"Bersihkan dirimu, dalam satu jam kita akan segera pergi."
"Memangnya kita pergi kemana?" "Jangan banyak tanya, ikuti saja semua perintahku. Bukankah kamu sudah bersedia mengikuti semua yang aku minta?" Aruna hanya diam saja dan dia tidak bisa membantah karena dia sudah menyetujui semua yang diminta oleh Calvin. Calvin berjalan menuju pintu kamar hotel yang sengaja dipesan khusus untuk Aruna. "Oh ya! Di atas sana ada pakaian ganti yang bisa kamu gunakan. Aku harap ukurannya sesuai dengan tubuhmu." Calvin terus berjalan meninggalkan kamar sambil menutup pintu. "Bagaimana? Apakah sudah kamu bereskan semuanya?" "Sudah Tuan. Sepertinya Nona itu membunuh pria yang bersamanya. Identitas pria itu juga sudah di ketahui." "Siapa pria itu?" "Dia Tuan Rudolf yang ingin Tuan temui." Senyuman Calvin mengembang. Dia sepertinya sangat senang jika Rudolf telah tewas sebelum kedatangannya. "Tapi ada masalah lain, Tuan." "Apa itu?" "Kami tidak menemukan senjata yang digunakan Nona itu untuk menusuknya." "Apakah kamu yakin sudah mencari seluruh tempat?" "Sudah Tuan. Mereka sudah memeriksa seluruh tempat yang ada di hotel dan mereka tidak menemukan apapun." Calvin melirik ke arah pintu kamar hotel dimana Aruna berada. Calvin yakin jika Aruna pasti tahu dimana dia menyembunyikan senjata itu. Aruna yang ada didalam kamar melihat isi tas belanjaan dari merek ternama yang ada diatas kasur. Aruna kaget ketika dia mengangkat sebuah gaun panjang yang begitu indah ada didepan matanya. Aruna sampai tidak mengedipkan matanya karena dia akan memakai gaun itu. "Ini pasti sangat mahal." Aruna melihat harga yang masih tertera di tag yang menggantung di gaun itu. "Oh Tuhan! Harganya sangat mahal. Aku tidak akan sanggup membelinya. Kenapa dia memilihkan aku gaun seperti ini?" Aruna sendiri masih belum mengetahui syarat apa yang akan diberikan oleh Calvin kepadanya. Aruna hanya menebak jika pria itu pasti ingin Aruna berpura-pura menjadi wanitanya saja. Satu jam berlalu, Aruna sudah terlihat cantik dengan dandanan make up yang simpel dan juga gaun indah yang pas di tubuhnya. Aruna melangkah menuju pintu karena dia mendengar suara seseorang tengah bicara disana. Saat pintu terbuka, tatapan Calvin dan Aruna bertemu. Calvin sempat tidak percaya jika wanita yang ada didepannya saat ini adalah wanita tadi yang berantakan dan penuh aroma amis darah. "Aku sudah siap! Kemana kita pergi malam-malam ini dengan penampilanku seperti ini?" "Ikuti saja kemana aku akan membawamu. Tapi sebelum kita pergi, ada yang ingin aku tanyakan kepadamu." Aruna mengangguk pelan sambil menunggu Calvin bertanya. "Dimana pisau yang kamu gunakan untuk menusuknya?" Mata Aruna melotot ke arah Calvin. Dia tidak menyangka jika Calvin tahu jika Aruna menusuk seseorang karena Aruna tidak menceritakan apapun kepada Calvin apa yang terjadi dengannya. "Cepat katakan atau masalah ini akan membawamu masuk ke dalam penjara." "Jangan! Aku tidak mau masuk penjara." Teriak Aruna meminta dirinya agar tidak masuk penjara. "Katakan!" "Pisau itu ada disana." Aruna menunjuk long coat yang digunakannya tadi. Long coat itu ada di atas kursi didalam kamar hotel. Calvin bergerak gesit memasuki kamar, matanya langsung tertuju pada long coat yang