“Mengapa tiba – tiba Mr. Lincoln memintamu menemuinya di sini?”
Suara Juan menyelinap setelah keheningan yang pekat. Ntahlah, Moreau tak bisa menduga dengan tepat. Sejak awal, dia sudah dikejutkan oleh kiriman pesan dari pria itu sebelum meninggalkan restoran, yang menyerahkan kesan ganjil di benaknya. Ini sesuatu yang tidak pernah dan tiba – tiba gambaran buruk menyerang Moreau sampai ke dasar jurang. Dia berharap bisa mendapatkan sedikit petunjuk, tetapi perlu setidaknya menunggu kemunculan Abihirt. Pertemuan di sebuah jalan sepi. Moreau tak pernah ingat kapan ayah sambungnya mungkin mengatakan keinginan seperti ini. Sedikit bersyukur bahwa Juan masih bersedia menawarkan diri untuk menemani. Mungkin memang ada sesuatu yang penting sehingga permintaan Abihirt terdengar seperti bencana besar. Moreau secara naluriah menegakkan tubuh di sandaran jok setelah mendeteksi siraman cahaya di kejauhan adalah Rolls Royce ayah sambungnya. Sangat menakutkan menimbang bahAkhirnya, dengan sisa kewarasan mulai terangkat kembali. Moreau segera menatap wajah Caroline kemudian berkata, “Kau benar. Abi ada di kota ini. Kami bertemu di bar. Dia membuat kekacauan di tempat kerjaku, hanya agar aku memaafkan kesalahannya lima tahun lalu.” Moreau bisa mendengar sendiri betapa dia ketakutan. Hampir tak berdaya, tetapi tidak ada pilihan. Sulit menenangkan ketegangan di tubuhnya. “Apa yang dia lakukan memangnya?” Kali ini suara Caroline penuh pertimbangkan ketika mengajukan pertanyaan. Itu mendesak Moreau supaya bercerita. Dia mengusap wajah kasar. Masih berharap ini hanya sebuah mimpi buruk. “Abi memukul seorang pelanggan. Memancing kemarahannya, lalu diam begitu saja ketika dia dihajar habis – habisan. Seperti memang sengaja untuk menarik perhatianku. Aku berharap tidak peduli kepadanya lagi, tapi aku tak bisa.” Sekarang, Moreau sedikit gemetar setelah meneruskan hal yang dirasa cukup menyakitkan. “Yang sangat membuatku takut. Dia
Moreau mengeluarkan kunci mobil untuk melakukan perjalanan menuju rumah. Pernyataan kepada Abihirt tentang Robby yang akan datang menjemput memang kebohongan besar. Dia sengaja mengatakan itu kepada mantan ayah sambungnya, supaya Abihirt menyerah. “Kau bilang Robby menjemputmu di jam pulang.” Sayangnya tidak. Dia bahkan terkejut saat tiba – tiba mendapati Abihirt menjulang tinggi tidak jauh dari arahnya. Pria itu sengaja menunggu hingga nyaris tengah malam supaya mereka kembali bertemu. Penampilan Abihirt tidak jauh berbeda dari terakhir kali. Masih cukup berantakan. Bagian lebam tampak mencolok di tulang pipi yang terlihat tegas. Moreau segera berjalan ke arah mobil supaya bisa menghindari pria itu dalam waktu singkat. “Dia sedang berhalangan datang,” ucapnya masih dengan kebohongan serupa. “Berhalangan, tapi kau sejak awal datang membawa mobil.” “Karena biasanya kami memang pulang bersama dengan mobil kami masing – masing.” Moreau harap itu adal
