“Akan kuusahakan.”
Demikian ungkapan Abihirt. Artinya, tidak ada jaminan terhadap risiko mendatang. Pria itu ... suatu waktu bahkan bisa lepas kendali. Bisa melewati ruang ekspektasi—yang sedang benar – benar Moreau khawatirkan. Suster pernah mengatakan agar mereka lebih hati – hati. Dengan ketidaktahuan Abihirt, apa yang bisa Moreau katakan? Sapuan ringan dari ujung jemari ayah sambungnya, seakan mencoba menenangkan dia dari luapan tak terduga. Perlu digaris bawahi kalau – kalau ... Abihirt telah mengambil point penting dari kesalahan pria itu beberapa waktu lalu. Haruskah, dia bisa mencoba memberi ayah sambungnya kesempatan? “Aku ingin kau berjanji, Abi,” ucap Moreau lambat. Tak ingin tahu apa pun yang tersisa. Bahkan, berusaha terlihat tidak terpengaruh saat Abihirt akhirnya menggeram samar. “Ya, aku janji,” pria itu berkata dengan nada putus asa. Senyum Moreau begitu samar ketika Abihirt menyingkirkan beberapa helai rambutnya, kemudian ciuman lembut men“Ini ... buah mangga yang kau mau.” Moreau tersenyum antusias menyambut keberadaan Abihirt di depan pintu rumahnya. Selama satu minggu terakhir, mereka sepakat lebih sering bertemu di tengah malam—Abihirt selalu diam – diam meninggalkan Barbara, lalu saat fajar mendatang, pria itu akan berpamitan untuk kembali di ranjang ibunya—bersikap baik – baik saja, seolah tidak ada apa pun terjadi di antara mereka—demikian sedikit yang Moreau simpulkan. Paling tidak, dia tahu semua masih dalam pengaturan yang diinginkan. Tentu, dengan tidak melupakan kebutuhan tidur bersama. Beberapa hari belakangan Moreau lebih sering membutuhkan dekapan hangat ayah sambungnya dan terkadang, akan mencuri kesempatan meletakkan tangan pria itu di permukaan perut yang masih terlihat rata. Abihirt sedang terlelap saat – saat tersebut, karena bagaimanapun ... masih belum ada keberanian untuk mengutarakan segala sesuatu mengenai kehamilan ini. Walau, bagian paling Moreau sukai adalah pada saat di
“Satu garpu cukup. Kau bisa menyuapiku di sini.” Seandainya Moreau tidak terlalu cepat mengambil kesimpulan, dia merasa Abihirt berusaha merayunya dengan cara sederhana. Well, dilingkupi sebela alis terangkat tinggi, dia menerawang ke arah pria itu, tetapi nyaris tidak ada petunjuk. Iris kelabu Abihirt justru meninggalkan sesuatu yang nyaris tidak bisa Moreau kendalikan. Dia mendadak gugup, kemudian memutuskan untuk menusuk satu potongan buah mangga menggunakan garpu; menyerahkannya di hadapan Abihirt sambil menunggu waktu berjalan beberapa saat. “Makanlah, Daddy. Kau bilang ingin kusuapi,” Moreau berkomentar tidak sabar. Awalnya, Abihirt terlihat ragu. Namun, dia langsung tersenyum saat pria itu menerima potongan pertama dengan hati – hati. “Apa rasanya manis?” Tidak semua hal selalu bisa dinilai dari pandangan mata, bukan? Moreau tak ingin dibohongi oleh tampilan menarik dari warna menyala, walau dia turut mencicipi mangga saat Abihirt mengangguk samar.
