"Ada apa," ucap mereka secara bersamaan.
"Ayo cepatlah buka gerbang itu, jika tidak terbuka maka kita akan menjadi santapan makanan oleh mayat hidup itu," ucap Daniel seraya mengarahkan jari manisnya menuju beberapa orang yang berjalan menuju mereka.
Diki dan Budi mengikuti arah jari Daniel dan mereka terkejut karena ada beberapa mayat hidup yang ingin menjadikan mereka sebagai makanannya.
"Ini pasti ulah Kenzo!" ucap Diki dengan mengepalkan kedua tangannya.
"Kenzo, aku pastikan akan menangkapmu!" lanjut Diki dan mereka mulai mengambil senjata api dari saku celananya.
***
Di depan gerbang Mension mewah milik Kenzo, terdengar beberapa kegaduhan dari depan gerbang. Kedua satpam yang sedang duduk di pos keamanan Mension Kenzo. Sebenarnya, mereka mengetahui ada beberapa perkelahian antara musuh Kenzo dengan mayat hidup yang dijadikan Kenzo sebagai senjata biologisnya. Namun, karena mereka diutus untuk tetap mengabaikan saja hal itu dan demi menyangkut keselamatan bersama. Akhirnya, mereka tetap duduk di pos keamanan mension.
Sementara di luar gerbang, Diki, Daniel dan Budi telah mengeluarkan senjata api dengan menggunakan peluru mematikan. Siapa saja yang terkena tembakan maka mereka tubuh mereka langsung mengeluarkan asap dan mati di tempat.
"Mari serang mereka secara berpencar," ucap Diki.
Mereka pun mulai mengalahkan beberapa mayat hidup di depannya.
Dor! Dor! Dor!
Dor! Dor! Dor!
"Shit!" umpat Daniel saat peluru di pistolnya telah habis. Daniel memasukkan kembali pistol di dalam saku celananya dan ia mengeluarkan jurus Taekwondo yang selalu dikuasai.
Dengan cekatan Daniel memukul perut seorang mayat hidup yang ingin menyerangnya dan ia menendang kepalanya dengan menggunakan kaki kanannya hingga mayat hidup itu terjatuh dan tewas.
Diki masih menembaki 5 mayat hidup yang berusaha menyerangnya.
Dor! Dor! Dor!
Dor! Dor! Dor!
Semua tembakan yang diberikan oleh Diki tepat mengenai sasaran. Diki tersenyum miring saat karyanya berhasil kelumpuhan kelima mayat hidup di depannya.
Budi yang sedang bersusah payah menghindari kejaran 8 mayat hidup, ia terus berlari di pinggir gerbang mension. Budi yang tidak begitu pandai berkelahi, ia berusaha melarikan diri karena pistol yang dipegangnya kehabisan peluru. "Huft! Kenapa nasibku siap begini. Nyesel aku dulu melarikan diri untuk tidak berlatih bela diri dan sekarang, aku tidak bisa apa-apa untuk melindungi diriku sendiri," gumam Budi saat menghentikan langkah kakinya sejenak.
Saat Diki dan Daniel telah mengalahkan mayat hidup di depannya, mereka pun melanjutkan aksinya sesuai dengan rencana.
"Akhirnya selesai, mari kita coba membuka gerbang itu lagi," ajak Daniel menatap Diki yang berdiri di sebelahnya.
"Oke," jawab Diki singkat. Mereka pun berjalan menuju gerbang di depannya. Saat Diki dan Daniel sedang asyiknya membuka pintu, Daniel merasa ada sesuatu yang hilang tetapi bukan emas, perak dan berlian. Mereka terus mencoba membuka pintu gerbang mension Kenzo seraya melirik di sekitarnya.
"Diki!" panggil Daniel.
"Hem..." deheman Diki masih mencoba membuka gembok mensionnya.
"Aku merasa ada hilang diantara kita tetapi bukan emas, perak maupun berlian," ucap Daniel berhasil menghentikan aktivitasnya sejenak.
Diki mengalihkan pandangannya menuju Daniel. "Iya, benar katamu." sahut Diki dan mereka melirik ke arah sekitarnya.
"Budi," ucap Daniel dan Diki bersamaan.
"Dimana dia?" tanya Diki.
"Aku tidak tahu, maka dari itulah aku seperti kehilangan sesuatu dan ternyata Budi tidak bersama kita." jawab Daniel.
"Sepertinya, Budi sedang dikejar oleh beberapa mayat hidup tadi. Bagaimana ini? Budi tidak pandai membela diri dan kita harus secepatnya menolongnya," lanjut Daniel.
"Ayo," jawab Diki dan mereka berjalan cepat menuju pinggir jalan mension.
Diki dan Daniel terus berjalan cepat mencari keberadaan Budi.