“Kau masih membiarkan dirimu terhubung bersama keluarga Robby?” Tiba – tiba pria itu mengajukan pertanyaan yang sama sekali tidak pernah dimasukkan ke dalam daftar. Moreau tak pernah mau bicara tentang suatu pendekatan terhadap larangan Abihirt di masa lalu. “Bukan urusanmu,” dia bicara sinis. Lebih adil jika mereka tidak melibatkan orang lain di sini. Robby tidak ada urusannya bersama Abihirt. Dia tahu mantan suami Barbara tak pernah menyukai pria itu; mungkin masih tentang rasa antisipasi yang tak pernah lepas. “Apa dia pernah menyakitimu?” Lagi. Abihirt tidak menyerah, meski Moreau sudah menunjukkan sikap enggan. Dia menghela napas kasar sembari menyimpan pelbagai jawaban menohok. Sekarang adalah waktu paling tepat. “Tidak. Robby dan ayahnya memperlakukanku dengan baik. Mereka tidak pernah berpura – pura menunjukkan perlakuan lembut, padahal ada motivasi terselubung untuk membalaskan sesuatu yang sama sekali tidak pernah kulakukan.” Biarkan s
“Apa kau gila?!” Kemarahan tersulut. Sekarang Moreau tak bisa menjanjikan bagaimana dia akan menunjukkan reaksi tenang. Wajah Abihirt terlihat menyeramkan, tetapi sorot kelabu itu seperti menaruh banyak harapan. Ntahlah, keadaan di sekitar mendadak tak bisa diajak bernegoisasi. Sudah telanjur. Dia menunjukkan kepada Abihirt … setidaknya sedikit perhatian. Berharap andai bisa menahan diri dari respons singkat—mungkin, sekarang dia bisa berjalan dengan tenang ke belakang. “Kau memaafkanku?” Suara serak dan dalam Abihrit sarat nada begitu lambat. Napas pria itu terdengar putus – putus. Bahkan ketika terbatuk, darah segera merembes keluar dari mulut pria tersebut. “Apa pun yang kau lakukan tidak bisa membuatku memaafkanmu, tapi kau harus diobati. Bangulah,” ucap Moreau sembari mengerahkan tenaga sekadar menawarkan bantuan. Lima tahun … rasanya seperti kejutan listrik saat menyentuh pria itu lagi, di sini. Dia mendadak tegang ketika Abihirt mengetatkan gengg
Perpisahan. Itu masih sama seperti keinginan lima tahun lalu. Ada keterkejutan—hal tersebut sangat jelas, dan tubuh Abihirt kembali menunjukkan reaksi tegang. “Ini sudah begitu lama. Kenapa kau masih menghindariku?” Tidakkah Abihirt sadar bahwa mereka sudah memiliki hidup masing – masing? Moreau mengepalkan tangan tanpa sadar, kemudian meneruskan, “Tidak akan pernah ada pintu maaf untukmu. Semua memang sudah berlalu. Cukup lupakan dan jangan biarkan aku mendengar sedikitpun berita tentangmu.” Semoga Abihirt mengerti jika sudah tidak ada yang bisa mereka harapkan bersama. Pelan – pelan, Moreau berusaha menyingkirkan sentuhan tubuh pria itu darinya. Tidak pernah menduga bahwa hal tersebut justru menimbulkan erangan kecil—terungkap tanpa sadar, meski dia tidak yakin Abihirt akan mendengar. “Aku tidak pernah bisa membiarkanmu pergi lagi. Lima tahun seperti kematian untukku ….” Bohong besar. Moreau tak akan pernah percaya setiap pernyata
Moreau harus selalu ingat bahwa Abihirt pandai memanipulasi. Saat ini, barangkali pria itu berusaha menjebaknya ke dalam jurang terjal. Ketika dia mulai mengambil langkah keliru, maka semua akan dimulai seperti dulu; seperti saat dia menjadi seorang submisif dan pelbagai situasi gila yang pernah mereka lakukan. “Kau punya mata untuk melihatku sedang bekerja. Masih banyak hal yang perlu kulakukan. Sekarang biarkan aku pergi.” Moreau tak ingin membayangkan betapa banyak rasa takut dan pada akhirnya dia tak berdaya untuk mengajukan banyak protes. Usaha untuk menyingkirkan cengkeraman Abihirt masih menjadi tuntutan krusial. Ada sedikit harapan, setidaknya. Moreau langsung mengusap pergelangan tangan sendiri setelah pria itu menyerah. Dia menatap Abihirt marah, menggebu – gebu, tetapi Abihirt menunjukkan sikap sebaliknya. Sedikit tenang. Namun, juga diliputi iris kelabu yang tampak bergerak gelisah. Ntahlah, semacam ada keinginan dari pria itu untuk terus mengawasinya atau