Tidak ada tanggapan dan tiba – tiba Abihirt telah menggenggam di pergelangan tangannya untuk sama – sama meninggalkan gedung mentereng. Moreau tak berharap dia akan patuh, tetapi tubuhnya tak berdaya untuk mengenyakkan punggung di sandaran jok. Pria itu menyusul ke kursi kemudi, seolah telah lama membiarkan kebisuan menang di antara mereka. “Gabriel di belakang.” Moreau menoleh setelah pemberitahuan yang cenderung mendadak. Gabriel persis dikhususkan untuk menyusul di belakang. Sambil menelan ludah kasar dia menatap ayah sambungnya dengan perasaan bingung masih menyergap. “Apa yang harus kukatakan nanti jika ibuku bertanya?” “Aku yang akan mengurusnya.” Jika itu benar, Moreau mungkin tak perlu berusaha keras memikirkan jawaban. Tidak tahu lagi apa yang perlu mereka bicarakan, dia menatap setengah kosong ke luar jendela. Malam dan
“Mengapa Juan harus mengajakku pergi?” tanya Moreau lambat, sesaat setelahnya dia menipiskan bibir nyaris begitu samar. Biarkan Barbara menimbang. Wanita itu tahu apa yang perlu diucapkan. “Aku tahu kebiasaan kalian berdua.” Moreau menggeleng sedikit tak percaya. “Tapi hari ini aku memang hanya latihan,” sergahnya sebagai satu bentuk penjelmaan jahat. Dia tak berdaya untuk mengucapkan kata – kata bohong. Masa sulit menuntut supaya apa pun yang Abihirt inginkan menjadi nyata. Moreau tahu pengkhianatan yang dilakukan kepada ibunya melampaui batas. Dia tak pernah berharap hal seperti ini muncul ke dalam daftar hidupnya, tetapi semua yang tak pernah Moreau dambakan sudah sepaket dengan bayangan – bayangan buruk yang mengikat. Antara bertahan dan menempatkan posisi terlalu jauh adalah dua pilihan sulit yang dia tahu bukanlah prospek bagus untuk memilih salah satunya.
Napas Barbara menggebu setelah menyingkir dari tubuh suaminya. Dia menarik selimut lebih tinggi, lalu bergelayut manja di lengan Abihirt, pria yang membuatnya benar – benar puas malam ini. Sambil sesekali akan mengecup otot – otot yang teras begitu keras, Barbara menengadah menatap wajah Abihirt yang sungguh mengagumkan. Suaminya sedang serius saat mengulik ponsel yang menyala. “Aku mungkin sedikit terlambat memberitahumu, tapi besok lusa akan ada pergelaran fashion di Paris. Aku terpilih sebagai salah satu designer yang harus memamerkan rancanganku. Kau tidak keberatan jika aku pergi beberapa waktu, Darling?” Setelah mengintip segala aktivitas Abihirt ketika sedang memeriksa email masuk, Barbara kembali memindahkan perhatian ke wajah suaminya. Sebelah alis pria itu terangkat tinggi menanggapi pernyataan yang dia berikan, sehingga dia buru – buru menggerakkan tangan untuk mengusap dada liat Abihirt. Berniat merayu suaminya supaya memberi izin.
