“Maafkan saya atas kekacauan yang terjadi, Nona. Anda tidak harus melakukan ini demi melindungi saya. Jika saya dipecat, mungkin itu yang memang seharusnya saya terima. Bukan Anda. Bukan barang – barang Anda yang diambil dan dirusak.”
Moreau tidak pernah mengira Caroline akan segera menyusul setelah wanita itu menyelesaikan serpihan guci yang berhamburan. Dia memang tak menatap ke wajah Caroline, tetapi rasa bersalah di balik suara wanita itu begitu pasti. Ini tidak benar. Kekacauan bermula karena dia mengejar Troyas. Kalau saja, Moreau tidak cukup antusias mengajak Troyas bermain – main. Peristiwa mengejutkan itu tidak akan pernah terjadi. Guci Barbara tidak akan akan tersikuk, jatuh, pecah, berantakan, dan terpenting ... Moreau tidak akan mendapati jaket pemberian ayahnya menjadi sasaran, tidak berdaya, bolong di satu titik dengan—baginya—mengenaskan. “Tidak apa – apa, Caroline. Aku tidak menyalahkanmu, tapi bisakah tinggalkan aku sendiri? Aku sedang tidAbihirt terdiam untuk waktu cukup lama dan kemudian mengerjap .... seperti baru saja memahami situasi di sekitar, lantas ... memutuskan sekadar mendorong tubuh lebih jauh. “Aku minta maaf.” Suara pria itu terdengar gemetar. Bibir Moreau terbuka tanpa sadar saat melihat Abihirt memutuskan untuk melangkah ke dapur. Dia berharap tidak melakukan apa pun, tetapi sebaliknya menyusul mantan suami Barbara di sana; dengan mengambil jarak yang cukup signifikan: posisinya persis berada di ambang pintu sambil mengamati cara Abihirt yang terburu – buru membasuh wajah dengan air keran. “Aku tidak bermaksud melakukan itu kepadamu, Moreau. Aku minta maaf.” Abihirt kembali mengatakan hal yang sama. Moreau akan berusaha mengerti. Dia tahu pria itu berusaha menjaga batasan. Permintaan maaf dan harga kepercayaan masih dibutuhkan. Tidak ada yang bisa Moreau katakan. Masih terlalu diam menatap penampilan mantan suami Barbara. Wajah Abihirt terlalu basah, berikut dengan kemeja yan
“Moreau ....” Suara serak dan dalam Abihirt terdengar parau dan pria itu selalu tahu bagaimana menarik perhatiannya. Tidak ada penyangkalan. Moreau baru saja akan melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah, tetapi harus tertahan oleh kedatangan pria itu secara mendadak. Abihirt masih dengan penampilan terakhir, meski kali ini terlihat lebih kacau. Pria itu berjalan tersaruk – saruk lebih dekat. Menepis sisa jarak di antara mereka hingga Moreau bisa merasakan bagaimana napas mantan suami Barbara begitu menggebu – gebu. Aroma wiski bertempur dengan campuran samar dari parfum wanita. Kening Moreau mengernyit, memikirkan kemungkinan buruk dari tindakan Abihirt di luar sana, yang bisa meninggalkan potensi tak terduga terhadap perasaannya, tetapi ada keabsahan di mana dia tidak ingin mengambil kesimpulan terlalu cepat. Hanya gambaran tentang ... Abihirt minum terlalu banyak, lalu pria itu pergi. Ya, pergi dan kembali dengan suasana yang sedikit berbeda; saat kegelapan bena
