Share

Niat Lain?

"Ingat Nona Hiraya, kalau aku bisa saja menyentuhmu kapan saja aku mau. Jadi tolong, jangan ingatkan aku tengang perjanjian pranikah itu lagi!" Ernest berkata dnegan tegas sambil terus menggendong Hiraya masuk ke villa.

Mendengar perkataan Ernest bulu kuduk Hiraya berdiri, sekarang kata 'menyentuh' lebih horor dari pada film Suzanna.

"I-iya aku tidak akan mengatakannya lagi," cicit Hiraya mengindari tatapan mata Ernest yang tajam.

Pria itu membawa Hiraya ke sebuah kamar yang ada di vila tersebut, jantungnya seperti akan melesat dari tempatnya.

Ernest mendudukkannya di tepi ranjang dan melepas jas yang dia kenakan. Suasananya menjadi sangat canggung sekarang. Beberapa hari lalu mereka hanya sebatas rekan kerja, hubungan mereka tak lebih dari aktor dengan road managernya saja. Tapi kini, mendadak mereka jadi suami-istri!

"Tidurlah, disitu sudah ada pakaian ganti. Aku tidak tahu bagaimana selera pakaianmu jadi aku pilihkan beberapa potong pakaian yang bisa kamu pakai." Ernest menunjuk goodie bag putih yang ada disudut meja.

Hiraya hanya mengangguk kecil dan beringsut untuk mengambilnya, dia benar-benar takut berdekatan dengan Ernest.

"Aku ada dikamar sebelah, kamu bisa memanggilku jika membutuhkan sesuatu," ucap Ernest dan pergi begitu saja.

Hiraya membuang nafas lega, untunglah nasib baik berpihak padanya hari ini. Jika tidak dia akan merutuki dirinya seumur hidup karena telah berani menjalani pernikahan kontrak dengan aktor seperti Ernest.

"Ya Tuhan! aku membutuhkan dokter jantung sekarang," desis Hiraya sambil memeluk erat goodie bag yang ada ditangannya.

Dia kemudian pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan memakai salah satu piyama yang diberikan Ernest untuknya. Setelah lima belas menit, dia sudah bersiap untuk tidur. Hiraya meringkuk dibalik selimut dan hanyut ke alam mimpi.

Pagi-pagi sekali Hiraya sudah terbangun karena hawa dingin yang begitu menusuk, dia melihat ke sudut ruangan dan menghela nafas panjang.

"Pantas saja dingin, AC itu menyala." Hiraya bangun dan membereskan tempat tidurnya.

Dia menghentikan kegiatannya karena teringat pada Ernest, mungkinkah dia sudah pergi meninggalkannya?

"Sepi sekali, apa Ernest sudah pergi?" Hiraya bergumam bertanya pada dirinya sendiri dan pergi ke kamar sebelah untuk mengecek keberadaan Ernest.

Kamar tersebut rupanya telah kosong, Hiraya gelagapan dibuatnya. Gadis itu tidak tahu sedang berada di daerah mana. Lagipula dia tidak membawa ponsel atau kendaraan pribadi. Lalu bagaimana dia bisa pulang?

Tidak mau menunggu lama Hiraya kemudian pergi membersihkan diri dan bersiap-siap untuk meninggalkan vila tersebut.

Dengan terburu-buru Hiraya menuruni anak tangga untuk keluar, dia akan mencari penjaga vila untuk meminta bantuan padanya.

"Aku harus segera menemui penjaga dan meminta diantarkan pulang saja, si Ernest itu memang kurang ajar. Bisa-bisanya dia meninggalkan aku di tempat ini." Hiraya menghentikan aksi menggerutunya karena melihat Ernest yang masih tertidur pulas diatas sofa lantai satu villa tersebut.

Hiraya berjalan mendekati Ernest sedikit takut, dia berdiri disampingnya menunduk dan memastikan kalau pria itu baik-baik saja.

"Apa dia benar-benar tertidur? atau mungkin dia malah mati!" Hiraya panik sendiri karena pikiran buruknya yang suka berpikiran yang tidak-tidak.

Hiraya terpaku beberapa saat melihat wajah Ernest yang begitu tampan. Rahang kokoh, kulit putih lengkap dengan alis tebal dan hidung mancungnya membuat Hiraya berdecak kagum. Dilihat dari dekat Ernest jauh lebih tampan dari artis Korea yang dulu sangat dia kagumi.

Pandangannya kemudian turun, perhatiannya tertuju pada bibir tipis kemerahan yang memberi kesan seksi pada pria setinggi 178 cm itu. Hiraya menelan ludahnya sendiri mencoba membuang jauh-jauh pikiran anehnya.

"Hus-hus Hiraya, kenapa kamu berpikir seperti itu." Hiraya mengibaskan tangannya seolah membersihkan pikiran kotor yang hinggap di kepalanya.

Merasa terganggu Ernest yang masih setengah sadar langsung bangun dan terduduk. Hiraya yang sangat terkejut justru terduduk disampingnya.

