Sesuatu yang sudah tidak bisa ditahan lagi membuatnya makin hilang kendali. Ia mencengkeram kuat kedua tangan Shakira lalu melancarkan apa yang seharusnya didapatkan malam ini. Tapi Luis tidak sadar, siapa yang sedang ia sentuh tanpa rasa bersalah. Shakira yang awalnya terus memberontak dan menangis, berubah merutuki dirinya sendiri ketika efek obat itu bekerja menguasai logika. Dia tidak banyak melawan ketika Luis memimpin permainan. Bahkan menyentuhnya hingga titik terdalam. Apa yang terjadi malam itu bukan sekadar pelampiasan. Itu adalah penghinaan. Pemaksaan. Pelecehan. Setelah mendapatkan keinginannnya yang luar biasa, Luis terbaring pulas di ranjang tanpa merasa bersalah. Dan Shakira merasa sangat kotor dan menyedihkan. Lalu memakai pakaiannya dengan cepat dan menatap Luis dengan ekspresi hancur. “Kamu bakal menyesali semua ini, Luis Hartadi!” Tapi Luis tetap tertidur pulas meski sebanyak apapun Shakira mencacinya.
View More“Kamu datang ke kamarku tanpa diundang. Lalu berani ngusir tamuku,” suara Luis berat dan serak karena mabuk. “Sekarang, sebagai gantinya kamu yang muasin aku.”
Tanpa peringatan, pria itu mencium Shakira dengan brutal hingga ia terkejut.
Reflek tangan Shakira berusaha mendorong dan memukul dada Luis, namun lelaki itu justru menyentaknya hingga berbaring di atas ranjang.
“Jangan! Kumohon!”
Tapi Luis melanjutkan aksinya. Pria itu mencengkeram kuat kedua tangan Shakira lalu dengan gerakan cepat, Luis langsung membuka botol minuman berisi obat lalu menuangkannya ke mulut Shakira dengan paksa.
Shakira terbatuk-batuk dan berusaha memuntahkan, namun tangan Luis membekap mulutnya dan Shakira tidak memiliki pilihan selain menelannya.
Malam itu Luis melancarkan apa yang seharusnya didapatkan malam ini. Ia justru tertawa puas dan terus melancarkan aksinya.
Sesuatu yang sudah tidak bisa ditahan lagi membuatnya makin hilang kendali. Pengaruh alkohol mahal membuatnya tidak sadar siapa yang sedang ia sentuh tanpa rasa bersalah.
Shakira yang awalnya terus memberontak dan menangis, berubah merutuki dirinya sendiri ketika efek obat itu bekerja menguasai logika.
Dia tidak banyak melawan ketika Luis memimpin permainan. Bahkan menyentuhnya hingga titik terdalam.
Seharusnya Shakira menuruti instingnya yang sudah memperingatkan dirinya agar tidak datang ke kamar Luis Hartadi malam ini. Namun, ia mengabaikannya.
Saat ini, Luis bukan lagi pebisnis muda pewaris konglomerat Hartadi Group yang banyak dipuja para wanita karena wibawa dan kesuksesannya. Melainkan saat ini ia hanya seorang lelaki yang dikuasai alkohol.
Setelah mendapatkan dua kali pelepasan yang luar biasa, Luis terbaring pulas di ranjang, lalu terlelap.
Sementara Shakira merasa sangat kotor dan menyedihkan. Wanita itu kemudian memakai pakaiannya dengan cepat dan menatap Luis dengan ekspresi hancur.
Berbalik, Shakira keluar dari kamar itu dengan hati hancur. Kemeja kerjanya berubah kusut.
Ia ingin mengadu tapi pada siapa. Kalaupun dia mengadu, yang ada justru dirinya yang disangka perempuan murahan karena menggoda Luis lalu berbalik meminta pertanggungjawaban.
Ia berjalan menyusuri koridor hotel dengan langkah goyah, membawa luka yang tak tampak di kulit, namun menganga di dalam jiwanya.
***
Beberapa jam yang lalu …
Shakira hanyalah seorang staf Sales & Marketing di sebuah hotel bintang lima di Seminyak, Bali. Jabatan yang dulu pernah ia emban saat di Jakarta sebelum hidupnya jungkir balik karena cinta yang salah.