ditunjuk oleh Aruna. Dengan hati-hati, Calvin mengambil pisau itu menggunakan sapu tangan untuk menghindari sidik jarinya tertinggal. Jantungnya berdegup kencang saat tangannya meraih pisau buah yang tersimpan rapi di dalam long coat milik Aruna dengan darah yang masih menempel. Calvin menyerahkan pisau tersebut kepada asistennya yang sudah menunggu di pintu. "Buang ini sejauh mungkin, kalau bisa hancurkan agar tidak ada yang menemukannya." bisik Calvin, memberikan instruksi dengan nada serius. Asistennya mengangguk paham dan segera menghilang dari pandangan. Calvin menetap Aruna masih terpaku di tempatnya, pandangannya kosong, seolah terlempar ke dimensi lain. "Kita pergi, sekarang," ujar Calvin, mencoba menarik Aruna agar segera beranjak. Aruna hanya mengangguk lemah tanpa kata, masih terbenam dalam kebingungan yang membelenggu pikirannya. Mereka bergegas menuju lift dan masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu. Perjalanan terasa begitu sunyi, hanya suara deru mesin yang terdengar hingga sebuah pertanyaan terlontar dari bibir Aruna, memecah kesunyian. "Bagaimana kamu bisa mengetahuinya?" tanyanya dengan suara serak, matanya menatap Calvin yang kini terlihat tegang. Calvin menghela napas, menatap lurus ke depan seolah sedang memilih kata-kata yang tepat. "Aku melihatnya. Tangan dan bajumu penuh dengan darah, ditambah penampilanmu yang sangat berantakan sangat mudah di tebak apa yang sudah kamu lakukan." "Aku tidak sengaja..." Teriak Aruna kepadanya. Wajah Calvin sedikit mengeras karena tidak ada yang berani menaikkan intonasi suara didepan mukanya kecuali Daddynya sendiri. "Sengaja atau tidak sengaja, yang pasti kamu sudah menghilangkan nyawa seseorang." "Dia ingin melecehkanku. Dia ingin memperkosaku, aku melawan untuk melindungi diriku." "Apapun alasanmu itu tidak berguna bagiku. Turunlah! Kita sudah sampai." Ucap Calvin yang turun lebih dulu. Aruna melihat sekitarnya dan dia melihat sebuah helikopter ada landasan. Aruna tidak paham kemana pria itu akan membawanya. "Naiklah!" "Kemana kamu akan membawaku? Aku tidak mau ikut." "Terserah kalau tidak mau ikut, jangan salahkan aku jika besok pagi polisi akan menangkapmu." Calvin naik ke atas helikopter, Aruna terpaksa ikut naik karena dia tidak punya pilihan. Selama di atas helikopter Aruna tampak takut. Dia belum pernah naik helikopter sama sekali, beberapa kali Aruna menarik jas yang dikenakan Calvin. Setengah jam penerbangan mereka tiba di tujuan. Sebuah mobil sudah menanti kedatangannya. "Selamat datang Tuan." Calvin mengajak Aruna masuk ke dalam mobil dan membawanya ke tempat lain. Aruna masih mencoba memahami apa yang diinginkan oleh Calvin dan kemana dia akan membawanya. "Katakan kepadaku sekarang juga, apa syarat yang ingin kamu berikan kepadaku? Kenapa kita pergi sejauh ini dan kenapa juga aku harus berdandan seperti ini." Tanya Aruna yang tidak sabar. "Sebentar lagi kamu akan mengetahuinya." Mobil Calvin berhenti, seseorang sudah membukakan pintu untuk Aruna dan juga Calvin. Mereka ada disebuah tempat yang tidak diketahui oleh Aruna. "Ayo kita masuk." Aruna yang polos mau saja mengikutinya, Aruna tidak bisa berbuat banyak karena Calvin mengetahui dan membantunya dalam masalah