Share

Bab 2

Penulis: Julie
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-10 16:16:40

"Bersihkan dirimu, dalam satu jam kita akan segera pergi."

"Memangnya kita pergi kemana?"

"Jangan banyak tanya, ikuti saja semua perintahku. Bukankah kamu sudah bersedia mengikuti semua yang aku minta?"

Aruna hanya diam saja dan dia tidak bisa membantah karena dia sudah menyetujui semua yang diminta oleh Calvin. Calvin berjalan menuju pintu kamar hotel yang sengaja dipesan khusus untuk Aruna.

"Oh ya! Di atas sana ada pakaian ganti yang bisa kamu gunakan. Aku harap ukurannya sesuai dengan tubuhmu."

Calvin terus berjalan meninggalkan kamar sambil menutup pintu. "Bagaimana? Apakah sudah kamu bereskan semuanya?"

"Sudah Tuan. Sepertinya Nona itu membunuh pria yang bersamanya. Identitas pria itu juga sudah di ketahui."

"Siapa pria itu?"

"Dia Tuan Rudolf yang ingin Tuan temui." Senyuman Calvin mengembang. Dia sepertinya sangat senang jika Rudolf telah tewas sebelum kedatangannya.

"Tapi ada masalah lain, Tuan."

"Apa itu?"

"Kami tidak menemukan senjata yang digunakan Nona itu untuk menusuknya."

"Apakah kamu yakin sudah mencari seluruh tempat?"

"Sudah Tuan. Mereka sudah memeriksa seluruh tempat yang ada di hotel dan mereka tidak menemukan apapun."

Calvin melirik ke arah pintu kamar hotel dimana Aruna berada. Calvin yakin jika Aruna pasti tahu dimana dia menyembunyikan senjata itu.

Aruna yang ada didalam kamar melihat isi tas belanjaan dari merek ternama yang ada diatas kasur. Aruna kaget ketika dia mengangkat sebuah gaun panjang yang begitu indah ada didepan matanya. Aruna sampai tidak mengedipkan matanya karena dia akan memakai gaun itu.

"Ini pasti sangat mahal." Aruna melihat harga yang masih tertera di tag yang menggantung di gaun itu.

"Oh Tuhan! Harganya sangat mahal. Aku tidak akan sanggup membelinya. Kenapa dia memilihkan aku gaun seperti ini?"

Aruna sendiri masih belum mengetahui syarat apa yang akan diberikan oleh Calvin kepadanya. Aruna hanya menebak jika pria itu pasti ingin Aruna berpura-pura menjadi wanitanya saja.

Satu jam berlalu, Aruna sudah terlihat cantik dengan dandanan make up yang simpel dan juga gaun indah yang pas di tubuhnya. Aruna melangkah menuju pintu karena dia mendengar suara seseorang tengah bicara disana.

Saat pintu terbuka, tatapan Calvin dan Aruna bertemu. Calvin sempat tidak percaya jika wanita yang ada didepannya saat ini adalah wanita tadi yang berantakan dan penuh aroma amis darah.

"Aku sudah siap! Kemana kita pergi malam-malam ini dengan penampilanku seperti ini?"

"Ikuti saja kemana aku akan membawamu. Tapi sebelum kita pergi, ada yang ingin aku tanyakan kepadamu."

Aruna mengangguk pelan sambil menunggu Calvin bertanya. "Dimana pisau yang kamu gunakan untuk menusuknya?"

Mata Aruna melotot ke arah Calvin. Dia tidak menyangka jika Calvin tahu jika Aruna menusuk seseorang karena Aruna tidak menceritakan apapun kepada Calvin apa yang terjadi dengannya.

"Cepat katakan atau masalah ini akan membawamu masuk ke dalam penjara."

"Jangan! Aku tidak mau masuk penjara." Teriak Aruna meminta dirinya agar tidak masuk penjara.

"Katakan!"

"Pisau itu ada disana." Aruna menunjuk long coat yang digunakannya tadi. Long coat itu ada di atas kursi didalam kamar hotel.