Daniel yang masih berjalan dan menatap ke sekelilingnya, ia mendapati seorang pria yang sedang memanjat di atas pohon mangga.
"Sepertinya, aku kenal dengan pria itu atau jangan-jangan..." ucap Daniel terhenti saat mendapati suara teriakan Diki.
"Budi!" teriak Diki yang berjalan di sebelah Daniel.
"Ayo kita selamatkan dia," ajak Diki dan Daniel mengikuti langkah kaki Diki dari belakang.
"Ada batu krikil nih, boleh juga ini sebagai alat bantu untuk menyerang mereka." gumam Daniel dengan tersenyum miring.
Diki yang berjalan lebih dulu, ia langsung menendang salah satu mayat hidup yang sedang fokus ingin memangsa Budi.
Bruk!
"Kemari kau! Serang aku," tantang Diki berhasil membuat 8 mayat hidup mengalihkan pandangannya menuju Diki. Mereka berjalan menjauhi Budi dan langsung menyerah Diki. Diki yang ahli dalam bela diri dengan mudahnya mengalahkan 8 mayat hidup di depannya.
Sementara, Daniel membantu Budi untuk turun dari pohon itu.
"Budi, cepatlah turun dari pohon ini. Kau itu kenapa memetik buahnya?" tanya Daniel dengan mengerutkan keningnya.
"Tunggu sebentar, aku akan turun setelah mengambil 6 mangga ini." jawab Budi berusaha memanjat pohon mangga menuju 6 buah yang posisinya lebih tinggi dari tempatnya.
Budi berusaha memanjat pohon itu lebih tinggi dan hampir sedikit lagi ia akan mengambil 6 mangga itu dan setelah ia berhasil mengambil buah itu dari pohonnya. Tiba-tiba saja, tubuhnya tak seimbang dan akhirnya Budi terjatuh.
"Aduh... Sakit," keluh Budi memegang kedua kakinya.
Daniel yang melihat itu, bukannya menolong tetapi ia tertawa keras.
"Hahaha... Emang enak kamu, Bud. Aku suruh turun, kamu malahan memilih memanjat lebih tinggi lagi." sahut Daniel tertawa keras sampai ia mengeluarkan air matanya.
Budi menatap malas ke arah Daniel, ia lebih memilih berdiri dari duduknya dan berjalan pelan untuk menahan rasa sakit di kedua kakinya.
"Hey! Kau mau kemana?" tanya Daniel menghentikan aksi tawanya dan menatap Budi yang sedang berusaha berjalan.
"Tentu saja, menemui Diki." jawab Budi.
"Aku ikut," ucap Daniel cepat.
Akhirnya, mereka berjalan mencari keberadaan Diki.
"Diki!" panggil Budi dan Diki menoleh ke arah mereka.
"Iya." jawab Diki.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Budi menatap intens ke arah Diki.
"Aku baik-baik saja, jangan khawatir kan aku. Kita perlu melakukan rencana kita untuk menyelamatkan Dissa." jawab Diki menatap kedua temannya yang sedang berdiri di depannya.
***
Saat ini, Kenzo berada di ruang khusus di dalam mensionnya. Kenzo sedang mengecek hasil CCTV yang ia letakkan di setiap sudut mension dan jalanan. Kenzo menatap serius ke arah beberapa layar kamera yang mengelilinginya. Kenzo melihat Diki, Daniel dan Budi telah berhasil membuka gerbang mensionnya dan mereka juga melumpuhkan kedua satpamnya.
Kenzo menarik telepon rumah di atas mejanya dan mulai memanggilkan beberapa bodyguard untuk menghalangi mereka masuk ke dalam ruangan mension.
"Cepat, lakukan tugas kalian. Jangan sampai kalian kalah dengan permainan mereka," ucap Kenzo dari balik panggilannya.
"Baik Tuan," ucap seorang pria bertubuh kekar yang berada di depan mensionnya.
Akhirnya, Kenzo mematikan sambungan panggilan sepihak dan ia melangkahkan kaki menuju pintu ruangan.
Kenzo berjalan menelusuri lorong mension dan di sepanjang jalan ia tersenyum penuh arti karena tunggu sebentar lagi permainan terakhirnya akan dimulai.
"Dengarkan aku, sebentar lagi permainan terakhirku akan dimulai," ucap Kenzo terus melangkahkan kakinya menuju satu ruangan.