besar. Saat mereka masuk ke dalam sebuah rumah, Aruna kaget melihat dekorasi rumah itu. "Apa ini? Kenapa seperti sebuah pernikahan?" Calvin menatap Aruna dengan wajah penuh senyum. "Ya! Ini sebuah pernikahan. Dan ini adalah syarat yang aku berikan kepadamu. Kita akan menikah sekarang juga." Aruna sambail melangkah mundur mendengar ucapan Calvin. Tidak pernah terbayangkan baginya akan menikah secepat ini dan secara tiba-tiba bersama pria yang tidak dikenalnya sama sekali."Memangnya kenapa? Aku hanya punya pakaian ini didalam lemariku."Aruna melihat isi lemari Calvin yang hanya dipenuhi oleh kemeja kerja dan juga jas tergantung rapi. Aruna sampai bingung, apakah dia akan menggunakan kemeja Calvin untuk tidur."Bagaimana dengan pintu ini? Apakah isinya juga pakaian kerjamu?""Buka saja. Aku tidak ingat apakah masih ada pakaian yang tertinggal disini."Aruna membuka pintu yang lain dan melihat deretan pakaian yang tersusun rapi. Aruna sampai menyerah dan pasrah untuk memakai kemeja Calvin untuk tidur tapi dia melihat warna yang berbeda dideretan pakaian putih yang terlipat rapi."Bagaimana dengan ini? Sepertinya ini bisa aku gunakan.""Terserah padamu saja."Aruna mengambil sebuah baju kaos dengan ukuran yang cukup besar jika digunakannya. Aruna langsung masuk ke dalam kamar mandi dan melepas semua pakaiannya.Aruna mencoba mencari peralatan mandi yang bisa digunakannya. Disana hanya ada peralatan mandi milik Calvin. Aruna menyentuh dan mencium aroma da
"Jaga sikapmu, Calvin Adelio Darwish. Jangan sampai aku bertindak lewat batas melihat sikapmu ini.""Aku sudah menjaga sikapku, Tuan Alex Darwish. Bukankah aku sudah mengatakan jika aku tidak setuju dengan semua rencanamu itu? Jadi jangan salahkan aku jika keadaannya akan seperti ini.""CALVINNN!"Keduanya saling bersitegang dengan mata yang saling menatap untuk menantang. Keadaan seperti ini bukan baru pertama kali melainkan sudah sering terjadi."Sudah! Berhentilah saling beragurmen seperti itu. Apakah kalian tidak mau bertengkar dihadapan orang banyak? Didepan menantu kita? Kalian Ayah dan Anak yang seharusnya saling mencintai dan bukan saling bertengkar didepan anggota keluarga yang baru." Nyonya Sabrina berdiri diantara suami dan putranya."Hentikan ini, Calvin. Disini ada Aruna, ajak dia berkeliling rumah kita dan tunjukkan dimana kamarmu." Nyonya Sabrina menarik lengan Calvin untuk mundur.Nyonya Sabrina juga memberi kode kepada Aruna untuk membawa Calvin menjauh dari sana. Aru
"Perkenalkan! Dia istriku. Dia Nyonya Calvin Adelio Darwish."Semua yang ada di pesta memandang ke arah Calvin dan Aruna. Aruna yang merasa di lihat oleh puluhan mata menjadi tidak nyaman. Dia semakin mengeratkan genggaman tangannya di lengan Calvin. Calvin tahu jika Aruna merasa tidak nyaman.Semua orang mulai berbisik-bisik membicarakan Calvin dan pertunangannya dengan Stevani serta wanita yang diakui oleh Calvin sebagai istrinya.Wajah Tuan Alex, Ayah Calvin memerah menahan amarah dan juga malu dengan pengakuan putranya. Stevani yang berdiri dengan cantik di samping orang tuanya juga kaget sekaligus emosi mendengar pengakuan Calvin yang secara tiba-tiba."Calvin! Jangan bercanda! Hari ini kita bertunangan dan kamu membawa seorang wanita lain dan mengakuinya istrimu. Berhentilah membuat kejutan, sayang." Stevani berusaha membuat suasana tida tegang dan menyangkal kalau Calvin sedang mengerjainya."Ini tidak bercanda Stevani. Wanita ini adalah istriku. Aku dan dia sudah menikah dan k