“Manggamu masih cukup banyak. Kau keberatan jika aku menaruhnya di kulkas?” Abihirt bertanya lambat. Tidak ada tanggapan. Dia setengah menunduk, tetapi mendapati mata Moreau sudah menutup rapat. Gadis itu benar – benar tertidur dengan nyaman, sedikit memberi peringatan agar Abihirt bergerak hati – hati. Dia memang tidak berharap akan membangunkan Moreau—mungkin memindahkan ke kamar adalah jalan pintas terbaik. Mula – mula, Abihirt mengatur posisi lengan yang masih mendekapnya supaya secara perlahan terlepas. Tidak sulit membuat tangan Moreau tergoler, kemudian dia segera mengangkat tubuh gadis itu. Sedikit terasa berbeda. Kening Abihirt mengernyit samar, berpikir mungkin efek sering membawakan makanan di tengah malam membuat Moreau mengalami penambahan berat badan. Dia tidak berharap gadis itu akan mengajukan protes, karena sebentar lagi program untuk merayakan ulang tahun mendiang ibunya akan segera sampai. Tubuh Moreau diletakkan dengan hati – hati di atas k
Sudut bibir Barbara melekuk tipis saat terbangun mendapati suaminya masih di ranjang yang sama dengan posisi telentang. Abihirt memang mengambil jarak agak berjauhan. Ini sering terjadi setelah pria itu tahu bahwa dia secara sengaja melubangi alat kontrasepsi di malam itu. Persetan. Barbara tidak begitu peduli jika Abihirt akan menciptakan suasana pengabaian seperti ini dalam kurun waktu tak diinginkan. Paling tidak, rencananya telah berhasil. Dia sudah menunggu saat – saat yang lain untuk menciptakan prospek terbaik di waktu mendatang. Harus secepatnya terjadi. Ada pertemuan penting hari ini. Barbara tidak bisa terlalu lama terpaku mengamati tidur suaminya yang tenang. Lagi pula, mereka juga tidak melakukan banyak percakapan, meski dia selalu bersikap paling berisik. Membicarakan sesuatu yang terkadang tidak penting. Ntahlah, Abihirt terlihat lebih sering mengumpulkan minat bicara kepada orang lain, asal tidak dengannya. Asal pria itu tidak terlibat dalam pelbagai bentu
[Kau sudah sampai di rumah?] Moreau mengernyit dalam saat membaca pesan dari Abihirt. Dia sedang melakukan perjalanan pulang dengan Juan sebagai supir paling setia. Mereka sebentar lagi akan sampai, tetapi mendapati Abihirt mengajukan pertanyaan—yang tidak biasa selama beberapa waktu belakangan, cukup membuat dia penasaran ... mengapa pria itu menanyakan hal tersebut? Apakah ada sesuatu yang akan ayah sambungnya lakukan? Jika memang seperti itu. Seharusnya bukan hal buruk yang terbayangkan di puncak kepala Moreau. Dia hanya—belakangan ini merasa diliputi pelbagai antisipasi. Berharap bukan apa – apa. Berharap Abihirt tidak tiba – tiba memintanya menunggu pria itu di ruang merah. Karena bagaimanapun, polanya selalu sama. Abihirt akan memastikan, maka mereka dapat menyusun kesepakatan. Ada sedikit suasana traumatis yang ingin Moreau singkirkan. Hubungan mereka memang sudah beranjak lebih baik, tetapi dia belum siap mengenai sesuatu yang melibatkan rasa sakit sendirian.
Moreau segera menjatuhkan bokong di atas sofa, merasa sangat ingin meluapkan semua rasa lelah. Mungkin jika ada yang bersedia memijat kakinya, dia tidak akan merasa keberatan. Cukup disayangkan bahwa di sini hanya diliputi keheningan yang bergemuruh. Moreau berulang kali menghela napas kasar dan perlahan memutuskan untuk benar – benar telentang sembari menatap langit – langit ruang tamu. Tidak ada hal yang ingin dilakukan saat ini. Dia memejam. Tidur sebentar sepertinya tidak apa – apa. Barbara tidak datang. Dapat dipastikan tidak akan memutuskan untuk datang, sehingga beberapa waktu berikutnya dia terbebas dari pelbagai komentar tidak menyenangkan, apabila wanita itu melihat kekacuan di sini. Sulur – sulur kening Moreau mengernyit ... kali ketika dia merasakan sentuhan dari seseorang. Ujung jemari yang terasa kasar—setidaknya, menuntut agar dia secara naluriah menatap langsung siapa pelaku utamanya. Sedikit tak menyangka bahwa Abihirt akan tersentak ketika mereka mel
