Hari berganti hari, dalam kebosanan Bastian masih belum mendapatkan kebebasannya.
Miranda, istrinya, masih bertahan dengan segala macam cara untuk mengulur waktu agar proses perceraiannya berjalan lambat.Hari ini karena harus mengambil dokumen Bastian pergi ke rumah lama, Miranda langsung merengek minta agar Bastian mengantarnya dulu sebelum dia berangkat ke kantor dengan alasan mobilnya di bengkel. Dalam hati Bastian bertanya-tanya kok masih gak sadar diri pakai minta diantar dan jelas dia tidak setuju, sudah dalam proses perceraian ngapain juga harus bersama, Bastian bilang pakai saja sopirnya, Bastian akan berangkat bawa mobil sendiri.Saat akan berangkat Bastian menghampiri sopir pribadinya."Don, nanti habis antar nyonya tidak usah ke kantor, saya bawa mobil sendiri ya.""Baik, Tuan." Doni menjawab kemudian kembali melanjutkan mengelap mobil tuannya."Memangnya kamu mau disuruh ngantar kemana?" tanya Bastian."Ke Bank Asia, Tuan." kembali Doni menjawab."Oh, ya sudah saya sekalian ikut aja, berarti dari bank kamu antar saya ke kantor seperti biasa.""Baik, Tuan."Bastian tidak tahu apa yang membuat dia berganti haluan, tapi saat mendengar tentang Bank Asia dia ingat tentang buku cek pribadi yang belum diambilnya.Miranda keluar dan berjalan ke mobil, dia tersenyum senang saat melihat Bastian akan semobil bersamanya, tapi kemudian dia kecewa karena suaminya tidak ikut duduk di belakang malah memilih duduk di sebelah kiri sopir.Mereka melaju dalam diam hingga Miranda memecah keheningan ."Nanti kamu turun, Beb?" Miranda bertanya dengan nada merayu."Aku ada urusan di Solitaire, kalau kamu sudah selesai tunggu saja di ruang Prioritas!" Jawab Bastian.Setiba di area parkir, mereka turun bersama kemudian Bastian menuju ruang Solitaire yang sangat ekslusive, hanya yang memiliki kartu anggota dengan rata-rata saldo mengendap 10 miliar yang boleh masuk, sedangkan Miranda menuju ruang Prioritas yang setingkat dibawah Solitaire.Setelah beberapa saat mengecek saldo rekening dan melihat mutasi lalu mengambil buku ceknya akhirnya Bastian turun ke ruang Prioritas.Baru memasuki ruang Prioritas dia bisa mendengar suara istrinya yang mengeluh dengan kencang tentang transfer yang tidak terkirim dan itu membuat dia malu dikira tidak bisa membayar tas Hermes padahal dia sudah langganan dan bla bla bla...... . Sambil mencari tempat duduk di hall Bastian melihat betapa teller dan kepala bagian berusaha menjelaskan dan kebingungan dengan komplain istrinya."Sebenarnya ini bukan kesalahan sistem Bu, tapi di hold oleh bank koresponden karena ada kesalahan penulisan namanya, Bu Miranda." Jelas teller yang melayani."Tapi kan bukan sekali ini saya kirim, berkali-kali saya beli dan transfernya selalu lewat sini kan, gimana sih masak tidak ada perhatian sama sekali, iya kalau saya nasabah regular!" Miranda protes semakin keras, dia senang kalau orang tahu dia kaya."Sebentar ya Bu, saya eskalasi ke Kepala Prioritas dahulu permisi," nampak teller yang melayani Miranda berusaha menahan ekspresinya tetap datar. Tak lama datang pejabat Bank Asia yang berbaju bebas, Bastian mengenalnya sebagai Bapak Agus, Kepala Prioritas.Setelah berbincang, kembali Miranda berulah, ingin rasanya Bastian meninggalkan Miranda kalau saja dia tidak ingat bahwa Miranda menumpang mobilnya.Nampak Bapak Agus tergopoh-gopoh menelepon seseorang."Ayo dong Pak, saya ini nasabah setia lho!" Bentak Miranda."Sebentar Bu, saya sedang minta solusi Vice President kami. Sebentar lagi beliau turun."Beberapa saat kemudian terdengar suara yang lembut dan tegas."Kalian kirim koreksi