"Silahkan Nyonya."Aruna masih melihat sekitarnya, dia tidak tahu kenapa mobil mereka berhenti disana. Aruna yakin disana bukan sebuah pemukiman tempat tinggal atau gedung apartemen."Apa kita sudah sampai?""Belum Nyonya. Tuan meminta kita mampir ke sini sebentar untuk membeli sesuatu yang bisa Nyonya kenakan."Aruna melirik ke luar dan melihat nama brand ternama yang terpampang jelas di depan toko. "Untukku? Kenapa dia tidak mengatakan apapun?"Aruna terus mengomel sambil turun dari mobil. Calvin sendiri sudah turun lebih awal tanpa mengatakan apapun kepada Aruna.Aruna masuk ke dalam sebuah butik ternama dan dia melihat deretan pakaian yang di gantung di samping Calvin. Aruna melihat Calvin sudah duduk disofa dengan ponsel ditangannya. Aruna mendekat dan duduk disamping Calvin sambil berbicara pelan agar tidak didengar oleh orang-orang yang ada disana."Untuk apa kita kesini? Bukankah baju yang aku bawa sudah cukup banyak?""Coba saja! Coba semuanya dan tunjukkan kepadaku." Calvin
"Kemarilah cantik. Ayo kesini! Aku ingin menikmati tubuhmu.""Jangan mendekat! Aku tidak mau disentuh olehmu. Aku juga tidak mengenalmu.""Tidak penting kami mengenalku apa tidak, yang pasti aku sudah membayar untuk tubuhmu itu dengan harga yang mahal."Pria hidung belang itu terus memaksa Aruna untuk dilayani. Tapi Aruna terus menolak bahkan berusaha melemparnya dengan beberapa benda yang bisa dijangkaunya. Aruna mendorong pria itu hingga tubuh mereka tidak saling menempel. Aruna berlari menuju pintu kamar hotel. Tapi sayang pria itu berhasil menangkap Aruna dan menarik lengan baju Aruna.Lengan baju Aruna robek dan pundaknya terlihat jelas oleh pria itu. Matanya langsung berbinar karena melihat pundak yang mulus dan putih."Pemandangan yang begitu indah." Ucapnya sambil mengeluarkan lidah.Aruna di dorong ke atas kasur. Aruna kembali bangkit dan berlari ke sisi kamar hotel untuk menjauh. Aruna berada di depan sebuah mini bar yang lengkap dengan semua makanan disana. Aruna melihat ad
"Apa? Menikah?" Aruna sangat kaget jika syarat yang disampaikan oleh Calvin adalah untuk menikah dengannya. "Jangan bercanda Tuan. Aku tidak akan menikah denganmu. Aku tidak mengenal dirimu dan aku tidak tahu apa niatmu ingin menikahiku. Pokoknya aku tidak setuju." Aruna langsung berjalan dan berniat pergi meninggalkan tempat itu. Calvin sampai menutup matanya beberapa detik karena dia kewalahan menghadapi Aruna. Calvin memberi kode kepada asistennya untuk menghalangi Aruna dengan berdiri didepan Aruna. "Minggir! Aku tidak mau menikah. Aku tidak akan pernah setuju dengan semua rencana kalian." "Kamu yakin tidak mau menikah denganku? Apakah kamu lupa apa yang sudah kamu lakukan dan apa yang aku lakukan untuk menyelamatkanmu?" Calvin berjalan mendekati Aruna dan memperlihatkan ponselnya kehadapan Aruna. "Apa ini?" Tanya Aruna. "Lihat dan dengarkanlah." Aruna menyimak sebuah video yang ditunjukkan oleh Calvin. Sebuah video berita yang mengabarkan kalau seorang pengusaha terbunuh d