“Bagaimana latihanmu hari ini?” Alih – alih menjawab pada point utama. Abihirt malah berbalik mengajukan pertanyaan—secara tidak langsung mengakui bahwa pria itu hanya mencari pengalihan supaya mereka tidak membicarakan hal – hal seperti sebelumnya. “Latihan kami lancar. Fitting baju juga mulai pelan – pelan dilakukan. Aku hanya kasihan kepada Juan. Dia harus menahan berat badanku yang ... katanya bertambah.” Moreau mengedikkan bahu tak acuh. Dia tahu betul penyebab utamanya, tetapi dengan sengaja bersikap pura – pura tak percaya. Pura – pura tidak terpengaruh apa pun. Asal, belum ada perubahan signifikan dari bagian tubuhnya sampai program acara Abihirt tiba. Tidak akan lama lagi—bahkan, sudah terlalu dekat. Sebelah alis Moreau mengernyit herat ketika mendapati sorot mata ayah sambungnya seperti menyiratkan sesuatu. Barangkali ada sesuatu yang Abihirt pikirkan? Dan pria itu belum bisa mengenyahkan hal tersebut dari permukaan. “Kau seperti ingin menertawakan
Wajah pria itu kemudian menunduk, menjatuhkan mulut di depan dada Moreau dan samar – samar geraman tertahan terdengar di sana. “Jangan nakal, Abi. Apa kau tidak lelah terus meminta hal ini dariku?” tanya Moreau, sekadar ingin tahu apakah Abihirt sering melakukan hubungan badan bersama ibunya ketika pria itu kembali ke rumah? Meski tidak akan mengajukan pertanyaan secara gamblang. Sedikit tidak lelah jika hal tersebut memang adanya, tetapi dia tidak bisa melakukan apa pun. Duri tidak pantas mengajukan protes. Seperti ini sudah cukup atau seharusnya dia menjaga jarak. Ironinya, semua selalu masuk pada pengecualian. Moreau tak bisa melakukan apa pun. Terlalu mudah disetir oleh keraguan di dalam dirinya, apakah harus tetap dilanjutkan—dengan perasaan yang masih menggantung sangat erat, atau malah menyiapkan peringatan untuk benar – benar melupakan semua yang pernah terjadi antara mereka. “Kau selalu membuatku merasa lapar. Bagaimana aku akan lelah?” Tidak sadarkah A
Tersisa mereka berdua. Moreau menelan ludah kasar menyadari bagaimana Abihirt seperti memperhatikan wajahnya begitu lamat. Tidak ada peringatan, pria itu segera melangkahkan kaki menuju kamar, bahkan menjatuhkan tubuh Moreau sangat hati – hati untuk duduk di pinggir ranjang. Sekarang, Abihirt bersimpuh diliputi kebutuhan menerawang ke penjuru kamar. Moreau mengernyit. Sedikit heran menyadari ayah sambungnya seperti mendapat sesuatu, kemudian pria itu berjalan ke arah nakas—mengambil sebuah benda asing; bukan kepunyaan Moreau, apalagi Juan. “Kamera kecil.” Suara serak dan dalam Abihirt seperti bergumam. Itu jelas membuat Moreau berpikir lamat. Samuel mendesak supaya dia menuntun pria tersebut menuju kamar. Apakah mungkin? “Kurasa, dia ingin mengirimkan bukti rekaman kepada ibumu.” Sepertinya, metode analisis Abihirt bekerja lebih cepat. Moreau mengakui itu terdengar masuk akal. Hanya merasa tak yakin mengapa ibunya melakukan hal demikian. “Boneka