Napas Moreau berembus dan mulai menyerah untuk melanjutkan sisa langkah di lorong lantai dua. Dia terbangun sedikit siang karena peristiwa semalam. Ada yang perlu ditanyakan kepada Barbara tentang jaket yang sempat wanita itu pinjam, tetapi keberadaan ibunya tak kunjung ditemukan. Moreau tidak tahu apakah dia perlu berani masuk ke dalam kamar wanita itu atau tidak. Dugaan bahwa Barbara, begitu pun dengan ayah sambungnya, yang sudah berangkat ke kantor seolah mendesak sangat deras. Moreau pikir—dia perlu melakukan hal secara diam – diam dan nanti ... akan memberitahu Barbara lewat pesan suara. Jaket yang dia inginkan saat ini adalah salah satu benda berharga pemberian mendiang ayahnya. Dia merasa tidak tahan jika Barbara tak berniat memberi petunjuk untuk mengembalikan. Ntah – ntah lupa, atau memang terlalu senang terhadap bahan berbulu yang akan terasa sangat lembut. Sambil melirik ke s
Diliputi perasaan bimbang Moreau mencoba menyingkirkan satu tumpukan kain agar dia bisa mencari lebih jelas. “Apa kau pernah lihat ibuku mengenakan jaket berbulu dengan warna cokelat gelap?” tanyanya serius. “Yang seperti warna rambutmu?” Alih – alih mengajukan jawaban. Ayah sambungnya justru berbalik tanya. Moreau tak pernah mengira Abihirt akan menjulang tinggi sebegitu dekat. Pria itu hanya segaris jarak di belakang. Dia dapat merasakan bagaimana sesekali tubuh mereka bersinggungan. Lebih lama lagi Moreau akan terbiasa oleh tekstur liat dan sedikit keras, bahkan rambut panjang yang terurai sepertinya ingin merasakan sensasi tambahan, walau pada akhirnya dia terkejut menyadari Abihirt seakan – akan sedang menikmati aroma rambutnya secara diam – diam. “Apa
Pria itu menambahkan, dan sekali lagi ... Moreau menggeleng tegas. Dia berdecak sambil menatap ayah sambungnya tajam. “Dokter akan bertanya beberapa hal. Aku tidak mau itu terjadi.” “Akan lebih aman bersama dokter.” Atas upaya yang coba Abihirt tawarkan, itu membuat Moreau memutar mata malas. Keputusannya masih sama. Tidak akan pernah berubah ntah harus berapa kali mendapat tekanan. Kebetulan dia masih memiliki minat untuk berdebat setelah desakan dari pelbagai arah. “Dengar, Abi. Kita sudah sepakat, aku rasa masalahnya selesai. Kau memaksaku ke dokter ... maka aku harus menjelaskan beberapa hal. Pertama kau yang menempatkanku pada posisi seperti ini. Kedua, aku sudah bilang kalau dokter akan bertanya. Dia akan mencari tahu kapan aku mengalami masa subur dan dengan siapa aku melakukannya. Itu tidak mungkin bisa kuhadapi selama kau a
Setelah melakukan banyak pertimbangan, Moreau segera memutuskan untuk mengambil keputusan—memilih beberapa papan pil kontrasepsi sebagai antisipasi. Mungkin seharusnya tidak perlu diborong secara berlebihan. Dia yakin Abihirt akan menggunakan alat pengaman seperti pelajaran pertamanya semalam. Seharusnya memang lebih baik seperti itu, alih – alih Moreau harus mencecoki tubuh dengan sesuatu yang seharusnya masih terlalu dini, walau memang begitulah cara mengendalikan hubungan mereka. Pria selalu menjadi yang paling untung. Moreau menyayangkan bahkan tak berdaya memikirkan kegelisahannya. Merasa selesai, dia membalas senyum wanita yang baru saja menyerahkan uang kembalian, kemudian melangkah keluar apotek. Abihirt sedang menunggu di parkiran persis seperti permintaan Moreau. Dia tak ingin pria itu terlibat dan kebetulan ayah sambungnya tak memberi tanggapan secara berlebihan. Mungkin sedikit keberatan, meski sekaran