saja, bilang teman di treasury agar hubungi bank koresponden, minta tolong proses secepatnya dan tagihannya jadi beban kantor!"Bastian yang menunggu tak jauh dari Miranda mengangkat kepalanya, dia seperti mengenal suara lembut itu.'mungkin dulu pernah melayani dia di Solitaire dan kini sudah naik jabatan,' pikir Bastian.Pemilik suara lembut itu membalikkan badan dan berjalan menuju pintu keluar ruang Prioritas.Begitu angin berhembus membawa wewangian lembut Bastian yakin dia pernah mengenal Sang Vice President .Bastian pun bangkit berdiri dan anehnya Sang Vice President juga tidak meneruskan langkahnya, dia hanya diam memandang lurus pria tampan di hadapannya.Mereka saling memandang dan BOOM!! Bastian seketika merasa ruang Prioritas menyempit hanya seukuran mereka berdua.Sang Vice President ternyata Almira Mayangsari!Kemudian Bastian memecah keheningan di antara mereka ."Anakmu, Binta sudah sembuh?"Bastian melihat wajah Almira begitu kaget kemudian berganti ekspresi yang sulit digambarkan seolah-olah dia senang campur takjub campur terpesona."Bagaimana kau tahu nama anakku?""Aku hanya mendengar sekilas, tadinya aku juga tidak yakin," jawab Bastian hampir malu."Iya , dia mulai sehat, thank you," jawab Almira dengan wajah mulai merona.Bastian tidak menyangka akan bertemu dengan Almira di sini.Semesta sedang bersahabat dengannya.Hatinya menghangat.Bastian sendiri asing dengan apa yang dirasakannya, dia hanya merasa...senang ...bahagia...bisa bertemu dengan Almira.Hanya Almira!Bastian melihat Almira membuka mulutnya seperti akan mengatakan sesuatu ketika mata Almira terpaku pada seseorang di belakang Bastian.Kemudian Bastian merasa Miranda memeluk pinggangnya."Ayo Beb, udah selesai, kita pulang!" Kata Miranda sambil memandang wanita cantik yang sedang berdiri diam memandangnya dengan wajah bertanya-tanya dan dalam hati mencoba menebak siapa gadis cantik jelita di hadapan suaminya.Bastian merutuk dalam hati, karena seketika wajah Almira kembali ke moda awal pertemuan mereka, seperti habis di restart, moda tanpa ekspresi, apalagi sepertinya Almira langsung mengenali Miranda sebagai orang yang menampar pipinya.Sebaliknya Miranda tak sedikitpun mengenali Almira terlihat dari senyumnya yang cerah dan sikapnya yang ramah terhadap Almira.Pelan Bastian melepaskan diri dari pelukan Miranda dan berusaha mendekati Almira, tetapi Almira sudah melangkah mundur dan berbalik setelah sebelumnya dia mengangguk pada Bastian dan Miranda.Bastian seketika ingin meninju dinding, dan seketika dia berjalan cepat menuju lift, dia tidak percaya baru saja dia disenangkan tapi seketika itu juga dihempaskan kembali.Dia heran dari sekian banyak waktu mengapa Miranda memilih hari ini untuk memeluk dirinya? Kenapa di ruang Prioritas? Kenapa tidak tadi di area parkir? Kenapa tidak kemarin? Kenapa harus hari ini, di hadapan Almira?Walaupun murka tidak mungkin dia memberontak seperti remaja yang tidak bisa mengendalikan emosi.Setelah sampai di mobil dia berusaha mengendalikan emosinya, duduk diam menunggu Miranda masuk sejenak barulah Bastian mulai berbicara tetap dengan posisi menghadap ke depan dengan suara yang sangat dingin!"Jangan pernah lagi menunjukkan kemesraan seolah-olah tidak ada masalah diantara kita, kita sudah dalam proses perceraian!""Tapi kamu tidak menolakku, Beb!""Karena aku tidak mungkin bereaksi seperti remaja, bukan karena aku menerima dan senang dengan pelukanmu, dan satu lagi jangan panggil aku beb!""Apa hubungan wanita itu dengan kamu Beb.. eh, Bast?""Bukan urusanmu!""Apa dia penyebab perceraian kita?" Kejar Miranda."What?? Sudah