Kali ketika melangkah masuk ke kamar hotel, hal pertama yang Abihirt dapati adalah keberadaan seseorang, sama sekali tidak menaruh minatnya. “Apa yang kau lakukan di sini?” dia bertanya sarat nada bicara dingin dan menatap terlalu tajam di sana. Wanita yang Roki kenalkan padanya dan menjadi masalah besar. Tidak ada petunjuk bagaimana Menesis bisa menerobos masuk, sementara dia tidak pernah memberi wanita itu ruang kebebasan, selain .... Roki. Abihirt mengerjap dan mengerti, tetapi Roki tidak terlihat di mana pun, termasuk Chicao yang dia titipkan sementara waktu kepada pria itu. “Roki bilang kau pergi untuk urusan penting dan jika ada yang ingin kubicarakan denganmu. Aku bisa menunggumu di sini.” “Apa yang ingin kau bicarakan?” Demikian, cara Abihirt mengajukan pertanyaan. Menesis terduga melekukkan bibir dengan tipis, seolah wanita itu telah menyiapkan pelbagai alasan khusus. “Kau dingin sekali, Abi. Dari pertama berkenalan, tidak sedikitpun
Banyak pekerjaan perlu dilakukan, tetapi perhatian Moreau berulang kali tertuju pada keberadaan pria itu di sana. Dia sungguh tidak bisa mencegah Abihirt dari keinginan menginjakkan kaki di sini. Mantan suami Barbara telah melihat kesempatan untuk membuat semua menjadi lebih mudah; dengan memesan minum dan melakukan permintaan khusus, maka ... mereka terjebak pada pertemuan—bisa membawa keinginan pria itu pada tujuan speisifk yang sebenarnya.“Moreau, pria di sana ingin kau membawa wiski ini untuknya.”Moreau mengerjap cepat. Sedikit disadari bahwa dia nyaris melamun terlalu lama, karena James telah menyiapkan semua kebutuhan yang hanya perlu dia selesaikan berikutnya. Memang harus mengambil tindakan, setidaknya.“Segelas wine saja, tidakkah itu cukup, Abi?” tanya Moreau persis ketika sudah begitu dekat. Satu – satunya hal yang bisa dia lakukan adalah mengajukan komentar. Abihirt adalah tamu dan sebagai kostumer, pria itu berhak memesan apa pun sekadar menarik perhatiann
“Sudahlah. Lupakan. Kau sebaiknya pergi. Sudah sore. Aku tidak ingin kau terlalu lama di sini.” Menjaga jarak adalah pilihan paling tepat. Abihirt tidak boleh melihat betapa pengaruh pria itu terlalu besar. Moreau tidak pernah bisa menebak kapan akhirnya dia tidak akan memiliki kesiapan untuk mendorong suasana di antara mereka lebih jauh. Celah demi celah sudah terbentuk dan dia hampir begitu kewalahan menambal segala bentuk prospek yang menyulitkan. “Bolehkah aku menginap semalam saja di sini? Aku tidur terlalu lama dan hampir tidak menghabiskan waktuku bersama anak – anak, karena kau bersikeras ingin aku pergi.” Seseorang diberi kesempatan untuk mengambil satu langkah, tetapi mendambakan langkah lainnya. Moreau berdecih tanpa sadar. Itu jelas alasan klise Abihirt yang tidak ingin dia toleransi. “Kau bisa bemain dengan mereka di lain waktu. Lagi pula, aku sudah menitipkan pesan kepada Caroline supaya menidurkan mereka lebih awal.” Ada jega be
Secara naluriah tangan Moreau terulur menyentuh wajah Arias. Dia sudah cukup melihat anak - anaknya menderita, terutama Arias yang harus merasakan sensasi tidak biasa dari penyakit bawaan. “Baiklah, Sayang. Kalian boleh memanggil Paman Abi dengan sebutan Daddy, tapi kalian harus ingat kalau itu hanya sebuah panggilan. Tidak lebih. Mengerti?” Semoga saja ini adalah keputusan terbaik yang pernah dia buat seumur hidup. Moreau tersenyum tipis saat Lore menyusul untuk memeluk pangkuannya. “Terima kasih, Mommy.” Mereka bicara secara kompak diliputi wajah menengadah antusias. “Sama – sama, Sayang.” Hanya setelah itu .... Sekarang, anak – anak menargetkan Abihirt untuk menjadi sasaran berikutnya. Pria itu terlihat sedikit tidak siap terhadap terjangan Lore dan Arias, tetapi di waktu bersamaan sanggup menahan posisi mereka dari sesuatu tidak diharapkan. “Daddy!” Itu terdengar kali pertama dan betapa Lore dan Arias masih sama kompaknya. Tidak tahu apa