“Kau sangat suka saat Abi menyentuhmu. Mengapa di sini kau malah menolakku, Pelacur Kecil?” Ambisi di balik suara Samuel tak bohong. Moreau bisa mendeteksi bagaimana pria itu seperti memiliki rencana lain ketika gagal melakukan apa pun, mengingat dia masih sangat melakukan penyangkalan penuh. Sorot mata di sana seakan sedang mencari situasi terbaik. Napas menggebu – gebu dan dorongan tak terduga merupakan bagian perhatian Moreau yang tak bisa dia lepaskan terhadap pria itu. Samuel mulai terlihat kalap usai satu tendangan kasar darinya membuat pria tersebut mundur beberapa langkah. “Pelacur kecil sialan!” Tidak ada petunjuk ketika akhirnya Samuel mengambil tindakan untuk meletakkan cengekraman di batang leher Moreau. Pria itu benar – benar melakukan suatu prospek mencekik yang luar biasa mencecoki jalan napas di rongga dada. Moreau berusaha memukuli lengan pria itu. Dia mulai tersedak. Mungkin akan segera kehilangan kesadaran jika Samuel masih dengan k
Barbara tidak bisa terus – terusan berada di sini. Bagaimanapun, dia harus bisa mencari cara melarikan diri. Ada keuntungan memberi tahu Samuel untuk melakukan apa pun yang pria itu mau kepada Moreau. Sekarang, Abihirt mungkin tidak akan memiliki waktu lebih banyak; tidak akan sampai di sana tepat sebelum Samuel menjalankan aksi kejam. Suaminya akan menyaksikan sendiri bagaimana pelacur kecil pria itu tidak selamat. Lihat saja .... *** “Lepaskan tanganmu. Aku tidak mengizinkanmu berbuat hal buruk di sini!” ucap Moreau memberontak hebat. Nyaris tidak memikirkan keberadaan pisau dapur, yang dia tahu bisa menjadi bahaya mengancam. Samuel bisa saja mengambil keputusan lebih menyakitkan ketika keinginan pria itu tidak tercapai. Samuel melakukan seks lebih sering bersama Barbara. Apakah pria itu tidak puas? Moreau mungkin tidak begitu tahu tentang hubungan keduanya. Dia hanya .... Menyadari keberadaan Samuel jelas bukan kebetulan semata. Apakah Barbara dalan
Mendadak, sisa napas di kerongkongan Barbara menyempit. Dia meringis kesakitan, sementara urat – urat tangan Abihirt mencuak sangat mengerikan, seolah pria itu sudah tidak peduli apa pun, selain kebutuhan mencekiknya dengan kuat. “Kau bisa katakan semua yang kau inginkan di neraka.” Tiba – tiba segerombolan udara menyergap nyaris menyerbuk rongga dada Barbara. Dia terbatuk keras, tetapi belum sepenuhnya memahami situasi di sekitar ... tangan kasar Abihirt, yang menjambak di rambutnya segera mengambil andil. Abihirt seperti memiliki rencana lain; tidak peduli bagaimana pria itu menyeret langkah mereka ke ruang lainnya, sementara Barbara harus menahan rasa sakit dan mati – matian menyeimbangkan porsi perjalanan menuju tempat—mungkin lebih mengerikan. Suara Barbara menyerupai cicit ketika dia diseret jatuh terjerembab, hingga berhenti persis di depan dinding dengan sebuah figura besar sedang tergantung di sana. Pelbagai pemikiran di benak Barbara menyiratkan ba
Barbara tidak bisa terus – terusan berada di sini. Bagaimanapun, dia harus bisa mencari cara melarikan diri. Ada keuntungan memberi tahu Samuel untuk melakukan apa pun yang pria itu mau kepada Moreau. Sekarang, Abihirt mungkin tidak akan memiliki waktu lebih banyak; tidak akan sampai di sana tepat sebelum Samuel menjalankan aksi kejam. Suaminya akan menyaksikan sendiri bagaimana pelacur kecil pria itu tidak selamat. Lihat saja .... *** “Lepaskan tanganmu. Aku tidak mengizinkanmu berbuat hal buruk di sini!” ucap Moreau memberontak hebat. Nyaris tidak memikirkan keberadaan pisau dapur, yang dia tahu bisa menjadi bahaya mengancam. Samuel bisa saja mengambil keputusan lebih menyakitkan ketika keinginan pria itu tidak tercapai. Samuel melakukan seks lebih sering bersama Barbara. Apakah pria itu tidak puas? Moreau mungkin tidak begitu tahu tentang hubungan keduanya. Dia hanya .... Menyadari keberadaan Samuel jelas bukan kebetulan semata. Apakah Barbara dalan