kubilang, perceraian kita sudah dimulai saat kamu tidak bisa menghormati perkawinan kita, saat kamu tidak bisa membatasi gairahmu hanya pada satu pria!""Aku tidak akan begitu jika kamu lebih perhatian padaku, jika kamu tidak mengabaikan aku!" Teriak Miranda."Cukup, percuma kita bahas, sudah tidak ada yang bisa dipertahankan di antara kita, sejak awal hubungan kita adalah sebuah kesalahan karena di mulai dengan kebohongan, dan kini sudah selesai!""Aku akan mencari tahu tentang diri wanita itu," Miranda tidak sadar kesabaran Bastian sudah sangat menipis hampir habis."Sekali saja aku tahu kau mengusiknya, kau akan pergi tanpa mendapat bagian apapun, aku punya banyak uang untuk membuat itu berhasil, camkan itu!"Siapapun yang melihat wajah Bastian tidak akan berani coba-coba melawan."Antar aku dulu ke kantor, Don!" Perintah Bastian pada sopirnya."Baik, Tuan." Sahut Doni.Sesampai di kantor, Bastian turun tanpa mengatakan apapun pada Miranda. Kemudian dia bergegas ke ruangannya dan sebelum masuk memerintahkan sekretarisnya agar memanggil Samuel menghadap dia secepatnya.Nampak Miranda memandang kepergian Bastian dengan wajah murung, mungkin dia bertanya-tanya apa yang akan Bastian lakukan dalam keadaan begitu gusar?"Ceritanya panjang, yang pasti sejak kalian meninggalkan pantai, aku menemukan orang tua yang termenung dengan laptop terbuka yang berhiaskan wajahmu.""Aku menyewa agent untuk mengikuti orang itu, dan setelah mendapat alamat yang pasti aku datang, aku tidak bertemu tapi ternyata orang tua itu adalah Mr Philip."Saat itu telepon seluler Almira berbunyi.Almira menyalakan speakernya."Bagaimana keadaan di sana, Al?" tanya Samuel."Sudah beres Sam," jawab Almira."Syukurlah, aku akan kabari Aydan." "Tidak usah, aku sudah menghubunginya." Sela Bastian."Kok kamu nggak hubungi aku, Bast?" "Kamu tahan jarimu lima detik saja, pasti aku yang lebih dulu meneleponmu, lagian kenapa juga kamu telepon istriku dulu bukan aku?" Terdengar tawa Samuel membahana."Al, kamu dengan siapa sekarang?""Dengan_""Dengan suaminya yang sah! Kamu nggak usah mencemaskan istri orang Sam, cari istrimu sendiri!"Sambil tersenyum Almira menyuruh Samuel berbicara dalam bahasa Inggris."Buset galak banget, untun
Sepeninggal anak-anaknya, mereka berdua termenung, Mrs Philip hanya ingin mengatakan kebenaran setelah itu dia akan melanjutkan hidupnya, selagi dia masih mampu meninggalkan pria yang sudah menemaninya selama 39 tahun kehidupan perkawinan mereka."Aku tidak mengatakan siapa ayah Bastian, bukan karena aku mencintai pria itu kalau aku melindunginya darimu, juga bukan karena aku ingin menyembunyikan identitasnya, tapi karena aku tidak tahu siapa dia!" Mrs Philip memulai pengakuan yang sudah lama ingin diungkapkannya tapi tidak pernah dia menemukan keberanian untuk itu.Nampak Mr Philip terkejut luar biA mendengar penuturan istrinya."Bagaimana mungkin kau tidak tahu siapa pria yang bersamamu? Kalian harus _""Dengarkan aku!" Mrs Philip memotong kalimat suaminya, dia ngeri jika harus mendengar tuduhan tambahan yang makin menambah nyeri di hatinya. "Saat kita bertengkar hebat dan kita berpisah, aku berusaha bertahan, tapi aku semakin gila berhari-hari di rumah, akhirnya aku keluar,