Calvin bergerak gesit memasuki kamar, matanya langsung tertuju pada long coat yang ditunjuk oleh Aruna. Dengan hati-hati, Calvin mengambil pisau itu menggunakan sapu tangan untuk menghindari sidik jarinya tertinggal. Jantungnya berdegup kencang saat tangannya meraih pisau buah yang tersimpan rapi di dalam long coat milik Aruna dengan darah yang masih menempel. Calvin  menyerahkan pisau tersebut kepada asistennya yang sudah menunggu di pintu.

"Buang ini sejauh mungkin, kalau bisa hancurkan agar tidak ada yang menemukannya." bisik Calvin, memberikan instruksi dengan nada serius. Asistennya mengangguk paham dan segera menghilang dari pandangan.

Calvin menetap Aruna masih terpaku di tempatnya, pandangannya kosong, seolah terlempar ke dimensi lain. "Kita pergi, sekarang," ujar Calvin, mencoba menarik Aruna agar segera beranjak. Aruna hanya mengangguk lemah tanpa kata, masih terbenam dalam kebingungan yang membelenggu pikirannya.

Mereka bergegas menuju lift dan masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu. Perjalanan terasa begitu sunyi, hanya suara deru mesin yang terdengar hingga sebuah pertanyaan terlontar dari bibir Aruna, memecah kesunyian. "Bagaimana kamu bisa mengetahuinya?" tanyanya dengan suara serak, matanya menatap Calvin yang kini terlihat tegang.

Calvin menghela napas, menatap lurus ke depan seolah sedang memilih kata-kata yang tepat. "Aku melihatnya. Tangan dan bajumu penuh dengan darah, ditambah penampilanmu yang sangat berantakan sangat mudah di tebak apa yang sudah kamu lakukan."

"Aku tidak sengaja..." Teriak Aruna kepadanya. Wajah Calvin sedikit mengeras karena tidak ada yang berani menaikkan intonasi suara didepan mukanya kecuali Daddynya sendiri.

"Sengaja atau tidak sengaja, yang pasti kamu sudah menghilangkan nyawa seseorang."

"Dia ingin melecehkanku. Dia ingin memperkosaku, aku melawan untuk melindungi diriku."

"Apapun alasanmu itu tidak berguna bagiku. Turunlah! Kita sudah sampai." Ucap Calvin yang turun lebih dulu.

Aruna melihat sekitarnya dan dia melihat sebuah helikopter ada landasan. Aruna tidak paham kemana pria itu akan membawanya.

"Naiklah!"

"Kemana kamu akan membawaku? Aku tidak mau ikut."

"Terserah kalau tidak mau ikut, jangan salahkan aku jika besok pagi polisi akan menangkapmu." Calvin naik ke atas helikopter, Aruna terpaksa ikut naik karena dia tidak punya pilihan.

Selama di atas helikopter Aruna tampak takut. Dia belum pernah naik helikopter sama sekali, beberapa kali Aruna menarik jas yang dikenakan Calvin.

Setengah jam penerbangan mereka tiba di tujuan. Sebuah mobil sudah menanti kedatangannya.

"Selamat datang Tuan."

Calvin mengajak Aruna masuk ke dalam mobil dan membawanya ke tempat lain. Aruna masih mencoba memahami apa yang diinginkan oleh Calvin dan kemana dia akan membawanya.

"Katakan kepadaku sekarang juga, apa syarat yang ingin kamu berikan kepadaku? Kenapa kita pergi sejauh ini dan kenapa juga aku harus berdandan seperti ini." Tanya Aruna yang tidak sabar.

"Sebentar lagi kamu akan mengetahuinya."

Mobil Calvin berhenti, seseorang sudah membukakan pintu untuk Aruna dan juga Calvin. Mereka ada disebuah tempat yang tidak diketahui oleh Aruna.

"Ayo kita masuk."

Aruna yang polos mau saja mengikutinya, Aruna tidak bisa berbuat banyak karena Calvin mengetahui dan membantunya dalam masalah besar. Saat mereka masuk ke dalam sebuah rumah, Aruna kaget melihat dekorasi rumah itu.

"Apa ini? Kenapa seperti sebuah pernikahan?"