"Tapi aku tetap menginginkannya! Dan ingin sekali bertemu dan meminta pada Beri. Tapi, Kak Beri melarangku untuk pergi kekampus selama tiga hari." keluh Mini. "Kau tenang saja! Masalah Beri biar aku yang menanganinya," ucap Novi. "Besok aku yang akan meminta maaf kepada kamu sekaligus berterima kasih kepada kamu." "Benarkah?" tanya Mini, yang dijawab anggukan kepala oleh Novi. "Terima kasih Novi, aku sangat beruntung bisa memiliki sahabat sepertimu." tubuh mini memeluk Novi. "Aku juga beruntung memiliki sahabat sepertimu." balas Novi, dengan tersenyum. Sementara itu dari kejauhan, Pak Lang menatap pada Nona Mini dan Nona Novi yang sedang berbicara.Dengan tersenyum, Pak Lang langsung melaporkan kejadian yang dilihatnya kepada Nyonya Dila. Karena sudah menjadi tugas Pak Lang untuk melaporkan segala sesuatu yang terjadi dimansion utama tanpa ada yang disembunyikan. keesokan harinya, seperti yang sudah terlihat Novi kepada Mini. Saat ini Novi sudah
Akhirnya Mini dan Rangga pulang ke mension dan sepertinya dewa Fortuna tidak berpihak pada Rangga. Perlahan Mini membuka pintu kamar mandi, sambil menyembunyikan tubuhnya dibalik pintu. Sebab, ia merasa malu dengan tubuhnya yang tidak mengenakan apa pun. "Kak, aku menstruasi."lirih Mini. "Menstruasi?"tanya Rangga sambil berfikir dan langsung menepuk keningnya saat sadar apa dari kata menstruasi. "Kenapa sekarang harus keluar? Apa tidak bisa dihentikan dulu?"keluh Rangga menatap kearah miliknya yang masih berdiri tegak karena belum tersalurkan sama sekali. "Dihentikan? Memangnya air yang bisa dihentikan!" Sungut Mini.*** Mension Keluarga Richard. Novi yang baru pulang dari kantor bersama Diki, langsung ditarik oleh Mini kehalaman belakang mansion. Mini sudah tidak sabar untuk menceritakan semua yang terjadi pada hari ini. Dari sejak kejadian dikampus, sa
keesokan harinya. Rencana yang sudah disusun rapi dari kemarin oleh Diki, Novi, Mini dan Beri langsung dijalankan oleh Beri dan juga Mini. Di area kampus, mereka selalu jalan berdua. Membuat semua mahasiswa yang lain ikut iri dengan wanita Beri yang bisa jalan bersama blasteran secantik Mini. Sedangkan Beri yang selalu bercita-cita memiliki seorang istri blesteran agar bisa mengubah keturunannya, merasa sangat bahagia dekat dengan Mini. Walaupun kedekatan mereka hanya karena sebuah misi, tapi Beri berusaha untuk menjadi teman dan sahabat yang baik untuk Mini. Sementara itu diperusahaan Dimitri. Rend. Rangga kembali mendapatkan informasi dan foto-foto Mini dengan seorang pria. "Ini kan pria yang kemarin?" gumam Rangga menatap foto Mini bersama Beri yang sedang duduk di kursi taman kampus. Rangga terdiam sewaktu-waktu dan langsung meletakan ponselnya. Ada perasaan marah dalam diri Rangga saat melihat Mini kembali dekat dengan pria yan
Kafe Buaya DaratSetelah sempat mengunjungi halaman parkir kampus. Mereka akhirnya memutuskan untuk pergi ke cafe Buaya Darat yang berada di jalan JI. Senopati yang tidak jauh dari tempat kampus tersebut. Mereka berempati berbicara dengan sangat serius, terutama Novi yang sangat bersemangat untuk menjalankan misi yang ada di kepalanya. "Jadi, bagaimana Ber?" tanya Novi. "Kau mau membantu Mini?" pinta Novi dengan wajah yang penuh harap. Beri menatap kearah Novi dan Mini secara bergantian, lalu menghela nafasnya dengan berat. "Kenapa setiap kali bertemu denganmu, aku selalu dimintai tolong!" gumam Beru dengan menggarukan kepalanya yang tidak gatal. "Tapi Nov, kalau pun Beri mau membantuku untuk membuat Kak Rangga cemburu. Bagaimana caranya?" tanya Mini. "Kita tidak boleh membawa orang luar kedalam mansion utama? Lalu, bagaimana bisa Kak Rangga melihatku dengan Beri?" tanya Mini dengan mengerutkan kening