Ia memilih meninggalkan suaminya, Ben Danardjanto, ketika lelaki itu justru membawa kembali cinta pertamanya ke dalam rumah mereka.
Dari sebuah pernikahan kontrak yang dingin, hubungan itu tumbuh menjadi ikatan yang saling melengkapi. Namun, bagi Shakira, berbagi atap dengan wanita yang dipilih suaminya tetap terasa seperti luka yang tak pernah sembuh.
Karenanya, ia memilih pergi dan pindah ke pulau Dewata.
Hari itu, para pengusaha ternama dan investor dari berbagai kota hadir dalam forum eksklusif yang digelar di hotel tempat Shakira bekerja.
Luis Hartadi, pewaris konglomerat Hartadi Group, salah satu yang turut hadir.
Sosoknya nyaris tidak luput dari sorotan media bisnis. Itu semua karena keberhasilannya dalam mengembalikan kejayaan anak perusahaan Hartadi Group dalam waktu setahun. Selain itu, penampilannya selalu menjadi pusat perhatian dalam setiap acara formal maupun non formal.
Beberapa karyawan perempuan hotel yang bertugas di lobi saling menyikut pelan ketika melihat Luis melangkah masuk dengan percaya diri.
Setelan jas navy yang membalut tubuh tingginya, dasi warna burgundy yang pas dengan rona kulit sawo matangnya, dan tatapan mata tajam yang membuat siapa pun menunduk tanpa sadar, semua menciptakan aura yang mendominasi.
“Itu Luis Hartadi, kan?” bisik salah satu staf resepsionis pada temannya yang bertugas di concierge. “Ya Tuhan, dia lebih tampan dari fotonya di majalah bisnis!”
“Pastinya, sedingin salju,” sahut yang lain setengah terkagum. “Tapi kalau aku boleh milih bos idaman, ya dia jawabannya.”
Mereka tertawa kecil, namun buru-buru merapikan postur saat Luis melangkah menuju ruang rapat VIP.
Di antara deretan pengusaha yang hadir, Luis adalah satu-satunya yang bisa memadukan karisma, kekuatan finansial, dan pesona pribadi dalam satu paket utuh.
Shakira melirik sekilas ke arah Luis yang duduk di kursi VIP. Sekian detik pandangannya terhenti.
Ia memang tampan, tidak bisa disangkal. Wajahnya bersih, alisnya tebal dan sedikit menukik, dan senyum samarnya yang memikat. Rambut hitam legam disisir rapi ke belakang. Ketika dia menatap apapun, sesuatu seperti ikut tertarik ke dalam bola matanya.
Kepala Shakira segera menggeleng. Ia tersadar dari lamunannya.
Mengusir pikiran yang mulai melayang entah ke mana. Ia kembali fokus pada clipboard di tangannya dan mengawasi tim housekeeping yang menyambut tamu-tamu penting lainnya.
Dirinya bukan siapa-siapa. Hanya staf kontrak baru yang mencoba bertahan hidup demi seorang anak. Ia tidak mau membiarkan kekaguman yang tumbuh pada sosok Luis hartadi, membuatnya menjadi suka berkhayal tentang keindahan semu.
Dan untuk saat ini, sadar pada apa yang ia miliki jauh lebih penting.
Namun setelah rapat usai, sebuah kesalahan kecil merusak segalanya.
Luis terkejut ketika kembali ke kamar suite yang belum dibersihkan. Ruangan itu masih berantakan. Handuk basah tergeletak di lantai, gelas dan piring kotor masih di meja, dan seprei tempat tidur belum dirapikan.
Dengan suara tajam, Luis memerintahkan asistennya memanggil petugas hotel.
“Siapa yang bertanggung jawab untuk ini?! Ini pelayanan macam apa!?”
Shakira yang mendengar keributan itu segera menghampiri dan melayangkan permintaan maaf sebanyak mungkin untuk meredam kemarahan Luis.
“Maaf, Pak. Ada kesalahan dalam jadwal housekeeping. Saya—”
“Kesalahan?” Luis memotong dingin. “Ini nggak becus dan nggak professional namanya! Karyawan kayak kamu nggak pantas kerja di hotel bintang dua! Apalagi di sini!”