Mendadak, sisa napas di kerongkongan Barbara menyempit. Dia meringis kesakitan, sementara urat – urat tangan Abihirt mencuak sangat mengerikan, seolah pria itu sudah tidak peduli apa pun, selain kebutuhan mencekiknya dengan kuat. “Kau bisa katakan semua yang kau inginkan di neraka.” Tiba – tiba segerombolan udara menyergap nyaris menyerbuk rongga dada Barbara. Dia terbatuk keras, tetapi belum sepenuhnya memahami situasi di sekitar ... tangan kasar Abihirt, yang menjambak di rambutnya segera mengambil andil. Abihirt seperti memiliki rencana lain; tidak peduli bagaimana pria itu menyeret langkah mereka ke ruang lainnya, sementara Barbara harus menahan rasa sakit dan mati – matian menyeimbangkan porsi perjalanan menuju tempat—mungkin lebih mengerikan. Suara Barbara menyerupai cicit ketika dia diseret jatuh terjerembab, hingga berhenti persis di depan dinding dengan sebuah figura besar sedang tergantung di sana. Pelbagai pemikiran di benak Barbara menyiratkan ba
“Aku akan masuk. Kau janji tidak akan lama?” tanya Moreau. Terlalu lama berdiam diri di dalam mobil bukan prospek bagus. Mereka memang tiba sesaat setelah Juan mengajukan pertanyaan. “Aku janji tidak akan lama. Hanya mengambil beberapa pakaian dan keperluanku saja.” Benar. Moreau meminta Juan untuk menginap lagi. Menemaninya sampai merasa lebih baik dan bisa melakukan segala aktifitas sendiri. Mobil yang Barbara katakan sudah siap dari proses perbaikan ... memang sudah di kirim ke rumah ini. Hanya saja, dia sudah terbiasa bersama Juan yang selalu menyetir. “Kalau begitu hati – hati di jalan. Jangan ngebut, kau mengerti?” “Ya, Amiga. Tidak perlu khawatir.” Moreau tersenyum tipis, kemudian memutuskan untuk membuka sabuk pengaman. Dia melambaikan tangan setelah menginjakkan kaki di halaman depan rumah. Menunggu sampai mobil Juan hilang dari tikungan, baru melanjutkan langkah membuka pintu yang tampak sedikit ... aneh. Kening Moreau mengernyit, mengin
“Jadi kau sudah tahu?” Suara serak dan dalam Abihirt persis begitu dekat. Lagi – lagi Barbara menelan ludah kasar, bahkan segera tersentak saat ruang untuk beranjak mundur telah habis dibatasi dinding kamar. Napas Barbara segera tercekat diliputi tangan kasar Abihirt yang mencekiknya dengan hebat. Pria itu kalap. Hampir tidak pernah ada tindakan mengerikan seperti ini, dan Barbara tidak bisa melakukan apa pun ... selain berharap Abihirt akan segera sadar. “Aku yakin kau juga sudah tahu kalau keputusan untuk menikahimu hanyalah ajang pembalasan dendam. Sekarang kau akan merasakan semua akibat dari perbuatanmu di masa lalu.” Di mata kelabu itu, sungguh tidak ada ampun. Barbara bisa melihat dengan sangat jelas bahwa Abihirt luar biasa membencinya. Ternyata begitu banyak topeng penyelematan, meski saat ini ... semua akan diselesaikan hingga tuntas. Barbara memejam sebentar. Cengkeraman Abihirt masih cukup memberinya kesempatan bicara. Dia mati – matian men
Ujung tenggorokan Barbara seakan tercekat membayangkan pernikahan ini adalah ajang balas dendam. Dia tidak sedang mengenakan kostum penyesalan. Apa yang terjadi 20 tahun lalu adalah murni atas ketertarikan seseorang terhadap seseorang lainnya. Dia memang ... tahu bahwa Soares Villur Alcaraz telah memiliki istri. Begitu pula dengan mendiang suaminya, Jeremias Riveri. Namun, kematian Vanesia adalah gambaran tidak terpikirkan. Dia merasa .... ketika Soares akan memilihnya, itu merupakan bentuk keajaiban yang pantas. Mereka sempat merencanakan pernikahan setelah kematian Vanesia, sebelum akhirnya dia memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka. Rasa bosan ... hal tersebut dapat dipahami. Lagi pula, bersama Soares, Barbara sudah mendapat apa yang dia inginkan. Kemudian, dia mulai mengejar Jeremias. Semua terjadi seperti itu. Abihirt .... Barbara tidak bisa diam begitu saja. Perhatiannya mengedar ke pelbagai arah. Dia sebaiknya menggeledah supaya menemukan petunju