“Tapi, Abi. Aku takut ....” Moreau tidak tahu apakah dia akan tetap menolak atau harus melawan keraguan demi satu kebaikan. Abihirt akan menyetir, meskipun memang tampaknya pria itu mengganti cara lain. “Dia tidak akan menggigitmu.” Ntahlah, hanya dengan pernyataan tersebut, Moreau akhirnya bersedia membiarkan anjing kecil—dia tak tahu banyak mengenai jenis – jenis mereka, tidak berusaha mencari tahu, selain hati - hati mengusap bulu yang terasa begitu lembut. Sesekali Moreau melirik ke sekitar menyadari satu hal. Tali kulit di leher anjing itu setidaknya memberitahukan petunjuk. “Aku rasa anjing ini ada yang punya. Lebih baik kita cari dan kembalikan kepada pemiliknya.” “Siapa pun yang memilikinya. Mereka telah dengan sengaja meninggalkan hewan yang sedang sakit di pinggir jalan seperti ini. Aku tidak ada waktu untuk melakukan hal seperti yang kau katakan.” Ironinya pernyataan Abihirt barusan sanggup menekan apa pun, termasuk menjadikan niat Moreau mendadak urung. Dia menu
“Yakin catatan-mu sudah lengkap?”Moreau segera menoleh ke arah satu titik di sana ketika Juan bicara nyaris menyerupai gugumaman kecil. Perhatian pria itu terpaku serius pada secarik kertas berisi daftar barang belanjaan. Kali ini, dia sedang tidak diliputi minat melakukan perjalanan. Enggan bertemu banyak orang. Sehingga meminta bantuan Juan dan kebetulan pria itu tidak keberatan melakukan apa pun yang diinginkannya.Sesuatu segera menyelinap di benak Moreau saat iris biru terangnya mendapati Juan akan segera melangkah ke luar dapur. Dia langsung menghentikan kegiatan memotong apel.“Jangan lupa, belikan juga susu untuk wanita hamil.”Moreau sedikit terkekeh saat Juan segera menoleh tajam, kemudian berakhir dengan memutar mata malas.“Jadi, apakah masih ada yang tertinggal?” pria itu bertanya lagi. Sesaat, Moreau mengedarkan pandangan ke sekitar dapur. Tidak ada petunjuk yang bisa dia temukan. Sepertinya semua sudah lengkap.“Ya. Sekarang kau bisa perg
“Sudah ada Juan. Kami bisa saling melindungi. Kau tidak perlu khawatir. Sekarang pergilah. Bukankah kau akan sibuk dengan urusan perceraian-mu?”“Pengacara-ku akan mengurus semuanya.”“Tidak, Abi. Kau tidak bisa di sini,” bantah Moreau tegas. Hanya akan berakhir dengan perkara besar, jika pria itu tidak berusaha memahami kondisi di sekitar. Abihirt sudah menyaksikan sendiri bagaimana begitu banyak mata yang bertentangan terhadap hubungan mereka. Hubungan terlarang ... secara terang – terangan dijadikan sebuah tontonan oleh satu orang. Pria itu bisa menilai sendiri bagaimana hasilnya.“Pergilah, Abi. Aku dan Juan akan baik – baik saja di sini.”Lagi. Moreau tak bisa menunggu lebih lama sekadar menyaksikan sikap Abihirt yang tampak begitu enggan. Ego terus melarangnnya mempersilakan pria itu di sini. Tetap terasa jauh lebih adil jika Abihirt memang melangkahkan kaki pergi.“Mengertilah ....”Kali ini, Moreau bisa mendengar sendiri betapa suaranya begitu ge
