LOGIN:-0 Maaf baru up. Author sibuk banget
Setelah mendapat izin dari sekretaris Luis, Shakira mendorong pintu berat ruang kerja si penguasa itu.Di sana, Luis duduk di balik meja besarnya, sedang menyesap kopi dengan ekspresi wajah yang datar, hampir tanpa emosi.Shakira memilih berdiri di depan meja kebesaran lalu sedikit membungkuk hormat. Bagaimanapun dia harus memperlakukan Luis secara professional saat berada di kantor.“Selamat siang.”Tanpa basa-basi, Luis melempar ponselnya ke atas meja, membiarkan layarnya menyala menampilkan sebuah foto.Foto itu memperlihatkan Shakira yang sedang didekap erat oleh Rado di rumah makan. Karena posisi Rado yang membelakangi kamera dan mengenakan topi serta masker, ia tampak seperti pria misterius yang sedang bermesraan dengan Shakira."Ben mengirimkan ini padaku," ucap Luis tenang, suaranya sedingin es. "Dia bilang, ‘mainanku’ sedang mencari hiburan di rumah makan dengan pria lain."Shakira tertegun, namun ia tidak gentar. Ia menatap foto itu, lalu beralih menatap Luis."Lalu? Anda per
Shakira menatap siluet Nadine dari kejauhan dengan tatapan dingin.Untuk saat ini, ia memilih untuk tidak mempedulikan keberadaan Nadine. Masa bodoh dengan apa yang dilakukan wanita itu di ruamh sakit ini.Apakah dia sedang merencanakan masa depan rahimnya ketika akan menikah dengan Luis atau sekadar pemeriksaan rutin, itu bukan prioritas Shakira hari ini.Prioritasnya adalah rahimnya sendiri. Sebuah wadah untuk kehidupan baru yang akan menjadi satu-satunya alasannya bertahan hidup.Shakira melangkah tegap, melewati lorong rumah sakit tanpa menoleh lagi. Dia benar-benar tidak peduli dengan apa yang Nadine lakukan.Kemudian ia berjalan keluar menuju area penjemputan, membiarkan udara panas Jakarta menerpa wajahnya setelah kedinginan di dalam ruangan ber-AC. Sambil menggenggam tas kecilnya yang berisi vitamin kehamilan, ia mengeluarkan ponsel untuk memanggil sopir pribadinya.Namun, tepat saat ia berdiri di tepi lobi yang sepi, sebuah tangan kekar tiba-tiba merangkul pundaknya dengan akr
Pagi menyapa Jakarta dengan cuaca yang mendung, seolah mewakili suasana hati Luis yang kelabu. Tanpa sepatah kata pun, bahkan tanpa menoleh sedikit pun ke arah Shakira yang masih terlelap di sofa kamarnya tanpa selimut, Luis bangun dan bersiap dengan kecepatan penuh.Ia mengenakan setelan jas navy terbaiknya, merapikan dasi dengan cekatan, lalu segera keluar dari kamar.Ia butuh udara segar. Ia butuh kembali menjadi CEO yang memegang kendali, bukan pria yang terjepit di antara dua wanita.Tujuan utamanya hanya satu.Kantor Pusat Hartadi Group.Di sana, seseorang yang memiliki wajah yang identik dengannya tengah duduk di kursi kebesarannya. Lewis, saudara kembarnya.Begitu Luis melangkah masuk ke lobi kantor, para karyawan menunduk hormat. Mereka tidak menyadari bahwa ‘Luis’ yang mereka lihat selama beberapa hari terakhir sebenarnya adalah Lewis.Luis berjalan cepat menuju lift dan langsung menuju lantai teratas. Dengan David yang sudah menunggu di lobi lalu mengikutinya dari belakang.
Bu Tatik tertegun mendengar permintaan Shakira."Tapi Nona ... barang-barang mendiang Non Belliza itu satu-satunya kenangan yang—""Lakukan aja!" potong Shakira cepat dengan pandangan sedih yang berusaha ia tutupi. "Belliza udah bahagia di sana. Dan aku … juga harus bisa bahagia tanpa dia. Lihat barang-barangnya cuma bikin aku makin sedih."Bu Tatik tertunduk mengerti mengapa Shakira sampai nekat melakukan ini.Shakira ingin move on dan satu-satunya cara adalah menghapus semua kenangan tentang Belliza. Dia tahu, Shakira terpaksa melakukan ini demi kebaikannya sendiri.Lalu Bu Tatik segera beranjak menuju kamar lama Shakira.Dari ambang pintu kamar Luis, Shakira memperhatikan asisten rumah tangga yang masih muda, mulai memasukkan boneka beruang favorit Belliza dan baju-baju mungil itu ke dalam kantong plastik hitam besar.Setiap kali satu barang dimasukkan, hati Shakira terasa seperti disayat sembilu.Bukan karena ia tidak lagi mencintai anaknya yang telah tiada, bukan karena ia ingin m
Langkah Luis mendadak terhenti seolah kakinya terpaku ke lantai bandara.Di ujung lobi kedatangan, di antara kerumunan orang yang menjemput, berdiri seorang wanita cantik dengan pakaian modis dan kacamata hitam yang bertengger di kepalanya.Itu Nadine.Wajah Luis yang tadinya hanya tegang, kini berubah pucat pasi. Ketakutan akan terbongkarnya rahasia besar ini di depan Nadine membuat naluri pelindungnya bangkit secara brutal.Tanpa peringatan, Luis menyentak tangannya dengan kasar. Genggaman Shakira terlepas begitu saja hingga tubuh wanita itu sedikit terhuyung."Lepas!" desis Luis tajam, suaranya rendah namun penuh ancaman. Matanya terus menatap ke arah Nadine yang mulai celingukan mencari keberadaannya.Shakira tertegun, menatap tangannya yang baru saja dilepaskan secara paksa."Den Mas, ada apa—""Nadine di sana," potong Luis cepat, ia membalikkan badan membelakangi lobi, menghalangi pandangan Nadine ke arah Shakira. "Masuk lagi ke dalam. Jangan keluar sekarang. Tunggu sepuluh atau
Pendaratan semakin dekat, dan pengumuman dari kabin pesawat mulai terdengar. Di tengah suasana tenang itu, Shakira mendongak, menatap mata Luis dengan sorot yang tidak lagi memberontak, namun penuh tuntutan yang tenang."Den Mas, aku mau sesuatu.""Apa?"Tangan Shakira bermain di jemari kiri Luis. "Mulai hari ini, aku mau kita satu kamar. Aku nggak mau lagi ada sekat di antara kita di rumah. Cukup sekat itu ada saat kita di luar."Luis sempat tertegun. Permintaan itu berarti ia akan kehilangan ruang privasinya, tempat di mana ia biasanya menghubungi Nadine atau memikirkan strateginya sendirian."Satu kamar?" Luis mengulang kalimat itu dengan nada rendah, seolah mencoba mencerna konsekuensinya. "Kamarku itu satu-satunya wilayah pribadiku, Ra.""Aku sering melakukan panggilan rahasia, rapat larut malam, dan ... maaf, aku perlu menjaga komunikasiku sama Nadine tetap privat. Kalau kita satu kamar, nggak akan ada lagi rahasia. Kamu bisa dengar setiap kata yang kuucapkan, dan aku akan k