Calvin menatap Aruna dengan wajah penuh senyum. "Ya! Ini sebuah pernikahan. Dan ini adalah syarat yang aku berikan kepadamu. Kita akan menikah sekarang juga."

Aruna sambail melangkah mundur mendengar ucapan Calvin. Tidak pernah terbayangkan baginya akan menikah secepat ini dan secara tiba-tiba bersama pria yang tidak dikenalnya sama sekali.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Perjanjian Rahasia Di Balik Pernikahan Kilat Sang CEO   Bab 15

    Calvin duduk di tepi ranjang dengan jantung berdebar kencang, wajahnya merah padam saat Aruna menatapnya tajam. Mata Aruna tak berkedip, menelusuri setiap gerak-geriknya yang canggung. "Apa sebenarnya niatmu ada di sini, dekat aku saat aku tidur?" suara Aruna pelan tapi penuh makna, membuat Calvin hampir kehilangan kata-kata. Tubuh Calvin sedikit mundur, seolah ingin menjauh agar niatnya untuk mencium Aruna tidak ketahuan, namun Aruna sepertinya menyelidik apa yang ingin dilakukan Calvin. "Aku... aku cuma ingin merapikan rambutmu," jawab Calvin terbata-bata sambil berdiri untuk menjauhi Aruna. "Kalau rambutmu nutupin hidung, kamu pasti susah napas saat tidur." Aruna duduk tegak, tangannya meraba-raba rambutnya dengan ragu, matanya menyimpan pertanyaan yang belum terjawab. Namun sebelum dia sempat bertanya lebih jauh, Calvin tiba-tiba menarik napas panjang dan berkata dengan nada serius, "Malam ini aku tidak tidur di ru

  • Perjanjian Rahasia Di Balik Pernikahan Kilat Sang CEO   Bab 14

    "Ada apa dengannya? Semakin aneh! Tapi tidak masalah dia pergi lebih cepat dari pada dia terus menanyai soal Ayahnya dan aku tidak tahu harus mengatakan apa." Aruna juga ikut masuk ke dalam rumah. Aruna memilih ke dapur untuk bertanya kepada pelayan apa yang akan mereka siapkan untuk makan malam. Tuan Darwish melangkah keluar dari rumah putranya dengan wajah memerah dan alis berkerut tajam. Rasa kesal menguasai seluruh tubuhnya setelah usahanya mengancam Aruna agar menjauh dari Calvin gagal total. Dalam bisikannya yang penuh amarah, ia mengutuk wanita itu dengan kata-kata kasar yang nyaris tak terkendali. Begitu sampai di mobil, tangan besarnya mencengkeram setir dengan erat, lalu tiba-tiba memukulnya keras hingga terdengar dentuman nyaring. Napasnya memburu, dadanya naik turun tidak teratur, tanda jelas luapan emosi yang membara di dalam dirinya. “Sialan! Wanita itu pikir dia siapa? Aku tak akan diam saja!” geramnya sambil menggertakkan

  • Perjanjian Rahasia Di Balik Pernikahan Kilat Sang CEO   Bab 13

    Aruna menatap kertas yang terlipat rapi di tangannya, angka besar di cek itu seolah berkilau memanggil-manggil hasrat dan kebingungan sekaligus. Matanya membelalak, jantungnya berdegup tak menentu. "Apa maksud Ayah dengan ini?" suaranya terdengar lirih, namun ada getar ketegangan yang sulit disembunyikan. Tuan Darwish yang berdiri di hadapannya, malah mengalihkan pandangan ke taman luas yang dibangun Calvin, napasnya panjang sebelum akhirnya menatap tajam ke arah Aruna. "Aku tidak suka kau memanggilku ayah. Aku tidak mengakui kau sebagai menantuku," ucapnya dingin, kata-katanya menusuk seperti pisau yang membuat Aruna tercekat. Aruna terdiam, matanya menunduk, dada sesak seolah beban penolakan itu menekan seluruh tubuhnya. Hatinya hancur, tapi tak ada setetes air mata yang jatuh. Dia tahu, dalam diam itu, dia dianggap asing, bahkan oleh pria yang seharusnya menjadi keluarga walaupun pernikahan ini hanya sebuah pernikahan dengan perjanjian.