“Kau lagi!”Suara Juan menggantung di ujung tenggorokan. Pria itu dalam sekejap tersulut amarah. Semua tampak begitu jelas ketika Juan melebarkan langkah ke arah Abihirt diliputi gestur ingin melayangkan pukulan mentah.Bugh!Sebaliknya pria itu mendapat hujaman luar biasa keras dari kepalan tangan Abihirt. Sial. Juan berdarah dalam sekejap.“Astaga, Abi! Apa yang kau lakukan?”Moreau segera bersimpuh. Ingin melihat langsung bagaimana kondisi Juan setelah pria itu terjerembab jatuh ke atas lantai. Dia meringis ketika Juan mengaduh kesakitan. Makhluk yang malang. Moreau menipiskan bibir, merasakan sangat ingin melimpahkan semua kesalahan kepada Abihirt. Dia mendelik pria itu tajam, lalu berkata, “Kau tidak seharusnya memukul Juan sampai seperti ini, Abi!”“Aku tidak bermaksud. Hanya kelepasan.”Abihirt seperti memutar kembali kalimat yang dia katakan mengenai situasi Juan kemarin. Persetan dengan pria itu. Moreau tidak mengatakan apa pun lagi, selain
“Di sini sudah tidak aman, Moreau. Kau bisa tinggal di kediamanku selama yang kau mau.” Suara serak dan dalam pria itu terdengar persis setelah melewati ambang pintu kamar mandi. Sebelah alis Moreau terangkat tinggi sebagai respons pertama, kemudian bertanya, “Tinggal di kediamanmu? Bagaimana dengan ibuku?” “Aku menceraikannya.” “Menceraikannya? Bukankah kalian sepakat menghancurkan karier-ku?” “Aku tidak tahu kalau dia akan menyebarkan bukti perselingkuhan yang diambil dari kamarmu. Tapi satu hal harus kau tahu. Program itu khusus kubuat untuk mendiang ibuku. Aku bahkan belum tiba di sana sekadar mengetahui apakah acara yang kubuat berjalan dengan baik atau tidak. Ibumu melakukan sabotase, supaya aku tidak hadir tepat waktu dan dia bisa menyebarkan kebohongan. Kau tak seharusnya percaya apa yang dikatakan ibumu. Wanita licik itu berusaha merusak hubungan kita.” Hubungan kita .... Moreau menggarisbawahi pernyataan terakhir ayah sambungnya. Tidak a
Tersisa mereka berdua. Moreau menelan ludah kasar menyadari bagaimana Abihirt seperti memperhatikan wajahnya begitu lamat. Tidak ada peringatan, pria itu segera melangkahkan kaki menuju kamar, bahkan menjatuhkan tubuh Moreau sangat hati – hati untuk duduk di pinggir ranjang. Sekarang, Abihirt bersimpuh diliputi kebutuhan menerawang ke penjuru kamar. Moreau mengernyit. Sedikit heran menyadari ayah sambungnya seperti mendapat sesuatu, kemudian pria itu berjalan ke arah nakas—mengambil sebuah benda asing; bukan kepunyaan Moreau, apalagi Juan. “Kamera kecil.” Suara serak dan dalam Abihirt seperti bergumam. Itu jelas membuat Moreau berpikir lamat. Samuel mendesak supaya dia menuntun pria tersebut menuju kamar. Apakah mungkin? “Kurasa, dia ingin mengirimkan bukti rekaman kepada ibumu.” Sepertinya, metode analisis Abihirt bekerja lebih cepat. Moreau mengakui itu terdengar masuk akal. Hanya merasa tak yakin mengapa ibunya melakukan hal demikian. “Boneka
“Kau sangat suka saat Abi menyentuhmu. Mengapa di sini kau malah menolakku, Pelacur Kecil?” Ambisi di balik suara Samuel tak bohong. Moreau bisa mendeteksi bagaimana pria itu seperti memiliki rencana lain ketika gagal melakukan apa pun, mengingat dia masih sangat melakukan penyangkalan penuh. Sorot mata di sana seakan sedang mencari situasi terbaik. Napas menggebu – gebu dan dorongan tak terduga merupakan bagian perhatian Moreau yang tak bisa dia lepaskan terhadap pria itu. Samuel mulai terlihat kalap usai satu tendangan kasar darinya membuat pria tersebut mundur beberapa langkah. “Pelacur kecil sialan!” Tidak ada petunjuk ketika akhirnya Samuel mengambil tindakan untuk meletakkan cengekraman di batang leher Moreau. Pria itu benar – benar melakukan suatu prospek mencekik yang luar biasa mencecoki jalan napas di rongga dada. Moreau berusaha memukuli lengan pria itu. Dia mulai tersedak. Mungkin akan segera kehilangan kesadaran jika Samuel masih dengan k
