Share

Bab 2

(Tenaga Dalam)

Mata Fauzan terus menatap tajam ke arah wajah Kiai haji Solehudin yang ada di hadapannya. Farhan pun kemudian memaksa anaknya tersebut untuk duduk.

Namun, pemuda itu malah menggeram dan memperlihatkan giginya yang mendadak terlihat bertaring seperti hewan buas.

Fauzan lalu menunjuk wajah pemilik pondok pesantren salafi yang usianya sudah tidak muda lagi itu, lalu ia tertawa seolah merendahkan sang kiai.

Kiai haji Solehudin pun spontan beristighfar, lalu mulutnya kumat-kamit membaca ayat suci Al-Quran sambil memegang tasbih.

Fauzan kemudian langsung menutup kedua telinganya dan berteriak meminta ampun, kepada pria yang memakai jubah putih tersebut.

"Hentikan, jangan menyiksaku dengan ayat yang kamu baca itu!" kata Fauzan yang saat ini tubuhnya sedang dikuasai oleh jin nasab warisan leluhurnya, tetapi kedua orang tua dari pemuda itu belum mengetahui tentang hal tersebut.

Farhan kemudian kembali memaksa anaknya untuk duduk. Sang anak kali ini langsung menurut karena takut kepada Kiai haji Solehudin yang sedang berdiri di hadapannya.

"Maaf, Pak Kiai, anak saya sudah tidak sopan sama Kiai, saya tidak tahu kenapa dia seperti ini terus, makanya saya sengaja mengirim dia ke sini supaya bisa fokus mengaji dan mengingat Allah agar tidak sering kesurupan," ungkap Farhan seraya duduk di kursi ruang tamu—rumah tersebut.

"Iya, tidak apa-apa, jangan merasa bersalah begitu. Keputusanmu menyuruh anakmu untuk memperdalam ilmu agama islam sudah sangat tepat. Semoga saja dia bisa menjadi anak yang sholeh, karena aset terbesar bagi orang tua itu adalah anak yang shaleh dan sholehah. Kamu juga pasti tahu bahwa ketika kita wafat terputuslah semua amalan kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh serta sholehah, bukan harta." Kiai haji Solehudin berbicara sambil tersenyum hangat dan membuat siapapun yang melihatnya pasti akan langsung merasa damai.

Sang kiai juga kemudian ikut duduk dengan dibantu oleh cucunya yang bernama lengkap Sarah Aulia Malik, karena pria itu sudah mulai renta dan badannya juga sudah membungkuk, sehingga ia sulit untuk berjalan.

"Sar, tolong ambilkan air minum untuk mereka!" titah pria bersorban warna hijau tersebut kepada cucunya.

Sarah pun langsung mengangguk. "Baik, Bah, tunggu sebentar." 

Gadis yang mengenakan jilbab segi empat dan memakai kain sarung khas santri itu kemudian bergegas ke dapur atas perintah sang kakek, untuk mengambil air minum.

Selang beberapa menit, Sarah kembali lagi ke ruang tamu, sambil membawa nampan berisi kue serta air putih dan menaruhnya di meja.

Kiai haji Solehudin lalu mengambil satu gelas dan kembali membaca ayat suci Al-Quran. Setelah itu, ia menyuruh Farhan untuk meminumkan air tersebut kepada sang anak.

Air yang dibacakan doa atau ayat-ayat Alquran molekulnya memang langsung berubah dan akhirnya bisa membuat Fauzan menjadi tenang.

Farhan dan sang istri pun seketika mengucapkan kalimah syukur karena anak mereka sudah sadar dari pengaruh jin nasab, yang sedari kecil selalu mengganggunya itu.

Pemuda tersebut kemudian diantar oleh Sarah ke asrama santri putra. "Kobongnya ada di sana, selamat datang dan semoga betah mondok di sini."

"Iya, terima kasih," ucap Fauzan yang berdiri sedikit jauh dari gadis itu.

"Sama-sama. Ya sudah, saya pamit dulu," balas cucu sang kiai dengan raut wajah yang cuek sambil melengos pergi.

Kedua tangan Fauzan pun seketika mengepal erat karena jin nasab atau khodam leluhurnya tidak terima pemuda itu diperlakukan acuh tak acuh oleh Sarah.

Pemuda tersebut disambut baik oleh para santri putra. Mereka lalu mengajaknya untuk masuk ke kobong, tetapi ia malah mematahkan gagang pintu kobong itu.

Semua santri putra yang berada di sana pun seketika melohok. "Kok, bisa langsung patah begitu, padahal baru dipegang doang. Kamu pasti punya tenaga dalam, yah?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status