Tiga hari kemudian. Novi yang diperbolehkan untuk ikut kekampus Mini, merasa sangat bahagia karena akhirnya bisa terbebas dan tidak berada didekat Diki. Namun rasa bahagia itu lenyap seketika saat Novi memasuki mobil yang ternyata sudah ada Diki yang duduk di kursi penumpang dengan gaya coolnya. "Aku kira kau tidak ikut bersama kami!" gerutu Novi pada Diki, sambil menatap malas menjnu suaminya terlihat datar tanpa ekspresi apa pun. Sementara Mini sudah duduk didepan bersama dengan Leo yang menyetir mobil. "Mana mungkin aku membiarkan istri tercintaku pergi sendirian!" Dafa menatap kearah Novi dengan seringai licin diwajahnya."Kau itu tidak bisa membedakannya ya! Mana yang pergi sendiri? Mana yang pergi berdua? Aku kan pergi bersama Mini!" protes Mini dengan mengerucutkan keinginannya. "Sayang kau jangan protes! Atau kita akan pergi ke kantorku saja!" ancam Diki. "lya... Iya. Tapi kau tunggu di mobil! Jangan
"Ah iya, boleh aku minta susu hangat." pinta Novi. "Susu hangat?" tanya Pak Lang dengan tatapan heran karena setahu Pak Lang, Nona Novi tidak suka susu. "Pak Lang!" seru Novi. "Baik Nona." Pak Lang langsung berjalan kedapur. "Aman." Novi mengusap punggungnya,l dan bersiap kembali untuk menguping. "Apa mereka sudah tidur ya?" gumam Novi karena dari tadi tidak mendengar apapun dan dari arah belakang, Novi merasa bahunya di tepuk oleh seseorang. "Taruh saja di meja Pak," ujar Novi tanpa menengok kearah belakang. Namun bahunya kembali ditepuk dari belakang. Membuat Novi merasa sangat kesal. "Aku sudah bilang taruh saja di --" Novi langsung terdiam saat melihat orang itu yang menepuk bahunya adalah Diki. "Sayang." Novi langsung tertawa dengan kaku. "Sedang apa kau disini?" tanya Diki dengan dingin. "Aku... Aku sedang menguping." jawab Novi sambil berl
"Aku tidak peduli? Yang aku inginkan hanya satu anak darimu, tidak peduli kau mau atau pun tidak." Diki mulai mencium leher Novi dengan sangat lembut. "Diki!" pekik Novi dengan merasa geli. "Tapi, kau harus meminjam dulu, bahwa kau hanya meminta satu anak dariku." "Aku janji satu dulu, setelah lahir kita bikin yang ke dua." Diki membawa Novi dan menghempaskan di atas tempat tidur. "Itu bukan satu, kau curang!" protes Novi. "Kau kan yang bilang sendiri padaku, sepuluh anak pun kau sanggup untuk memberikannya padaku." "Tapi kan, aku bilang kalau umurku sudah--" perkataan Novi terhenti saat bibir Diki memagut ini. Tok! Tok!Suara ketukan pintu membuat Diki dan Novi menikmati ciumannya. "Tuan ini aku." seru Leo dari luar pintu kamar. "Sayang ada Leo," Diki pun langsung bangkit dan menikmati pakaiannya yang acak-acakan. Menuju ke arah pintu. "Bagaimana?" tanya Diki.
"Ada banyak faktornya, apa istri tuan menggunakan kb? Entah itu suntik kb atau minum pil kb atau kb yang lainnya?" tanya Dokter Maya. Diki pun langsung memberikan tatapan tajam pada Novi. "Apa kau menggunakan kb?" tanya Diki. "Ak-aku..." Novi merasa binggung harus menjawab jujur atau bohong. "Kalau kau berbohong, aku tidak akan pernah memaafkanmu!" ancam Diki mencengkram tangan Novi."Aku-aku pakai suntik Kb." jawab Novi dengan ketakutan dan menundukkan kepalanya. Diki yang mendengar pengakuan Novi, ia langsung terkejut dan semakin mencengkram tangan Novi dengan kasar. "Sakit Diki," ucap Novi pelan yang mulai merasa sakit karena cengkraman tangan Diki yang menguat. Tanpa banyak berkata Diki langsung menarik Novi keluar dari ruangan Dokter Maya. Novi yang merasa ketakutan hanya bisa mengikuti Dafa dengan langkah-langkah yang terseret-seret. Sementara Dokter Maya yang melihat apa yang terja
"Ya kan Min?" tanya Novi pada Mini. "I-iya," jawa Mini. Dengan takut karena Kak Rangga pun menatap kearah dirinya dengan tajam. "Woi bro, apa kalian tahu kalau dua wanita ini sudah punya suami?" tanya Rangga dan langsung menggeser pria yang disebelah Mini dengan satu tangan. Kini Rangga duduk di samping Mini dengan melihat menuju pria yang kini duduk disebelahnya. Novi yang tahu kalau Diki sedang marah pada kedua pria tersebut, langsung menyuruh mereka untuk pergi. Namun pria yang disamping Novi tidak peduli, pria tersebut justru berani menatap kearah Diki dengan tajam. "Kalau sudah punya suami memangnya kenapa? Kalian hanya Bule nyasar di negara kami. Jadi, pergilah!" usir pria tersebut dengan tegas. Diki yang sudah mulai emosi, berusaha memukul pria yang tadi berbicara sombong kepadanya. Namun Rangga dan Novi langsung mencegahnya, Rangga yang sudah lebih berpengalaman pada masalah