Mata keduanya beradu beberapa detik, jarak mereka terlalu dekat. Hiraya bisa merasakan hembusan nafas Ernest yang menyapu wajahnya.

"Siapa yang kamu sebut sudah mati?" Suara khas bangun tidur keluar dari mulut Ernest, dengan mata yang masih menyipit dia menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya.

"A-aku hanya--" Hiraya terbata-bata saat mengatakannya, dia kemudian berdiri tapi karena lantai vila licin tubuh Hiraya justru terjatuh menimpa Ernest.

"Belum ada 24 jam nona tapi kamu sudah melanggar perjanjian itu. Katanya dilarang ada kontak fisik," ledek Ernest menahan tawa.

Hiraya buru-buru berdiri dan mengusap tengkuknya mengurangi rasa gugup. Dia menyesali perbuatannya pagi ini, belum ada sehari bersamanya dia sudah mempermalukan diri sendiri di depan Ernest.

"Tidak! Itu hanya kebetulan, aku tidak sengaja melakukannya." Hiraya menghindari kontak mata dengan Ernest.

Pria itu lalu duduk dengan tegap memandangi Hiraya yang masih setia memunggunginya.

"Kamu menyentuhku." Ernest berdiri mensejajarkan tubuhnya dengan Hiraya sambil terkikik kemudian berjalan ke lantai atas meninggalkan Hiraya yang masih mematung ditempatnya.

Siang harinya Hiraya sudah kembali ke gedung Diamond Entertainment. Kali ini dia harus segera mengurus skandal yang menjerat Ernest. Minggu ini juga pria itu sudah harus bekerja seperti biasa, jangan sampai ada yang terhambat hanya karena skandal yang berlarut-larut.

"Lee Chung Seo, bisakah kau memberiku kontak pimpinan redaksi dari broadcaster yang memberitakan skandal Ernest?" tanya Hiraya pada Lee Chung Seo yang memang tengah berada di satu ruangan bersamanya.

"Tentu nona, aku akan berikan. sebentar," jawab pria itu dengan ramah. Kemudian berkutat pada komputer di depannya beberapa menit.

"Ah jangan lupa soal majalah yang memberitakan Ernest juga! kita harus benar-benar membereskan berita sampah itu," sambung Hiraya lagi.

Lee Chung Seo yang mendengar itu hanya mengangguk dan melakukan tugasnya dengan baik. Skandal yang menimpa Ernest ini melibatkan banyak orang untuk mengurusnya.

Di tengah-tengah pekerjaannya, sebuah telepon masuk ke ponsel Hiraya. Mata gadis itu melirik untuk melihat siapa yang sudah menelfonnya. Setelah tahu, dia segera berdiri dan meraih ponselnya.

"Chung Seo, aku ada di balkon. Tolong kalau ada yang mencari ku suruh mereka menunggu!" Hiraya berpesan pada Lee Chung Seo sebelum dia melangkah ke balkon yang memang masih satu jalur dengan ruangan tempat dia bekerja.

"Baik Nona!" Lee Chung Seo mengangguk paham.

Sesampainya di balkon, Hiraya menggeser tombol hijau untuk mengangkat telepon.

"Halo, kau sudah dapatkan informasinya?" tanya Hiraya dengan cepat begitu sambungan telepon terhubung.

["Tentu saja, karena itu aku menghubungi mu."] Jawab seseorang dari seberang sana.

"Cepat katakan apa yang sebenarnya terjadi pada mobil kedua orang tua ku di hari mereka kecelakaan?" tanya Hiraya lagi, tapi kali ini lebih mendesak.

["Ada jejak bahwa mobil Mercedez Benz e-class milik ayahmu disabotase oleh orang yang profesional. Dilihat dari hasilnya, itu adalah pekerjaan dari orang yang memang sudah terbiasa melakukan hal itu."]

Mata Hiraya terbelalak sempurna, dia bahkan menutup mulut dengan tangan karena terkejut. Rupanya benar, kecelakaan hebat yang membuat ayah dan ibunya terluka itu bukan kecelakaan biasa. Hal ini sesuai dengan kecurigaannya, dua bulan lalu saat kecelakaan itu terjadi.

"Hah sial! Lalu apa kau sudah tahu siapa pelakunya?" tanya Hiraya lagi.

["Belum, tapi yang jelas pelakunya tidak sendirian dan mereka masih bebas berkeliaran di Korea Selatan sekarang."]

Hiraya menggigit bibir bawahnya menahan emosi, kedatangannya ke Korea Selatan bukan sepenuhnya mencari pekerjaan memang. Dia sengaja datang untuk membuktikan kecurigaannya tentang kecelakaan orang tuanya.

"Siapapun dia, akan aku pastikan orang itu menderita. Tidak mungkin aku menyia-nyiakan waktu ku selama berada di sini. Lagi pula, untuk mencari bukti itu aku harus terjerat dengan pernikahan kontrak!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status