  • Perjanjian Rahasia Di Balik Pernikahan Kilat Sang CEO   Bab 12

    Stevani melangkah keluar dari sebuah kafe yang tidak terlalu ramai bahkan tidak begitu dikenal orang. Stevani sengaja membuat janji dengan Paman Darwish dilokasi itu agar pertemuan mereka tidak diketahui oleh siapapun. Stevani keluar dengan mata yang bersinar penuh kemenangan setelah berhasil mengajak Ayah Calvin terjerat dalam rencana liciknya. Wajahnya yang tadinya tegang kini berubah menjadi senyum tipis penuh arti. Tak jauh dari situ, sosok Harry sudah menunggu dengan sabar, mengenakan jaket kulit hitam yang menambah pesonanya sebagai model majalah dewasa. Tanpa ragu, Stevani mendekat dan berjabat tangan erat dengan Harry. Tangannya yang lentik menyentuh tangan pria itu seolah memberi sinyal bahwa mereka adalah pasangan yang tak terpisahkan. Dengan gerakan lembut, Stevani memberikan kecupan ringan di pipi kiri Harry, kemudian beralih ke pipi kanannya. Senyum manisnya merekah sempurna, memperlihatkan kepercayaan diri yang memikat. Kemu

  • Perjanjian Rahasia Di Balik Pernikahan Kilat Sang CEO   Bab 11

    Rico menatap Calvin dengan mata membelalak, jantungnya seolah berhenti sejenak saat pertanyaan itu meluncur tiba-tiba. Tubuhnya yang biasanya tenang kini gemetar halus, bibirnya sulit membuka untuk menjawab. Calvin, yang berdiri disamping Rico namun matanya menatap tajam penuh harap, mulai menunjukkan tanda ketidaksabaran. “Rico, pernah tidak kamu merasakan jantungmu berdetak kencang saat dekat dengan wanita?” tanya Calvin lagi dengan nada yang lebih mendesak. Rico akhirnya mengangguk pelan, suara seraknya keluar, “Pernah… saat aku dekat dengan wanita yang aku sukai.” Ia menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri. Calvin menyeringai kecil, lalu membalikkan pertanyaan, “Yang lain?" "Maksud Tuan?""Maksudku apakah ada yang lain selain menyukai wanita? Aku rasa itu tidak masuk dalam masalahku.""Bagaimana Tuan bisa begitu yakin? Apakah Tuan sudah menganalisanya saat di kondisi yang berbeda? atau apakah Tuan pernah mengalami hal sepertu itu jika berhadapan dengan wanita yang t

  • Perjanjian Rahasia Di Balik Pernikahan Kilat Sang CEO   Bab 10

    Aruna tidak menemukan Calvin setelah selesai mandi. Calvin bahkan tidak meninggalkan pesan kemana dia pergi. Aruna keluar dari kamar dan berjalan turun ke lantai bawah. "Kamu sudah bangun?" sapa Nyonya Sabrina ketika melihat menantunya turun dengan wajah lebih segar. "Sudah Ibu! Apakah kamu melihat Calvin?" "Calvin? Apa dia tidak mengatakan akan pergi kemana?" Aruna menggelengkan kepalanya, "Calvin tadi sudah pergi dengan terburu-buru bersama Rico untuk urusan pekerjaan. Dia hanya menitip pesan kepadaku agar disampaikan kepadamu." Nyonya Sabrina mengajak Aruna berjalan ke ruang makan untuk mengajak menantunya sarapan pagi. "Calvin mengatakan jika kamu masih ingin disini maka nanti sore dia akan menjemputmu. Tapi jika kamu ingin kembali pulang, maka supir yang akan mengantarkanmu." Aruna sudah duduk dikursi dan Nyonya Sabrina mulai menyajikan sarapan yang telah dibuatnya. Tidak berapa lama Tuan Alex ikut bergabung dan duduk di kursi kebesarannya. "Pagi Tuan!" sapa Aruna y

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status