke mana?” tanya Arsen. Yerin mendongak. “Aku ingin melihatmu. Kau baik-baik saja?” tanya Yerin. Ia mengambil tangan Arsen yang diperban. “Tanganmu terluka…” “Aku baik-baik saja.” Arsen memeluk Yerin dari samping. Membawanya kembali masuk ke dalam ruangan. Arsen mengambil duduk di samping ranjang Yerin. “Kembalilah tidur. Ini masih terlalu pagi untuk bangun.” “Aku tidak bisa.” Yerin mendengus. “Aku pasti sudah lama tidur…” Yerin menatap Arsen. Kenapa pria itu tersenyum begitu tiba-tiba. Ia hampir melupakan kejadian tadi malam. Dirinya yang menyatakan perasaan pada pria itu. Pasti dianggap lelucon. Past
Byur Setelah tubuh Yerin benar-benar tercebur. Bunyi tembakan terdengar. Semua polisi mengepung mereka. Arsen berlari—tanpa berpikir panjang. Mengabaikan semua kemungkinan yang terjadi padanya….. BYUUUR Arsen melompat. Dalam dingin dan gelapnya air. Arsen berusaha untuk meraih tangan Yerin yang semakin tenggelam. Bahkan di kegelapan sekalipun, Arsen masih bisa melihat tubuh wanitanya. Meraih tangan Yerin—membawanya ke permukaan. Menggendong tubuh Yerin sampai di pinggiran… Arsen tidak mau kehilangan orang-orang yang disayangnya lagi. “Yerin bertahan aku mohon…” Arsen menunduk—memberikan pertolongan pertama. “Yerin aku mohon…” lirihnya. Tidak memedulikan kondisi dirinya sendiri yang berantakan. Meski tangannya berlumuran darah, ia tidak merasakan sakit sedikitpun. Yang terpenting adalah Yerin bisa membuka mata. Arsen memberi nafas buatan. Arsen memeluk tubuh Yerin dalam keheningan. Nafasnya mulai sesak. Matanya mulai memanas. Apakah kejadian kehilang
BRAAAK!!! Pintu yang awalnya terkunci begitu kuat itu akhirnya terbuka. Arsen meregangkat ototnya—matanya sempat menatap Bastian yang terduduk di lantai. Meliha bocah itu membuatnya marah. Kenapa terlihat begitu menyedihkan? Darah yang keluar dari lengan bocah itu juga banyak. Meski membenci bocah itu, Arsen tidak pernah membuat Bastian sampai terluka. Menyentuh saja tidak pernah. Lalu, bajingan ini berani-beraninya membuat Bastian sampai terluka dan terlihat menyedih seperti itu. “Ah…” James tertawa. “Jadi kalian sudah berbaikan ya. Bagus, jadi kalian melakukan semua ini karena satu wanita?” tanya James. “Hanya karena Aurel, seorang Arsen sampai turun tangan?” tanya James. “Kau menyerah saja.” Arsen mengeluarkan pistolnya. “Aku juga bisa membuat lenganmu berdarah seperti yang kau lakukan padanya!” “Uuuu hubungan kakak adik yang romantis.” Malah mengejek. “Sayangnya aku tidak mau.” “Aku sudah mengumpulkan bukti kejahatanmu pada polisi. Tempatmu ini sudah dikepung
James mencekik leher Bastian. “Kau pikir aku bodoh hah!” Bastian mencengkram tangan James yang mencekiknya. Kakinya bergerak mengapit pinggang James. Sampai tubuh mereka berguling ke lantai bersama. Bastian menendang perut James. Namun dari belakang justru di serang. Untungnya belum sempat mengenainya—ada Ernando yang menendang orang suruhan James dari belakang. Ernando menarik Bastian agar keluar dari ruangan itu. Keadaan mereka akan semakin sulit jika tetap berada di dalam. “JANGAN BIARKAN MEREKA PERGI!” teriak James. Sedangkan di luar—anak buah Arsen berusaha untuk menolong Bastian yang berada di dalam. “Kita diserang,” ucap bawahan James. Bastian dan Ernando tersenyum. “Meskipun kau menahan kita, kau tetap akan kalah.” James menatap mereka dengan nyalang. Mengeluarkan satu pisau dari sakunya. “Kalau aku hancur, kalian juga harus mati.” Anak buah James bersuaha untuk melumpuhkan Bastian dan Ernando. Pintu terkunci dengan sangat rapat. Siapapun tida
Rencana paling ekstrem adalah Bastian masuk ke klub bersama Ernando untuk mencari video itu tersimpan. Ernando memiliki kekuatan fisik yang kuat. Juga, laki-laki itu memiliki kemampuan bela diri yang lebih bagus dari Bastian. Mereka akan didampingi oleh orang-orang Arsen saat masuk. Setelah mengetahui di mana video itu tersimpan. Mereka akan menucurinya. Kalau tidak bisa dihancurkan langsung saja. Setelah itu keluar dari klub dengan selamat. Selesai. Tapi tidak sesingkat itu. Bastian sudah masuk ke dalam klub. Kedatangan dirinya disambut hangat oleh orang-orang James. Sehingga, ia langsung diseret di sebuah ruangan. “Bagus…” James tersenyum. “Kau menyerahkan diri secepat ini.” Bastian menatap tajam James. Tapi setelah itu ia berlutut. “Apa salahnya mencintai seorang perempuan?” tanyanya tiba-tiba. “Kak James juga pasti tahu aku tidak pernah menyukai perempuan? Dan akhirnya aku menyukai Aurel…” Bastian menepuk dirinya. “Apa salahku yang mencintai Aurel kak?”
“Jadi…” lirih Yerin. “Yang pertama Vando. Vando itu yang rambutnya hitam pekat. Dulu dia sering sekali bertengkar. Seperti Bastian. Aku bertemu dengan orang tuanya….” “Dan ternyata….Vando sudah lama kehilangan ibunya. Dia dididik begitu keras oleh ayahnya. Jadi, aku sedikit memberi pengeritan pada ayahnya untuk tidak terlalu menekannya.” “Sejak saat itu, hubungan Vando dan ayahnya membaik.” “Ernando…aku tidak melakukan banyak hal. Aku hanya tidak mempermasalahkan dia tidak sengaja memukulku.” Arsen menggeleng. “Kau melakukan banyak hal di sekolah.” Yerin tertawa. “Gwen…sebelum aku datang. Dia anak yang pendiam. Aku membantunya berbaur dengan teman yang lain.” “Eve… aku membantunya memilih jurusan kuliahnya nanti.” Yerin menatap Arsen. “Dia memiliki banyak pertimbangan. Aku sendiri sampai pusing. Tapi akhirnya dia menemukan jurusan yang paling dia inginkan, yaitu kedokteran.” Arsen mendengarkan Yerin—dengan tangannya yang mengusap punggung Yerin dengan nyaman. Yerin sa