Barbara tidak bisa terus – terusan berada di sini. Bagaimanapun, dia harus bisa mencari cara melarikan diri. Ada keuntungan memberi tahu Samuel untuk melakukan apa pun yang pria itu mau kepada Moreau. Sekarang, Abihirt mungkin tidak akan memiliki waktu lebih banyak; tidak akan sampai di sana tepat sebelum Samuel menjalankan aksi kejam. Suaminya akan menyaksikan sendiri bagaimana pelacur kecil pria itu tidak selamat. Lihat saja .... *** “Lepaskan tanganmu. Aku tidak mengizinkanmu berbuat hal buruk di sini!” ucap Moreau memberontak hebat. Nyaris tidak memikirkan keberadaan pisau dapur, yang dia tahu bisa menjadi bahaya mengancam. Samuel bisa saja mengambil keputusan lebih menyakitkan ketika keinginan pria itu tidak tercapai. Samuel melakukan seks lebih sering bersama Barbara. Apakah pria itu tidak puas? Moreau mungkin tidak begitu tahu tentang hubungan keduanya. Dia hanya .... Menyadari keberadaan Samuel jelas bukan kebetulan semata. Apakah Barbara dalan
Mendadak, sisa napas di kerongkongan Barbara menyempit. Dia meringis kesakitan, sementara urat – urat tangan Abihirt mencuak sangat mengerikan, seolah pria itu sudah tidak peduli apa pun, selain kebutuhan mencekiknya dengan kuat. “Kau bisa katakan semua yang kau inginkan di neraka.” Tiba – tiba segerombolan udara menyergap nyaris menyerbuk rongga dada Barbara. Dia terbatuk keras, tetapi belum sepenuhnya memahami situasi di sekitar ... tangan kasar Abihirt, yang menjambak di rambutnya segera mengambil andil. Abihirt seperti memiliki rencana lain; tidak peduli bagaimana pria itu menyeret langkah mereka ke ruang lainnya, sementara Barbara harus menahan rasa sakit dan mati – matian menyeimbangkan porsi perjalanan menuju tempat—mungkin lebih mengerikan. Suara Barbara menyerupai cicit ketika dia diseret jatuh terjerembab, hingga berhenti persis di depan dinding dengan sebuah figura besar sedang tergantung di sana. Pelbagai pemikiran di benak Barbara menyiratkan ba
“Aku akan masuk. Kau janji tidak akan lama?” tanya Moreau. Terlalu lama berdiam diri di dalam mobil bukan prospek bagus. Mereka memang tiba sesaat setelah Juan mengajukan pertanyaan. “Aku janji tidak akan lama. Hanya mengambil beberapa pakaian dan keperluanku saja.” Benar. Moreau meminta Juan untuk menginap lagi. Menemaninya sampai merasa lebih baik dan bisa melakukan segala aktifitas sendiri. Mobil yang Barbara katakan sudah siap dari proses perbaikan ... memang sudah di kirim ke rumah ini. Hanya saja, dia sudah terbiasa bersama Juan yang selalu menyetir. “Kalau begitu hati – hati di jalan. Jangan ngebut, kau mengerti?” “Ya, Amiga. Tidak perlu khawatir.” Moreau tersenyum tipis, kemudian memutuskan untuk membuka sabuk pengaman. Dia melambaikan tangan setelah menginjakkan kaki di halaman depan rumah. Menunggu sampai mobil Juan hilang dari tikungan, baru melanjutkan langkah membuka pintu yang tampak sedikit ... aneh. Kening Moreau mengernyit, mengingat betul bahwa pintu rumah