Kalimat itu menampar harga diri Shakira. Tapi ia diam sambil menerima hinaan itu untuk mempertahankan satu-satunya sumber mata pencaharian.
Luis menoleh tajam pada petugas lain di lorong. “Panggil manager kalian!”
Shakira tetap diam dengan kepala menunduk sambil menerima semua kemarahan itu. Karena ia tahu, dunia ini tidak sepenuhnya lembut. Justru terlalu keras untuk suara seorang karyawan baru sepertinya. Yang sama sekali tidak memiliki arti di hadapan pengaruh dan kekuasaan.
Tidak berapa lama, asisten general manager hotel tiba. Ia segera menyampaikan puluhan permintaan maaf pada Luis dan menyuruh staf housekeeping segera menyiapkan kamar baru.
“Kamu tahu, aku punya andil saham di hotel ini. Aku nggak mau hotel tempatku berinvestasi punya karyawan nggak becus kayak dia!” Tunjuknya ke Shakira, “Aku mau orang ini ….. ”
Musik lembut dari band akustik mengalun di sudut ruangan.Cahaya lampu kristal memantul di permukaan gelas-gelas champagne, menciptakan suasana malam yang sempurna untuk pesta pernikahan mewah itu.Setelah memberi klarifikasi singkat pada media, di antara kerumunan itu, Luis dan Nadine berjalan bersisian dan menjadi pusat perhatian. Luis tampak gagah dengan jas yang dikenakan, menonjolkan bahunya yang bidang. Sedang Nadine berjalan anggun di sisinya.Tangan Luis bertengger di pinggang Nadine, mantap dan penuh penguasaan. Itu adalah pernyataan diam bahwa perempuan di sisinya adalah miliknya. Nadine menoleh sedikit, tersenyum lembut dengan pipi yang merona.Tatapan mereka bertemu sesaat. Kemudian Luis menunduk sedikit dan berbisik di dekat telinganya.“Semua orang memperhatikan kita malam ini, Nad. Jangan takut. Anggap aja dunia lagi nonton awal dari sesuatu yang indah.”Nadine sedikit menoleh dengan jantung berdebar cepat“Awal dari sesuatu yang indah?” Ulangnya dengan nada penuh tanya.
Luis menggenggam tangan Nadine yang berada di atas meja dan menatapnya lekat.“Aku butuh bantuanmu, Nad. Aku gerah dituduh nggak benar kayak gitu. Bunda sama Ayah juga risih. Aku juga mau semua orang tahu kalau aku dekatnya sama kamu, bukan sama yang lain.”Nadine terdiam sejenak. Pipinya bersemu bahagia karena Luis mengutarakan isi hatinya. Ditambah Luis tidak hanya menggenggam tangan Nadine, melainkan juga memberinya usapan penuh makna.“Den Mas, kamu yakin mau bilang kayak gitu ke publik?”Luis mengangguk yakin dengan menatap Nadine.“Aku nggak mau biarin gosip ini ngatur arah hidupku. Apalagi sampai bikin kamu ragu sama keseriusanku. Lagipula, nggak ada yang salah, kan, kalau aku dekat sama kamu? Lalu aku menunjukkannya ke publik.”Kata-kata itu membuat senyum Nadine kembali merekah. Dan akhirnya, ia mengangguk pelan dengan senyum tersipu malu.“Kalau itu maumu, aku ikut, Den Mas.”Luis mengangguk pelan, senyumnya tipis tapi penuh perhitungan dengan tangan menggenggam tangan Nadine
Shakira mengetuk pelan pintu ruang kerja sebelum masuk. Pikirannya tidak tenang ketika seorang asisten rumah tangga menghampirinya di taman dan berkata Luis ingin dia menemuinya di ruang kerja.Karena Shakira tahu ini pasti ada hubungannya dengan ia tidak masuk kerja hari ini. Atau … saat dia tidak sengaja melihat Luis dan perempuan itu makan siang.Setelah membuka pintu itu, Shakira melihat Luis duduk di balik meja besar dari kayu mahoni, jas kerjanya sudah ditanggalkan di punggung kursi. Dan ekspresinya selalu saja dingin seperti biasa.Tanpa menatap langsung, Luis berkata pelan namun tajam,“Duduk.”Shakira menurut. Ia duduk di kursi seberang, menunduk sopan dan mermas tangannya sendiri. Keheningan menekan ruangan untuk beberapa detik sebelum Luis akhirnya angkat bicara.“Kenapa kamu nggak masuk kerja hari ini?” tanyanya datar.Shakira membenarkan dugaannya namun matanya tidak berani menatap Luis. Ia menjawab namun dengan menatap lantai.“Maaf, aku nggak sekuat itu untuk disinisi sa