Setelah Perjalanan udara yang cukup melelahkan selama hampir 22 jam, ditambah 1 jam perjalanan darat akhirnya Almira dan Bastian sampai di hotel.Mereka chek in hampir jam 22.00 waktu Indonesia, di Prancis baru jam 4 sore.Setelah selesai beristirahat yang bener-bener beristirahat, Almira segera bangun dan bersiap untuk pergi ke rumah orang tua Bastian.Bastian sengaja memilih hotel yang paling dekat dengan rumah orang tuanya agar Almira gampang pulang pergi dari hotel."Dad, aku pergi sekarang aja, biar nggak terlalu lama.""Kalau Mom minta kamu menginap gimana, Ra?"Almira berpikir kayaknya nggak mungkin dia menginap."Ternyata curhat aja bisa sampai sejauh hampir 13.000 kilometer, Ra!"Almira tersenyum tipis, kemudian mencium Bastian mesra, ingin Almira menjawab ini bukan curhat biasa, tapi tidak ada satupun kalimat yang keluar dari bibirnya."Ra, kalau Mom nggak ada langsung kamu telepon aku ya!""Iya Dad, udah bobok lagi!""Malas sendirian, Ra.""Daddy mau ke mana?""Di bar and
Hari sudah terang, anak-anak sudah berangkat ke sekolah, saat Bastian terbangun, Bastian merasa heran kenapa dia bangun dengan perasaan yang tidak enak.Setelah terdiam dan mengingat beberapa lama Bastian tahu apa yang membuat hatinya susah, nanti siang istrinya akan terbang ke Prancis, meninggalkannya dan anak-anak di Indonesia.Bastian bergegas bangun, masuk ke kamar mandi.Sepuluh menit kemudian Bastian sudah siap turun dan mencari istrinya.Mencari kemana-mana, Bastian belum juga menemukan istrinya, akhirnya Bastian ke dapur, nggak ada juga."Ning, ibu dimana?"Ning melihat majikannya, kemudian seperti berpikir."Ibu nggak bilang mau kemana Tuan, tadi sih di ruang adik baby, habis itu ke mana saya kurang tahu Tuan, saya cari dulu Tuan." Ning bergegas akan mencuci tangannya.Bastian langsung sadar, dia belum mencari ke ruang baby."Nggak usah Ning, kamu lanjutin aja kerjaanmu," kata Bastian sambil berjalan meninggalkan Ning di dapur.Kemudian Bastian menuju ruang baby, dan menemuk
"Oke, aku akan mencarikan tiket pesawat secepatnya." Kemudian Bastian menelepon Vanya, untuk memesankan pesawat untuk Almira secepatnya berangkat ke Prancis. "Pakai maskapai biasanya, Sir?" tanya Vanya. "Sewa pesawat saja, yang paling cepat, satu dari tiga yang biasa kita pakai, yang sudah terbukti bagus, jangan yang lain!" Perintah Bastian. 'Tiap kali ada masalah mendesak baru aku terpikir untuk membeli pesawat, coba sudah direalisasikan, nggak bingung kayak sekarang,' batin Bastian. Tidak berapa lama, kembali Vanya menelepon,"Mr Navarell, mereka semua full untuk hari ini, kalau besok siang ada satu yang kosong!" "Oke, langsung deal ya, urus semua, thank you!" "Yes, Sir!" jawab Vanya dengan semangat. Bastian meletakkan telepon lalau menghadap istrinya. "Ra, yang paling cepat bisa kita dapatkan, besok siang, ok?" Almira menganggukkan kepalanya, ada binar samar di matanya, juga ada sorot lain yang Bastian tidak bisa menterjemahkannya. "Ra, ini terakhir kamu pergi t
Bastian kembali dari menjenguk anaknya, wajahnya berbunga-bunga seakan ada beban yang terangkat dari hatinya.Dia ingin putranya cepat besar, agar dia bisa mengajarkan segala yang dulu dia impikan, dia ingin membimbing anaknya, bersorak dan menangis bersama, dia tahu waktu itu akan tiba, tidak sabar rasanya membuat itu segera jadi kenyataan.Saat itulah, Bastian melihat Samuel sedang menunduk, termenung di ruang tunggu, dia kira Samuel sudah pulang."Aku kira tadi kau sudah pulang, Sam!"Samuel kaget mendengar suara Bastian."Aku tadi makan siang, ini aku bawakan untukmu, kebetulan mereka menjual masakan kesenanganmu.""Mau nyogok?""Apa nyogok?" tanya Samuel."Suap, praktek suap ada undang-undang nya lho." "Nggak, aku inget aja kamu suka, nggak mau ya aku kasih Almira, siapa tahu dia mau... bahkan kalaupun dia nggak mau, untuk menjaga perasaan orang lain dia akan bilang mau." Panjang lebar Samuel membahasnya."Almira itu istriku, Sam!"Seketika Samuel tertawa keras-keras.Setelah t