Luis baru saja meneguk minuman ketika ponselnya bergetar pelan di atas meja. Ia melirik sekilas layar dan mendapati nama David muncul di sana. Sambil tetap mempertahankan ekspresi tenang di depan Nadine, ia menjawab dengan suara serendah mungkin.“Ya, Vid?” Suaranya nyaris berbisik.“Pak, maaf mengganggu. Tapi Nona Shakira tidak ada di kantor.”“Apa?!” Tanya Luis pelan namun kedua alisnya menukik tajam. “Lalu dimana dia?!”“Saya coba cek GPS ponselnya, dan lokasinya sekarang ada di restoran tempat Bapak makan siang dengan Nona Nadine.”Luis refleks menegakkan tubuh, pandangannya berubah tajam seketika.“Apa?” Gumamnya lirih, nyaris tidak terdengar.Nadine yang duduk di seberang meja sempat mengangkat alis, menyadari perubahan ekspresi Luis.“Ada apa, Den Mas?”Luis cepat menenangkan diri dan tersenyum menutupi kegelisahan.“Ah, nggak ada, Nad, cuma masalah kecil di kantor. Udah diselesaikan David.”Luis berusaha membuat nada suaranya ringan, padahal detak jantungnya masih berpacu cepat
“Pak, kita harus bergerak lebih jauh. Saya sarankan agar Anda segera menghubungi Nona Nadine secepatnya. Mungkin Anda bisa mendekatinya lebih dulu. Jika ia sudah berada di pihak Anda, skandal ini bisa ditahan atau dikendalikan lewat dia.”Luis menatap ke titik tertentu, pikirannya bekerja cepat usai mendengar saran David.“Nona Nadine adalah kunci. Ia bisa menjadi tameng yang efektif untuk melawan skandal ini, Pak.”Kata-kata David tentang ‘tameng yang efektif’ terus terulang dalam benaknya.Luis tahu jika David benar. Asisten pribadinya itu tidak akan memberikan saran yang menghancurkannya.Saat ini, waktu tidak berpihak padanya. Setiap jam, berita tentang skandalnya terus bergulir, dan lebih mengerikan lagi bahwa setiap menit publik akhirnya mengetahui dan memberi penilaian.Apa yang Luis paling khawatirkan bukan hanya reputasinya sendiri, melainkan masa depan Hartadi Group.Baginya, reputasi mungkin bisa dibangun kembali, tapi Hartadi Group jauh lebih dari sekadar nama. Disanalah ri
Ada sesuatu yang membuat Luis ingin bertemu Nadine lagi.Tapi kali ini bukan karena tuntutan keluarga atau karena keharusan untuk menjaga nama baiknya tetap terjaga di hadapan publik.Melainkan karena ia sungguh ingin mengenalnya.Luis berpikir bahwa setiap pria yang terlalu yakin bisa mengendalikan segalanya, justru pada akhirnya akan bertekuk lutut di hadapan seseorang yang mampu menembus logikanya dengan ketenangan.“Nadine.”*****Pagi itu, rumah besar milik Luis Hartadi terasa begitu hening.Suara sendok beradu dengan cangkir porselen terdengar pelan, berpadu dengan aroma kopi hitam yang baru diseduh.Di seberang meja makan, Luis duduk tegap dengan kemeja biru muda yang disetrika rapi, dasi abu-abu menggantung di lehernya. Wajahnya terlihat segar, kontras dengan wajah Shakira yang sedikit tampak letih karena kurang tidur akibat pemberitaan dirinya yang belum reda.Shakira menunduk sejenak, mengaduk teh di depannya dengan segudang pemikiran. Ia menarik nafas pelan sebelum akhirnya
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments